1.5. Kebaruan Penelitian Novelty
Studi ini, yang secara umum ditujukan untuk menganalisis dayasaing sektor pertanian menghadapi kesepakatan ACFTA dan implikasinya terhadap
perekonomian pedesaan di Indonesia, di mana berdasarkan objek dan pendekatannya memiliki tiga aspek yang merupakan ciri pembeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Ketiga aspek tersebut sekaligus merupakan aspek kebaruan novelty dalam studi ini yang secara terperinci diuraikan sebagai
berikut 1. Dari segi objek penelitian, analisis dampak liberalisasi pertanian dalam
kerangka kesepakatan ACFTA terhadap perekonomian pedesaan di Indonesia dengan mempertimbangkan produktivitas faktor dan transmisi harga
internasional ke pasar domestik dipandang sebagai aspek kebaruan dari studi ini. Studi sebelumnya umumnya menganalisis implikasi ACFTA secara
umum dan dampaknya terhadap variabel makroekonomi di masing-masing negara. Beberapa diantaranya secara spesifik menganalisis implikasi
liberalisasi pertanian berdasarkan kerangka kesepakatan ACFTA terhadap perekonomian Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Wibowo, 2009 dan
Tambunan, 2009, namun variebel ekonomi yang diukur hanya pada variable makroekonomi saja seperti dampak perdagangan, GD riil dan sebagainya.
Disisi lain, Hartono, et al., 2007 dalam analisisnya mencakup implikasi ACFTA terhadap pendapatan rumah tangga pedesaan Indonesia, namun studi
ini hanya melihat implikasi ACFTA secara umum dan tidak spesifik pada liberalisasi pertanian, studi ini juga tidak dapat mnjawab implikasi dari
peningkatan teknologi pertanian serta perbaikan transmisi harga terhadap perubahan pendapatan rumah tangga pedesaan di Indonesia
2. Dari segi metode análisis dayasaing, studi ini menganalisis dayasaing komoditi pertanian negara-negara ASEAN-5 dan China berdasarkan indikator
dayasaing dari sisi supply yang dikombinasikan indikator daya saing kooditi dipasar global. Indikator dayasaing dari sisi supply ini didasarkan pada nilai
total factor productivity TFP. Sedangkan indikator daya saing di pasar
global didasarkan pada indikator revealed comparativea dventage RCA,
indikator pansa pasar market shar, indeks spesialisasi perdagngan ISP dan indeks komplemener perdagangan IKP. Selain itu studi ini juga melihat
dampak peningkatan TFP pertanian terhadap dayasaing komoditi pertanian tersebut di pasar global. Dampak peningkatan TFP terhadap indikator
dayasaing di pasar global juga dipandang sebagai salah satu kebaruan daristudi ini. Berbagai studi komparasi dayasaing antarnegara ASEAN dan
China sebelumnya seperti Tongzon 2005, Hadi dan Mardianto 2004, Tambunan 2009 dan Ibrahim 2010, kesemuanya hanya menggunakan
pendekatan indikator dayasaing dari sisi demand, yakni indikator seperti the world market shares index
XCI, Constant Market Share CMS, revealed competitive advantage index
RCA, Index of Export Overlap IEO. 3. Dari segi metodologi, studi ini juga yang pertama mempertimbangkan
produktivitas faktor pertanian dan transmisi harga internasional ke pasar domestik ke dalam persamaan CGE dalam menganalisis implikasi
kesepakatan ACFTA terhadap perekonomian negara-negara ASEAN-5 dan China serta terhadap perekonomian pedesaan di Indonesia. Menurut
Valenzuela 2007 bahwa model CGE seperti halnya GTAP standar mengasumsikan adanya transmisi harga yang sempurna antara pasar global
dengan pasar domestik, sementara Conforti 2004 menyebutkan bahwa ketidak sempurnaan transmisi harga selalu muncul yang disebabkan oleh
faktor-faktor seperti biaya transaksi, struktur pasar, perubahan dalam nilai tukar exchange rates dan faktor lainnya. Bahkan Nicita 2005
menyebutkan bahwa perbedaan transmisi harga antarnegara, maupun antarregion dalam satu negara merupakan salah satu sebab perbedaan dampak
liberalisasi antarregion. Karena itu, menganalisis ketidaksempurnaan transmisi harga internasional ke pasar domestik, dan mempertimbangkannya
ke dalam model CGE di pandang sebagai salah satu aspek kebaruan dalam studi ini.
1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian