159
6.1.1.1. Output  dan  Input  Primer  Untuk  Pengukuran  TFP  Tanaman
Pertanian crops ASEAN-5 dan China
Untuk  mengukur  TFP  tanaman  pertanian  di  masing-masing  negara ASEAN-5  dan  China,  kami  menggunakan  data  tahunan  FAO  untuk  data  output
dan  data  input-input  primer  Tenaga  Kerja,  Modal  dan  Lahan  selama  kurun waktu  1961-2010  dan  dalam  beberapa  kasus  data-data  input  primer  di  update
dengan metode rata-rata bergerak tiga tahun moving-average, atau data statistik dari sumber lain. Untuk output, kami menggunakan data publikasi FAO mengenai
data  agregat  nilai  produksi  tanaman  pertanian  crops  menurut  harga  konstant 2004-2006 dalam US Int  tahun 1961-2010
Input dalam  studi  ini  terdiri  dari  tiga  input  primer  yakni  masing-masing
input tenaga kerja, input modal dan input lahan. Data tenaga kerja yang digunakan
adalah  data  mengenai  jumlah  populasi  yang  bekerja  di  sektor  pertanian  total economically  active  population  in  Agriculture
yang  dipublikasi  oleh  FAO  dari tahun  1980-2010.  Selanjutnya  data  faktor  primer  modal  yang  digunakan  adalah
persediaan modal bersih pertanian yang dijumlahkan dari persediaan modal bersih mesin-mesin  pertanian  Mavhnery  and  equipment  dan  persediaan  modal  bersih
tanaman pertanian plantation crops, publikasi FAO dari tahun 1975-2007. Nilai persediaan  modal  bersih  tersebut  kemudian  ditransformasi  menjadi  nilai  indeks
dengan harga konstan 2005 =100. Sedangkan data lahan  adalah mencakup  lahan subur dan lahan tanaman permanen Arable land and Permanent Crop yang juga
di publikasi oleh FAO selama kurun waktu 1961-2009. Adapun nilai rata-rata dari data  output  dan  input  yang  digunakan  untuk  mengestimasi  TFP  pertanian  untuk
ASEAN-5 dan China disajikan pada Tabel 26 berikut.
160 Tabel 26.
Rata-rata Nilai Produksi dan Pertumbuhan Nilai Produksi Tanaman Pertanian Crops ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010
Negara Rata-rata Nilai Produksi Tanaman
Pertanian Crops, HK 2004-2006, US Int  Juta
Rata-rata Pertumbuhan Nilai Produksi Tanaman Pertanian
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
China 105.554
212.316 299.251
166.555 3,81
4,15 3,07
3,71 ASEAN-5
35.964 66.285
89.948 53.153
3,74 2,53
3,50 3,44
Indonesia 15.662
31.247 43.299
24.496 3,81
2,39 4,61
3,68 Malaysia
3.669 6.915
10.057 5.635
4,58 2,92
3,20 3,96
Philippines 7.068
10.895 14.199
9.308 3,18
1,49 3,20
2,84 Singapura
13,9 1,1
2,7 9,1
5,12 5,18
18,77 0,25
Thailand 9.551
17.228 22.390
13.704 4,06
3,51 1,77
3,48 ASEAN
46.933 87.524
125.187 71.193
3,42 3,23
3,81 3,46
Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012
Secara umum gambaran rata-rata nilai produksi tanaman pertanian crops setiap periode pada negara-negara ASEAN-5 secara agregat hanya kira-kira seper
tiga  dari  rata-rata  nilai  tanaman  pertanian  China,  selama  periode  1961-1985, bahkan semakin kurang untuk periode berikutnya. Hal tersebut disebabkan karena
nilai  agregat  dari  tanaman  pertanian  China  memiliki  laju  pertumbuhan  nilai produksi  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  laju  pertumbuhnan  nilai  produksi
tanaman  pertanian  ASEAN-5  secara  agregat.  Secara  rata-rata  pertumbuhan tanaman pertanian China selama periode 1961-2010 tumbuh sekitar 3,71  persen
dan  pucak  pertumbuhan  nilai  produksi  tanaman  pertanian  China  terjadi  pada periode 1986-2000 dengan pertumbuhan sekitar 4,15 persen pertahun. Sementara
ASEAN-5  secara  agregat  dalam  periode  1961-2010  hanya  tumbuh  sekitar  3,44 persen  per  tahun,  bahkan  ketika  pertumbuhan  China  mencapai  puncaknya
pertumbuhan  tanaman  pertanian  ASEAN-5  justru  berada  pada  titik  terendah. Puncak  pertumbuhan  nilai  produksi  tanaman  pertanian  ASEAN-5  secara  agregat
dicapai pada periode 1961-1985. Selanjutnya  perbandingan  nilai  produksi  tanaman  pertanian  dan
pertumbuhannya  diantara  negara-negara  ASEA-5  menunjukkan  bahwa  Indonesia memiliki  rata-rata  nilai  produksi  tertinggi,  kemudian  diikuti  oleh  Thailand,
sedangkan  rata-rata  nilai  produksi  terendah  ditempati  oleh  Singapura  dan Malaysia.  Selama  periode  1961-2010  rata-rat  nilai  produksi  tanaman  pertanian
Indonesia mencapai sekitar US  24.496 juta atau kira-kira hampir separuh 46,1
161 persen  dari  rata-rata  nilai  produksi  tanaman  pertanian  ASEAN-5  secara  agregat
dalam  periode  yang  sama.  Rata-rata  pertumbuhan  nilai  produksi  tanaman pertanian  Indonesia  selama  periode  1961-2010  tidak  mengecewakan,  yakni
tumbuh  rata-rata  sekitar  3,68  persen  per  tahun.  Rata-rata  pertumbuhan  nilai produksi  tanaman  pertanian  Indonesia  tersebut  lebih  tinggi  dari  rata-rata  nilai
pertumbuhan tanaman pertanian ASEAN-5 secara agregat, serta lebih tinggi  dari rata-rata  pertumbuhan  tanaman  pertanian  ASEAN  secara  agregat,  namun  sedikit
lebih  rendah  dari  rata-rata  pertumbuhan  tanaman  pertanian  China  dan  Malaysia dalam  periode  yang  sama.  Puncak  pertumbuhan  tanaman  pertanian  Indonesia
terjadi pada periode 2001-2010 dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 4,61 persen, sedangkan  titik  terendah  pertumbuhan  tanaman  pertanian  Indonesia  terjadi  pada
periode 1986-2000. Pada  Tabel  26  diatas  juga  terlihat  bahwa  titik  terendah  pertumbuhan
tanaman  pertanian  di  sebagian  besar  negara-negara  ASEAN-5,  kecuali  Thailand, terjadi  pada  periode  1991-2010.  Tekanan  pertumbuhan  tanaman  pertanian  yang
dialami  oleh  negara-negara  ASEAN-5  pada  periode  ini,  diduga  terkait  gangguan iklim  yang  tidak  bersahabat,  ketika  hempasan  badai  kering  El  Nino  tahun  1997-
1998 yang melanda sebagian wilayah ASEAN yang bersamaan waktunya dengan bencana  krisis  moneter  di  akhir  tahun  1997  di  kawasan  ini.  Bencana  alam  ini
sudah  barang  tentu  menurunkan  produksi  dan  produktivitas  pertanian  sehingga pertumbuhan nilai produksinya juga terhempas ke titik terendah. Thailand adalah
negara  ASEAN-5  yang  memiliki  kinerja  pertumbuhan  tanaman  pertanian  yang sedikit  berbeda  dengan  negara-negara  ASEAN-5  lainnya.  Terlihat  bahwa  titk
terendah dari prtumbuhan tanaman pertanian Thailand justru terjadi pada periode akhir 2001-2010.
Selanjutnya  rata-rata  nilai  input  primer  yang  digunakan  untuk mengestimasi  nilai  TFP  tanaman  pertanian  di  masing-masing  negara  ASEAN-5
dan  China,  menunjukkan  bahwa,  China  memang  mendapat  karunia  limpahan sumberdaya  yang  melimpah  untuk  mendukung  sektor  pertanian,  khususnya
limpahan sumberdaya tenaga kerja dan sumberdaya alam lahan. Secara rata-rata selama  selama  satu  dekade  terkahir  1961-2010  jumlah  penduduk  China  yang
bekerja  di  sektor  pertanian  sebanyak  384,8  juta  jiwa,  jumlah  tersebut  jauh
162 melampaui  jumlah  tenaga  kerja  pertanian  di  ASEAN-5  secara  agregat  pada
periode  yang  sama.  Penduduk  bekerja  di  sektor  pertanian  secara  agregat  di ASEAN-5 pada periode tersebut hanya sebanyak 64,1 juta jiwa atau hanya sekitar
16 dari jumlah penduduk China yang berkerja di sektor yang sama. Selain limpahan tenaga kerja, China juga memiliki limpahan sumberdaya
lahan  yang  sangat  luas.  Secara  rata-rata  luas  lahan  untuk  tanaman  pertanian  di China selama periode 1961-2010 mencapai 117,1 juta Ha, sementara di ASEAN-5
secara  agregat  hanya  sekitar  62,84  juta  Ha  atau  sekitar  separuh    dari  lahan pertanian  China  pada  periode  yang  sama.  Dari  segi  sumberdaya  modal,  sektor
pertanian  China  juga  didukung  oleh  modal  yang  cukup  besar,  dibandingkan  di ASEAN-5  secara  agregat.  Selama  periode  1961-2010,  rata-rata  nilai  persediaan
modal bersih tanaman pertanian China modal bersih dari  mesin-mesin pertanian dan  tanaman  pertanian  selama  periode  1961-2010  senilai  US    39,2  juta,
sementara ASEAN-5 secara agregat hanya sekitar US  19,3 juta. Selanjutnya  perbandingan  rata-rata  nilai  input  primer  untuk  tanaman
pertanian  diantara  negara-negara  ASEAN-5  menunjukkan  bahwa  Indonesia memiliki  limpahan  tenaga  kerja  dan  sumberdaya  lahan  paling  besar  diantara
negara-negara  ASEAN-5,  kemudian  diikuti  oleh  Thailand.  Rata-rata  jumlah tenaga  kerja  pertanian  di  Indonesia  selama  periode  1961-2010  sekitar  54,83
persen dari total tenaga kerja ASEAN-5, sedangkan sumberdaya lahannya sekitar 48,14 persen dari lahan pertanian ASEAN-5 secara agregat.
163
Tabel. 27 Rata-rata Nilai dan Pertumbuhan Input Primer Tanaman Pertanian Crops ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010
No.
Negara Input
Tenaga Kerja Pert Ribu Jiwa Persediaan Modal Bersih, HK 2005, US
Juta
, a
Input Lahan Tan. Pert Ribu Ha
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
A
Rata Rata Nilai Input Primer
1
China 306.986
498.184 504.682
384.762 29.457
41.029 66.414
39.157 108.589
131.998 128.279
117.131
2
ASEAN-5 52.296
79.638 83.733
64.071 14.699
24.593 27.757
19.315 56.663
68.522 75.241
62.839
a
Indonesia 26.977
45.654 49.031
35.135 1.820
8.736 9.746
4.725 26.953
31.164 38.809
30.253
b
Malaysia 2.135
1.877 1.741
2.002 227
569 598
367 4.909
7.543 7.595
5.973
c
Philippines 7.562
11.835 13.019
9.520 2.034
2.482 3.584
2.429 8.511
9.845 9.957
9.072
d
Singapura
a
24,0 4,8
2,5 15,9
32,6 64,5
64,9 45,5
9,0 1,5
1,1 5,9
e
Thailand 15.598
20.268 19.941
17.398 10.605
13.115 13.793
11.726 16.367
19.968 18.888
17.589
3
ASEAN 81.760
125.892 136.549
101.635 41.066
87.858 101.785
62.165 76.549
90.705 100.919
84.384
B
Pertumbuhan Input Primer
1
China 5,12
0,45 0,05
3,11 2,29
2,02 6,10
2,83 0,81
0,06 0,62
0,35
2
ASEAN-5 3,75
0,73 0,13
2,40 1,37
2,91 0,71
1,61 1,26
0,21 0,99
0,99
a
Indonesia 5,09
1,22 0,22
3,30 4,98
6,92 0,07
4,70 0,73
0,81 1,86
0,98
b
Malaysia 0,71
0,44 1,36
0,79 2,88
3,28 0,02
2,47 1,95
0,92 0,01
1,34
c
Philippines 3,62
1,36 0,78
2,58 0,34
1,54 4,69
1,45 1,26
0,19 0,62
0,83
d
Singapura 6,34
2,36 1,50
4,54 17,31
0,45 0,02
10,34 5,23
3,38 2,67
2,95
e
Thailand 2,66
0,56 0,40
1,38 0,82
1,06 0,44
0,78 2,07
0,79 0,06
1,06
3
ASEAN 3,58
1,04 0,59
2,45 2,23
3,93 0,91
2,29 1,00
0,41 1,09
0,90 Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012
Keterangan :      = Penduduk bekerja di sektor pertanian = Nilai bersih persediaan modal untuk mesin-mesin pertanian Machinery  Equipment dan tanaman pertanian Plantation Crops
= Lahan tanaman pertanian Arable land and permanent crops a  = Variabel Modal untuk Singapura menggunakan Jumlah Unit mesin-mesin pertanian Tractors Agric and Harvesters-Threshers
163
164 Pada Tabel 27 diatas juga terlihat bahwa pertumbuhan input tenaga kerja
dan persediaan modal untuk tanaman pertanian  di China secara rata-rata tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan input serupa di ASEAN-5 secara agregat.
