167 Pada Tabel 28 diatas juga terlihat bahwa, usaha-usaha pertanian di China
selain  labor  intensive  juga  memiliki  intensitas  penggunaan  alat-alat  pertanian serta  penggunaan  sarana  pupuk  rata-rata  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan
ASEAN-5 secara agregat. Secara rata-rata usaha pertanian di China menggunakan traktor  dan  Harvester-Thresher  sebanyak  5,91  unit  per  1000  Ha  selama  periode
1961-2010,  sementara  di  ASEAN-5  hanya  sekitar  4,77  unit  per  1000  Ha. Demikian pula dilihat dari penggunaan pupuk. Secara rata-rata penggunaan pupuk
di China selama periode 1961-2010 mencapai 178,19 Kg per Hektar, sementara di ASEAN-5  hanya  rata-rata  54,84  Kg  per  Hektar  dalam  periode  yang  sama.
Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa, usaha pertanian di China selain lebih padat  tenaga  kerja,  juga  lebih  padat  modal  dibandingkan  usaha  pertanian  di
ASEAN-5.  Intensitas  penggunaan  alat-alat  pertanian  dan  penggunaan  pupuk  di China, hanya kalah intensif dari Singgapore, dimana penggunaan alat pertanian di
Singapura mencapai 25,57 unit per 1000 Ha dan penggunaan pupuknya rata-rata sekitar 2,4 ton per Ha.
6.1.1.2. Produktivitas dan Proporsi Biaya cost share Input Primer
6.1.1.2.1. Produktivitas Input Primer
Produktivitas  faktor  primer  yang  dimaksudkan  untuk  mengukur  besaran nilai  output  yang  dicapai  dari  setiap  penggunaan  input  perimer  sebesar  satu
satuan.  Semakin  besar  nilai  produktivitas  ini  mencerinkan  semakin  efisien penggunaa  input  tersebut  dengan  asumsi  bahwa  faktor  lain  dianggap  tetap.
Produktivitas  input  primer  diukur  dari  rasio  antara  nilai  produksi  kotor  tanaman pertanian  crops  dalam  US    dengan  jumlah  unit  input  primer  tenaga  terja,
modal dan lahan di masing-masing negara secara agregat. Seperti  yang  sudah  jelaskan  sebelumnya  bahwa  input  primer  yang
digunakan  untuk  mengestimasi  total  fator  productivity  TFP  tanaman  pertanian di masing-masing negara ASEAN-5 dan China, terdiri dari tiga input primer yakni
masing-masing  tenaga  kerja  labor,  Persediaan  modal  bersih  net  capital  stock dan  lahan  tanaman  pertanian  land  crops.  Perbandingan  produktivitas  masing-
masing negara ASEAN-5 dan China dari setiap input primer disajikan pada Tabel 29.  Terlihat  bahwa,  produktivitas  tenaga  kerja  di  ASEAN-5  secara  agregat  lebih
168 tinggi  dibandingkan  produktivitas  tenaga  kerja  di  China.  Selama  periode  2000-
2010,  produktivitas  tenaga  kerja  tanaman  pertanian  di  ASEAN-5  mencapai  US 1.092,35 per tenaga kerja. Dengan kata lain setiap 1 orang tenaga kerja pertanian
di  ASEAN-5  secara  rata-rata  selama  periode  tersebut  dapat  menghasilkan  nilai produksi sebesar US 1,09 ribu. Sementara di China produktivitas tenaga kerjanya
hanya sebesar US 602,14 per tenaga kerja dalam periode yang sama. Lebih rendahnya produktivitas tenaga kerja pertanian China dibandingkan
ASEAN-5, disebabkan karena usaha tanaman pertanian di China jauh lebih padat tenaga  kerja  lebor  intensive  dibandingkan  ASEAN-5.  Seperti  yang  dijelaskan
sebelumnya  bahwa  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  pada  usaha  tanaman pertanian di China rata-rata 3-4 orang per hektar sementara di ASEAN-5 rata-rata
