Hipotesis Penelitian KERANGKA TEORITIS

69 Octaviani et al 2010 menganalisis dampak FTA ASEAN-China terhadap makroekonomi dan ekonomi sektoral Indonesia. Studi ini menggunakan model dan database GTAP7 dengan skenario menghapus tarif impor ASEAN dan China menjadi 0 persen untuk semua komoditi perdagangan ASEAN-China untuk melihat dampaknya terhadap berbagai variabel makroekonomi. Studi ini menemukan bahwa dengan penghapusan tarif perdagangan ASEAN-China akan memberikan dampak makro dan sektoral di Indonesia. ACFTA akan memberikan dampak terhadap berbagai variabel makroekonomi Indonesia seperti peningkatan kesejahteraan, GDP riil, GDP deflator, konsumsi pemerintah danswasta, investasi, term of trade, volume dan harga investasi namun menyebabkan neraca perdagangaan yang negatif. Selain itu ACFTA juga akan berdampak secara sektoral di Indonesia. ACFTA akan meningkatkan output komoditas tertentu yang hal ini sejalan dengan peningkatan ekspor dan kesempatan kerja. Komoditas yang mengalami penurunan output, kecenderungannya ekspor maupun kesempatan kerja juga mengalami penurunan. Hartono, et al., 2007 mengkaji integrasi ekonomi regional dengan beberapa area perdagangan bebas termasuk ACFTA dan dampaknya terhadap pertumbuhan, kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia. Dengan menggunakan CGE Global berdasarkan database GTAP 6.0. Secara umum ditemukan bahwa Indonesia memperoleh keuntungan dalam hal GDP riil, output, dan kesejahteraan, kecuali FTA dengan India. Berbagai FTA juga meningkatkan pendapatan kelompok rumahtangga pedesaan rural group yang lebih tinggi dibandingkan kelompok rumahtangga perkotaan urban group.

3.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teoritis dan berbagai data penunjang serta berbagai temuan-temuan dari hasil studi terdahulu, maka sebagai jawaban sementara tujuan penelitian, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut. 1. Limpahan sumberdaya tenaga kerja dan teknologi diduga berkontribusi paling besar pada output pertanian di China, sementara limpahan sumberdaya di negara-negara ASEAN-5 lebih banyak bersumber dari sumberdaya alam dan tenaga kerja. 70 2. Komoditi pertanian China lebih unggul mengakses pasar global dibandingkan produk-produk pertanian nengara-negara SEAN-5. 3. Transmisi harga internasional berbagai komoditi pangan ke pasar domestik China lebih tinggi dibandingkan transmisi harga komoditi serupa di negara angota ASEAN-5, sebaliknya untuk komoditi perkebunan maka transmisi harga di ASEAN-5 lebih tinggi dari China. 4. Implementasi kerjasama perdagangan bebas ASEAN-China akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap berbagai variabel makro negara-negara ASEAN-China, namun tidak banyak berpengaruh terhadap perekonomian pedesaan di Indonesia. 5. Peningkatan teknologi pertanian, dan peningkatan transmisi harga melalui perbaikan sistem pemasaran komoditi pertanian akan memberikan dampak signifikan terhadap makroekonomi nasional dan pendapatan rumah tanga pedesaan di Indonesia.

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Kerangka Pemikiran

Kerjasama perdagangan bebas regional di Kawasan ASEAN-China ACFTA yang pada intinya menghapus tarif perdagangan diantara negara-negara anggotanya mulai diimplementasikan sejak awal tahun 2010 untuk enam anggota lama ASEAN plus China, dan pada tahun 2015 untuk anggota baru ASEAN. China dan negara-negara ASEAN masing-masing memiliki limpahan sumberdaya yang beragam. China dikenal memiliki limpahan tenaga kerja yang besar dengan upah yang murah serta ditunjang dengan pasar domestik yang besar sehingga memungkinkan produsen China mampu menghasilkan produk pada skala efisien dengan harga yang kompetitif. Di pihak lain negara negara ASEAN, khususnya ASEAN-5 memiliki limpahan sumberdaya alam yang besar untuk memproduksi berbagai hasil pertanian, khususnya tanaman tropis. Dengan beragamnya limpahan sumberdaya yang dimiliki masing-masing negara, maka penghapusan tarif perdagangan melalui kerangka kesepakatan ACFTA akan berdampak pada peningkatan intensitas perdagangan diantara mereka berdasarkan keunggulan yang dimilikinya, sehingga akan mempengaruhi perekonomian masing-masing negara, termasuk Indonesia. Bahkan, dengan meliberalisasi perdagangan komoditi pertanian, sebagai bagian dari kerangka ACFTA dapat mempengaruhi kondisi perekonomian pedesaan di Indonesia sebagai basis utama produsen pertanian. Namun dampak liberalisasi perdagangan ini tidak akan seragam di semua negara, hal ini terkait selain perbedaan dalam hal pengembalian dan produktivitas faktor juga terkait perbedaan transmisi harga internasional ke pasar domestik di masing-masing negara. Dengan transmisi harga yang rendah, maka potensi “gain of trade” dari liberalisasi pertanian tidak akan akan dinikmati secara signifikan oleh produsen-produsen pertanian yang umumnya bermukim di pedesaan sehingga dampak liberalisasi terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan bisa jadi juga tidak signifikan.