Selama  periode  1961-2010.  Selama  periode  tersebut  tenaga  kerja  pertanian  di China tumbuh sekitar 3,11 persen, sementara pertumbuhan tenaga kerja ASEAN-
5  dalam  periode  yang  sama  hanya  sekitar  2,40  persen  per  tahun.  Puncak pertumbuhan  tenaga  kerja  pertanian  China  terutama  terjadi  pada  periode  1961-
1985, sedangkan dalam  periode 2001-2010 tenaga kerja pertanian China tumbuh secara negatif. Mirip dengan pola pertumbuhan tenaga kerja China, pertumbuhan
tenaga  kerja  pertanian  ASEAN-5  secara  agregat  juga  paling  tinggi  pada  periode awal dan terendah pada periode akhir 2001-2010.
Selanjutnya  untuk  input  primer  modal,  tampaknya  pertumbuhan  modal pertanian  di  China  mengalami  perkembangan  paling  pesat  pada  periode  2001-
2010, sementara pertumbuhan tertinggi modal pertanian di ASEAN-5 terjadi pada periode  1986-2000.  Sedangkan  untuk  input  lahan,  pertumbuhan  lahan  tanaman
pertanian di China mencapai puncaknya pada periode awal 1961-1985 demikian pula  puncak  pertumbuhan  lahan  ASEAN-5  secara  agregat,  akan  tetapi  lahan
tanaman  pertanian  China  pada  periode  2000-2010  mengalami  kemerosotan pertumbuhan,  yakni  secara  rata  tumbuh  secara  negatif  sebesar  -0,62  persen,
sementara lahan  tanaman pertanian ASEAN-5 sepanjang periode tumbuh secara positif  yakni  tumbuh  sekitar  0,99  persen  selama  periode  1961-2010,  sementara
China dalam periode yang sama hanya tumbuh sekitar 0,35 persen per tahun. Lebih  lanjut,  perbandingan  pertumbuhan  berbagai  input  primer  diantara
negara-negara  ASEAN-5  memperlihatkan  bahwa  pertumbuhan  tenaga  kerja  dan pertumbuhan  modal  tanaman  pertanian  Indonesia  selama  periode  1961-2010
memiliki  pertumbuhan  paling  tinggi  diantara  negara-negara  ASEAN-5.  Puncak pertumbuhan  tenaga  kerja  Indonesia  terjadi  pada  periode  1961-1985  dengan
pertumbuhan  sekitar  5,09  persen  per    tahun,  sedangkan  untuk  modal  sepanjang periode pertumbuhan modal tanaman pertanian Indonnesia tumbuh diatas 4 persen
per  tahun,  kecuali  pada  periode  2001-2010  tumbuh  secara  negatif.  Sedangkan untuk  sumberdaya  lahan,  tampaknya  pertumbuhan  lahan  tanaman  pertanian
tertinggi  diraih  oleh  Malaysia  dengan  rata-rata  pertumbuhan  sekitar  1,34  persen
165 per  tahun  sementara  Indonesia  dalam  periode  yang  sama  hanya  tumbuh  sekitar
0,98 persen per tahun. Limpahan  tenaga  kerja  pertanian  yang  sangat  besar  di  China,
menyebabkan tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja pada usaha pertanian di  China.  Tingkat  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  pertanian  di  China  selama
periode  1961-2010,  secara  rata-rata  mencapai  3-4  orang  lebih  per  hektar  lahan, sementara  untuk  ASEAN-5  secara  agregat  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja
pertanian  hanya  1  orang  per  hektar.  Di  ASEAN-5  tercatat  Singapura  memiliki intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  tertinggi  yakni  sekitar  2-3  orang  per  hektar.