hanya 1 orang per hektar. Bisa jadi tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja pada  usaha  pertanian  di  China  karena  biaya  tenaga  kerja  di  China  relatif  lebih
murah dibandingkan biaya faktor produksi lainnya. Selanjutnya  perbandingan  produktivitas  tenaga  kerja  diantara  negara-
negara ASEAN-5 menunjukkan bahwa Malaysia menempati urutan teratas dalam produktivitas  tenaga  kerjanya.  Setiap  1  orang  tenaga  kerja  di  Malaysia  rata-rata
menghasilkan  output  sebesar  US  6  ribu  selama  periode  2000-2010.  Sementara dalam  periode  tersebut  Indonesia  memiliki  produktivitas  tenaga  kerja  paling
rendah.  Tingginya  produktivitas  tenaga  kerja  di  Malaysia  disebabkan  karena Malaysia adalah negara ASEAN-5 yang paling hemat menggunakan tenaga kerja
pada usaha-usaha pertanian. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa intensitas penggunaan  tenaga  kerja  di  Malaysia  adalah  paling  rendah  yakni  rata-rata  0,23
orang  per  Ha  selama  periode  2000-2010  Tabel  28.  Dengan  kata  lain  setiap
tenaga kerja di Malaysia selama periode tersebut dapat mengerjakan lahan 4-5 Ha per  orang,  sementara  Indonesia    pada  periode  yang  sama  menggunakan  tenaga
kerja  yang  lebih  intensif  yakni  sebanyak  1,25  orang  per  Ha,  atau  setiap  tenaga kerja hanya mengerjakan lahan sekitar 0,8 Ha per tenaga kerja.
Tingginya  penghematan  tenaga  kerja  di  Malaysia  selain  disebabkan  oleh upah  tenaga  kerja  pertanian  yang  lebih  tinggi,  juga  karena  sebagian  besar  usaha
tanaman pertanian di Malaysia dalam bentuk usaha perkebunan besar. Pada tahun
169 2010,  sekitar  75,63  persen  dari  total  nilai  produksi  tanaman  pertanian  Malaysia
bersumber  dari  dua  komoditi  utama  yakni  komoditi  kelapa  sawit  dan  komoditi karet,  dimana  kedua  usaha  pertanian  tersebut  umunya  di  kelola  dalam  bentuk
usaha perkebunan swasta, dengan demikian manajemen penggunaan tenaga kerja dapat dikelola secara profesional.
Selanjutnya  perbandingan  produktivitas  modal  pada  usaha  tanaman pertanian China dan ASEAN-5,  yang diukur dari rasio antara nilai produksi US
dengan  jumlah  unit  modal  US    yang  digunakan,  juga  sekaligus menjelelaskan  tentang  perbandingan  tingkat  pengembaalian  modal  return  on
investment, ROI dari setiap unit US  yang dinvestasikan diantara negara-negara
ASEAN-5  dan  China.  Tingkat  produktivitas  modal,  atau  return  on  investment ROI
pada  usaha  tanaman  pertanian  China  lebih  tinggi  dibandingkan produktivitas  modal  di  ASEAN-5  secara  agregat.  Secara  rata-rata  produktivitas
modal di China selama periode 2000-2010 sebesar 4,70, sementara di ASEAN-5 sebesar  3,28  pada  periode  yang  sama.  Dengan  kata  lain  setiap  US    1  yang
diinvetasikan pada usaha tanaman pertanian di China dapat menghasilkan  output sebesar US  4,7, sementara di ASEAN-5 hanya sebesar US  3,28. Selanjutnya
perbandingan  tingkat  produktivitas  modal  diantara  negara-negara  ASEAN-5 menunjukkan  bahwa  Malaysia  menempati  urutan  teratas  dengan  rata-rata
produktivitas modal sebesar 17,14 selama periode 2000-2010 dan terendah adalah Thailand dengan produktivitas modal sebesar 1,62 dalam periode yang sama.
170
Tabel 29 Produktivitas Input Primer Tanaman Pertanian Crops ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010.
No.