Tingginya  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  pertanian  Singapura,  karena memang  negara  ini  memiliki  lahan  pertanian  yang  sangat  terbatas,  kira-kira
15000  dari  lahan  pertanian  Indonesia.  Selain  itu  intesitas  penggunaan  tenaga kerja  pertanian  di  Singapura  juga  terus  mengalami  penurunan  dalam  dua  dekade
terakhir. Pada periode 1991-200 intensitas penggunaan tenaga kerja di Singapura sebanyak  3,21  orang  per  hektar  menurun  pada  periode  berikutnya  menjadi  2,36
orang  per  hektar.  Setelah  Singapura,  Indonesia  menempati  urutan  kedua  dalam intensitas penggunaan tenaga kerja, yakni rata-rata 1,14  orang per hektar selama
periode 1961-2010. China, selain memiliki sumberdaya lahan yang sangat besar, kualitas lahan
tanaman  pertanian  juga  jauh  lebih  baik  dibandingkan  kondisi  lahan  pertanian  di negara-negara  ASEAN-5.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  tingginya  proporsi  lahan
beririgasi di China. Sejak awal periode, proporsi lahan beririgasi dari total lahan tanaman pertanian di China mencapai  diatas 40  persen, bahkan pada tahun 2009
lebih  dari  separuh  lahan  tanaman  pertanian  di  China  sudah  dilengkapi  sarana irigasi. Sementara di ASEAN-5 secara agregat, secara rata-rata pada periode akhir
hanya  sekitar  19,10  persen  dari  total  lahan  tanaman  pertanian  yang  dilengkapi sarana  irigasi. Untuk negara-negara ASEAN-5, tercatat bahwa Thailand memiliki
proporsi  lahan  beririgasi  paling  tinggi  yakni  sekitar  32,70  persen  pada  periode 2000-2010. Sementara proporsi lahan  beririgasi di  Indonesia hanya sekitar 16,53
persen dari total lahan tanaman pertanian.
166
Tabel. 28. Intensitas Penggunaan Input Tanaman Pertanian Crops di ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010
Negara Proporsi Lahan Irigasi Terhadap
Total Lahan Tanaman Pertanian Jumlah TK Per Ha
Jumlah  Traktor 1000 Ha Penggunaan Pupuk KgHa
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
61-85 86-00
01-10 61-10
China 44,19
39,77 48,43
44,12 2,79
3,78 3,95
3,22 4,20
6,68 10,92
5,91 91,89
249,74 368,03
178,19 ASEAN-5
14,15 16,90
19,10 15,67
0,91 1,16
1,11 1,00
1,51 9,59
10,17 4,77
30,16 84,96
100,23 54,84
Indonesia 14,93
15,10 16,53
15,28 0,99
1,47 1,25
1,14 1,40
11,82 10,82
5,27 32,82
80,29 88,01
53,36 Malaysia
6,00 4,77
4,81 5,51
0,45 0,25
0,23 0,36
1,47 5,33
5,70 3,06
67,56 154,49
192,31 109,42
Philippines 12,38
14,92 14,42
13,31 0,87
1,21 1,31
1,03 0,97
1,21 1,21
1,06 30,00
66,86 75,42
46,02 Thailand
16,03 25,41
32,70 21,15
0,95 1,02
1,06 0,98
1,97 11,93
15,37 6,51
15,53 75,13
101,39 44,05
ASEAN 13,97
18,41 21,24
16,28 1,05
1,39 1,35
1,18 1,42
10,36 11,81
5,17 27,17
81,86 97,21
51,74 Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012
166
167 Pada Tabel 28 diatas juga terlihat bahwa, usaha-usaha pertanian di China
selain  labor  intensive  juga  memiliki  intensitas  penggunaan  alat-alat  pertanian serta  penggunaan  sarana  pupuk  rata-rata  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan
ASEAN-5 secara agregat. Secara rata-rata usaha pertanian di China menggunakan traktor  dan  Harvester-Thresher  sebanyak  5,91  unit  per  1000  Ha  selama  periode
1961-2010,  sementara  di  ASEAN-5  hanya  sekitar  4,77  unit  per  1000  Ha. Demikian pula dilihat dari penggunaan pupuk. Secara rata-rata penggunaan pupuk
di China selama periode 1961-2010 mencapai 178,19 Kg per Hektar, sementara di ASEAN-5  hanya  rata-rata  54,84  Kg  per  Hektar  dalam  periode  yang  sama.
Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa, usaha pertanian di China selain lebih padat  tenaga  kerja,  juga  lebih  padat  modal  dibandingkan  usaha  pertanian  di
ASEAN-5.  Intensitas  penggunaan  alat-alat  pertanian  dan  penggunaan  pupuk  di China, hanya kalah intensif dari Singgapore, dimana penggunaan alat pertanian di
Singapura mencapai 25,57 unit per 1000 Ha dan penggunaan pupuknya rata-rata sekitar 2,4 ton per Ha.
6.1.1.2. Produktivitas dan Proporsi Biaya cost share Input Primer