Negara Produktivitas Tenaga Kerja USTK
Produktivitas Modal Bersih Nilai Output per 1 US Modal
Produktivitas Lahan USHa 61-85
86-00 01-10
61-10 61-85
86-00 01-10
61-10 61-85
86-00 01-10
61-10
1
China 359,89
433,78 602,14
421,49 3,60
5,29 4,70
4,13 960,35
1.642,14 2.383,89
1.374,63
2
ASEAN-5 683,58
839,75 1.092,35
794,94 2,39
2,69 3,28
2,63 620,18
977,88 1.207,47
806,96
a
Indonesia 600,47
690,34 900,60
677,20 9,29
3,66 4,55
7,24 573,85
1.012,86 1.123,22
769,48
b
Malaysia 1.769,44
3.745,26 5.959,70
2.991,34 15,95
12,35 17,14
15,49 724,73
923,42 1.349,83
888,03
c
Philippines 941,74
922,73 1.103,13
969,77 3,47
4,44 4,05
3,78 814,53
1.118,56 1.444,05
998,94
d
Singapura 588,88
238,56 1.268,60
654,97 Na
Na Na
Na 1.539,87
718,75 3.041,87
1.682,42
e
Thailand 595,67
863,97 1.137,42
755,07 0,88
1,33 1,64
1,12 566,51
878,73 1.199,57
752,88
3
ASEAN 573,00
702,19 930,27
668,68 1,13
1,02 1,25
1,13 602,25
977,75 1.253,33
804,79 Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012.
Keterangan :      = Penduduk bekerja di sektor pertanian = Nilai bersih persediaan modal untuk mesin-mesin pertanian Machinery  Equipment dan tanaman pertanian Plantation Crops
= Lahan tanaman pertanian Arable land and permanent crops
170
171 Selanjutnya  pada  Tabel  29  diatas  juga  terlihat  komparasi  produktivitas
input primer  lahan.  Secara  rata-rata  produktivitas  lahan  di  China  selama  periode
2000-2010  sebesar  US    2.383,89  Per  Ha  atau  kira-kira  dua  kali  lipat  dari produktivitas lahan di ASEAN-5 secara agregat yang nilai produktivitas lahannya
hanya  sebesar  US  1.207,47  per  Ha  pada  periode  yang  sama.  Tingginya produktivitas lahan di China disebabkan karena infrastruktur lahan di China, jauh
lebih  bagus  dibandingkan  infrastruktur  lahan  di  ASEAN-5  secara  agregat.  Hal tersebut tercermin dari proporsi lahan yang dilengkapi sarana irigasi di China jauh
lebih  tinggi  dibandingkan  di  ASEAN-5  secara  agregat.  Seperti  yang  disebutkan sebelumnya  bahwa  pada  tahun  2009  lebih  dari  separuh  51,89  persen  lahan
tanaman pertanian di China sudah dilengkapi sarana irigasi. Sementara lahan yang beririgasi di ASEAN-5 secara agregat hanya sekitar 18,89 persen dari total lahan
tanaman pertanian pada tahun yang sama. Selain  infrastruktur  lahan  yang  bagus,  tingginya  produktivitas  lahan  di
China  juga  diduga  terkait  penerapan  teknologi  produksi  yang  lebih  maju dibandingkan  di  ASEAN-5  secara  rata-rata.  Hal  ini  tercermin  dari  intensitas
penggunaan  mekanisasi  pertanian  yang  lebih  tinggi  serta  penggunaan  input produksi  pupuk  yang  juga  lebih  tinggi  dibandingkan  ASEAN-5  secara  agregat.
Seperti  yang  ditunjukkan  pada  tabel  sebelumnya  Tabel  28,  memperlihatkan
bahwa  rata-rata  penggunaan  traktor  di  China  selama  periode  1961-2010  sebesar 5,91 unit per 1000 Ha sementara di ASEAN-5 hanya sebesar 4,77 unit per 1000
Ha.  Demikinan  pula  intensitas  penggunaan  pupuknya  jauh  melampaui penggunaan  pupuk  di  ASEAN-5.  Rata-rata  penggunaan  pupuk  di  China  selama
periode  1961-2010  mencapai  178,19  Kg  per  Ha,  sementara  di  ASEAN-5  hanya sekitar 54,84 per Ha dalam periode yang sama.
6.1.1.2.2. Proporsi Biaya cost Share
Seperti  yang  sudah  dijelaskan  sebelumnya  total  factor  productifity  TFP tidak  lain  adalah  nilai  residual  dari  pertumbuhan  output  setelah  dikurangi
kontribusi masing-masing faktor input tehadap pertumbuhan output. Kontribusi tersebut  diukur  dari  hasil  perkalian  antara  pertumbuhan  input  dengan  proporsi
biaya cost share masing-masing input. Proporsi biaya dihitung dari rasio antara
172 biaya  input  tertentu  harga  dikali  jumlah  input  tertentu  yang  digunakan  dengan
total biaya dari keseluruhan input  yang digunakan dalam fungsi produksi. Harga yang  dimaksud  bukanlah  harga  nominal  dari  masing-masing  input,  melainkan
harga bayangan  shadow price, atau harga  yang  mencerminkan kelangkaan dari masing-masing input. Shadow price adalah produksi marginal dari masing-masing
input primer, yang diestimasi dari fungsi produksi dengan metode OLS ordinary
least  square .  Simpelnya,  cost  share  dihitung  dari
dimana adalah produksi marginal faktor primer tertentu dan  Xi adalah jumlah input
Xi yang digunakan. Berdasarkan  hasil  perhitungan  nilai  proporsi  biaya  masin-masing  input
primer  terhadap  usaha  tanaman  pertanian  di  ASEAN-5  dan  China  menunjukkan bahwa  proporsi  biaya  masing-masing  input  primer  di  China  sedikit  kontras
dengan proporsi biaya  input serupa di ASEAN-5  secara agregat. Secara rata-rata selama  periode  1961-2010,  input  primer  tenaga  kerja  di  China  yang  memiliki
proporsi  biaya  paling  besar  yakni  sekitar  52,34  persen,  kemudian  lahan  sebesar 45,67  persen  dan  modal  hanya  sekitar  2,0  persen.  Sementara  ASEAN-5  dalam
periode yang sama, input primer lahan justru yang memiliki proporsi biaya paling besar  yakni  60,79  persen  sedangkan  tenaga  kerja  rata-rata  hanya  sekitar  35,34
persen.  Tingginya  proporsi  biaya  untuk  tenaga  kerja  dibandingkan  biaya  untuk input
primer  lainnya  di  China,  selain  disebabkan  produksi  marginal  tenaga  kerja China yang relatif lebih tinggi dibandingkan produksi marginal input lainnya, juga
karena  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  di  China  relatif  tinggi.  Sementara  di ASEAN-5 tampaknya pengaruh peningkatan lahan terhadap peningkatan produksi
masih paling besar dibandingkan pengaruh input lainnya. Akan  tetapi  ada  kesamaan  pola  perubahan  proporsi  biaya  dari  masing-
masing input antara China dan ASEAN-5 secara agregat, dimana kecenderungan peningkatan  proporsi  biaya  dari  tenaga  kerja  cenderung  meningkat,  sementara
proporsi  biaya  dari  lahan    dan  modal  cenderung  menurun.  Hal  ini  disebabkan karena  selain  peningkatan  produksi  marginal  tenaga  kerja  yang  meningkat  lebih
cepat  dibandingkan  peningkatan  produksi  marginal  tenaga  kerja,  juga  karena terjadi  peningkatann  intensitas  penggunaan  tenaga  kerja  di  China  maupun  di
ASEAN-5 dari periode sebelumnya.
173 Tabel 30
Proporsi  Biaya  cost  share  dan  Produksi  Marginal  Input  Primer  Tanaman  Pertanian  Crops  ASEAN-5  dan  China  Tahun. 1961-2010
No. Negara
Input Tenaga Kerja Pert.
Input Modal Bersih Tan. Pert
Input Lahan Tan. Pert
61-85 86-00
01-10 Rata-2
61-10 61-85
86-00 01-10
Rata-2 61-10
61-85 86-00
01-10 Rata-2
61-10 A
Proporsi Biaya cost share Inpout Primer 1
China 33,69
58,50 64,82
52,34 2,43
2,81 0,74
2,00 63,88
38,69 34,44
45,67 2
ASEAN-5 18,62
48,27 39,15
35,34 6,80
3,17 1,64
3,87 74,59
48,56 59,21
60,79 a  Indonesia
15,05 41,46
34,99 30,50
3,24 2,41
7,53 4,39
81,71 56,13
57,48 65,11
b  Malaysia 57,35
50,37 24,76
44,16 6,70
8,21 26,88
13,93 35,96
41,42 48,36
41,91 c  Philippines
24,56 16,21
16,52 19,10
14,72 12,09
13,18 13,33
60,72 71,70
70,29 67,57
d  Singapura 66,43
24,97 7,81
33,07 17,47
33,47 92,10
47,68 16,10
41,56 0,10
19,25 e  Thailand
25,69 32,40
29,67 29,25
14,34 1,33
26,12 13,93
59,98 66,27
44,21 56,82
3 ASEAN
23,36 22,69
34,12 26,73
7,14 12,54
13,68 11,12
69,50 64,77
52,21 62,16
B
Produksi Marginal Input Primer
1
China 0,2686
5,6952 1,7304
2,5647 0,0656
0,8644 0,0565
0,3288 0,5489
4,1859 1,0268
1,9206
2
ASEAN-5 0,4325
1,0634 2,0072
1,1677 0,4334
0,1796 0,2072
0,2734 1,7067
1,0826 3,0638
1,9510
a
Indonesia 0,5600
0,7557 1,1509
0,8222 0,4542
0,1118 0,5796
0,3819 2,9963
1,0579 1,9312
1,9951
b
Malaysia 2,9401
2,6079 2,3612
2,6364 0,7511
0,7340 4,1505
1,8786 1,6797
1,8243 3,8474
2,4505
c
Philippines 0,4330
0,6139 0,3154
0,4541 0,9905
0,8220 0,4841
0,7656 1,1416
1,5423 1,4359
1,3733
d
Singapura 0,9793
0,2671 7,6109
2,9524 0,2822
0,1509 19,1260
6,5197 0,3358
1,2410 2,0999
1,2256
e
Thailand 0,4593
1,7768 1,3365
1,1909 0,5697
0,1597 2,5312
1,0869 1,0650
3,6392 2,0025
2,2356
3
ASEAN 0,4136
0,3218 1,3532
0,6962 0,3942
0,4830 1,3947
0,7573 1,2282
0,9430 2,1244
1,4319 Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012.
173
174 Perbandingan  proporsi  biaya  input  primer  diantara  negara-negara
ASEAN-5, seperti yang terlihat pada Tabel 30 diatas  menunjukkan bahwa untuk Indonesia,  Philipina  dan  Thaland,  proporsi  biaya  dari  lahan  lebih  tinggi
dibandingkan  proporsi  biaya  input  primer  lainnya,  sementara  Malaysia  justru proporsi  biaya  dari  tenaga  kerja  relatif  lebih  tinggi  dibandingkan  proporsi  biaya
input primer  lainnya,  pada  hal  Malaysia  adalah  negara  yang  paling  hemat
menggunakan tenaga kerja pertanian. Dengan kata lain bahwa tingginya proporsi biaya tenaga kerja di Malaysia bukanlah dari intensitas penggunaan tenaga kerja
yang  tinggi,  melainkan  dari  upah  tenaga  kerja  yang  tinggi,  ini  tercerimin  dari shadow price
atau produksi marginal  tenaga kerja yang secara rata-rata dua kali lebih besar dari shadow price tenaga kerja di ASEAN-5 secara rata-rata.
Selanjutnya  Singapura  adalah  satu-satunya  negara  di  ASEAN-5  yang memiliki proporsi biaya dari input modal lebih tinggi dibandingkan proporsi biaya
input primer  lainnya.  Secara  rata-rata  selama  periode  1961-2010,  proporsi  biaya
modal di Singapura sekitar 47,68 persen sementara proporsi biaya tenaga kerjanya sekitar  33,07  persen  dan  lahan  sekitar  19,25  persen.  Tingginya  proporsi  biaya
modal  di  Singapura  mengisyaratkan  bahwa  peningkatan  produksi  pertanian Singapura  lebih  bertumpu  pada  peningkatan  modal.  Hal  ini  juga  tercermin  dari
nilai  produksi  marginal  modal  yang  paling  tinggi,  selain  itu,  juga  karena  negara ini  memiliki  intensitas  penggunaan  mekanisasi  pertanian  yang  sangat  tinggi.
Seperti  terlihat  pada  Tabel  Tabel  28,  bahwa  intensitas  penggunaan  alat-alat pertanian  di  Singapura  kira-kira  enam  kali  lipat  dari  penggunaan  alat  pertanian
serupa  dibandingkan  China  dan  ASEAN-5  secara  rata-rata,  demikian  pula penggunaan  sarana  produksi  seperti  pupuk  jauh  lebih  intensif  dibandingkan
negara-negara lainnya.
6.1.1.3. Total  Factor  Productivity  TFP  dan  Kontribusi  Input  Primer