Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

matematika. 9 Akan tetapi, pada kenyataannya kemampuan representasi matematis siswa masih jauh dari kata memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Trend in International Mathematics and Science Study TIMSS pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara dengan skor 397. 10 Selain itu, keikutsertaan Indonesia di dalam Program for International Student Assessment PISA pada mata pelajaran matematika tahun 2009 menduduki peringkat 61 dari 65 negara dengan skor rata-rata 371. Sedangkan skor rata-rata yang dipatok adalah 500. 11 Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam bidang matematika masih berada di bawah skor rata-rata internasional. Hal lain yang menunjukkan masih rendahnya kemampuan representasi matematis siswa adalah terdapat permasalahan pada penyampaian materi dalam pembelajaran matematika, yaitu kurang berkembangnya kemampuan representasi siswa karena siswa kurang diberi kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri dalam proses pembelajaran. 12 Selain itu, keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas dengan cara konvensional belum memungkinkan untuk menumbuhkan atau mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa secara optimal. 13 Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran matematika di MIT Nurul Iman Depok, ditemukan salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi matematis siswa terletak pada model penyajian materi, yakni dalam menyelesaikan masalah siswa cenderung sama dengan contoh-contoh yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa hanya meniru dan menghafalkan bagaimana guru menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga soal yang 9 Mustangin, “Representasi Konsep Dan Peranannya Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang, Vol. I, No. 1, Februari 2015, h. 19-20. 10 Kemendikbud, Survei Internasional TIMSS, 2011, litbang.kemendikbud.go.id. 11 Kemendikbud, Survei Internasional PISA, 2011, litbang.kmendikbud.go.id. 12 Kartini Hutagaol, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2 No. 1, Februari 2013, h. 86. 13 Bambang Hudiono, “Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Jurnal Cakrawala Kependidikan, Vol. 8, No. 2, September 2010, h. 102. diberikan belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi dalam mengungkapkan jawabannya menggunakan representasinya masing- masing. Akibatnya, kemampuan representasi matematis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Lebih lanjut, berdasarkan hasil wawancara pada hari kamis tanggal 28 Juli 2016 kepada guru bidang studi matematika, diperoleh beberapa informasi diantaranya: 1 pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dilakukan seminggu sebelum pembelajaran, 2 metode yang digunakan berupa ceramah, tanya jawab dan latihan, 3 jarangnya penggunaan media pembelajaran, 4 kesulitan mengatur siswa karena kurangnya antusias siswa dalam pembelajaran matematika, 5 Siswa dapat menyelesaikan masalah jika diberikan contoh terlebih dahulu, 6 guru belum pernah mengukur kemampuan representasi matematis siswanya. Sementara itu, ketika ditanya mengenai peranan representasi, guru mengatakan bahwa representasi hanya sebagai alat bantu dalam menyampaikan materi. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian guru terhadap representasi matematis siwa. Kurangnya pengetahuan terhadap peranan-peranan representasi menjadikan beberapa guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa. 14 Senada dengan hasil studi Hudiono yang menyatakan bahwa menurut guru, representasi matematis berupa grafik, tabel atau gambar hanya merupakan pelengkap dalam penyampaian materi dan guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa. 15 Selain itu, berdasarkan hasil ulangan harian menunjukkan hasil belajar matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat hanya 11 orang yang mencapai ketuntasan dengan persentase sebesar 35,5 dan 20 siswa belum mencapai ketuntasan dengan persentase 64,5. Hasil diatas didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Misel dan Erna Suwangsih di SDN 17 Nagri Kaler, berdasarkan hasil data awal menunjukkan kemampuan representasi matematis siswa masih tergolong rendah, kategori lulus hanya 14 Hasil Wawancara dengan Guru Matematika di MI Terpadu Nurul Iman pada Tanggal 28 Juli 2016 15 Hutagaol. loc.cit. diperoleh 9 orang siswa 23.7, sedangkan 29 orang siswa 76.3 dinyatakan masih belum lulus. Sedangkan rata-rata kelas yang diperoleh berada dalam kategori kurang yaitu sebesar 50.32. 16 Ini berarti bahwa kemampuan representasi matematis siswa masih berada dibawah nilai rata- rata. Pembelajaran matematika di kelas hendaknya memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa melatih dan mengembangkan kemampuan representasi matematis. Selain, itu, pembelajaran matematika sebaiknya memberikan kesempatan siswa untuk mencari solusinya dengan representasinya masing- masing. Salah satu contoh masalah dalam NCTM yang terkait dengan representasi matematis disajikan dalam contoh berikut: 17 “Dapatkah kamu jelaskan apa yang akan terjadi terhadap luas daerah sebuah persegi panjang jika panjang sisinya menjadi dua kali panjang semula?” Namun ada siswa yang menunjukkan kemampuan representasinya masih rendah. Hal ini terlihat ketika sebagian siswa ada yang berpikir tergesa- gesa dan langsung menjawab bahwa luasnya menjadi dua kali dari luas persegi panjang semula. Mereka berargumen bahwa jika panjang sisinya dua kali panjang semula tentu luasnya juga akan menjadi dua kali luas persegi panjang semula. Berdasarkan gejala yang telah dipaparkan sebelumnya, muncul permasalahan baru, yaitu bagaimana guru meningkatkan kemampuan representasi siswa menggunakan pendekatan yang tepat. Karena kemampuan representasi matematis dalam pembelajaran matematika siswa sangat perlu dikembangkan untuk menerjemahkan pola pikir matematik. Dalam upaya meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, diperlukan model pembelajaran yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi mampu merangsang daya berpikir siswa untuk membentuk pengetahuan 16 Misel, Erna Suwangsih, “Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa ”, Universitas Pendidikan Indonesia, h. 2. 17 National Council of Teacher of Mathematics, op.cit., h.206-207. mereka sendiri dalam memecahkan masalah-masalah matematika yang dihadapinya. Dengan model yang diterapkan, diharapkan siswa mampu membangun dan mengembangkan bahkan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Salah satu pembelajaran yang diduga dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan representasi adalah model pembelajaran treffinger. Model pembelajaran treffinger adalah proses pembelajaran yang mengupayakan pengintegrasian dimensi kognitif dan afektif untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuh dengan representasi yang dikehendaki. Model pembelajaran treffinger terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap mengungkapkan konsep dasar basic tools, tahap menerapkan konsep dengan praktik practice with process, tahap menerapkan konsep dengan masalah nyata working with real problem. 18 Representasi sendiri merupakan ide-ide atau ungkapan siswa dengan berbagai bentuk baik visual, ekspresi matematika ataupun verbal sebagai solusi dari suatu permasalahan yang disajikan. Dalam prosesnya, pada setiap tahap kegiatan model pembelajaran treffinger mulai dari basic tool, practice with process, dan working real with problem siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru dengan cara-cara dan ide-ide yang dikehendaki ide dalam menentukan representasi yang paling tepat. Kemampuan representasi matematis diperlukan dalam proses ini karena siswa diminta untuk mengungkapkan ide menggunakan representasinya yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut penelitian tentang model dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa penelitian tindakan kelas IV di MI Terpadu Nurul Iman Depok Semester Ganjil Tahun Ajaran 20162017. 18 Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012, h. 172.

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kemampuan representasi matematis siswa masih rendah. 2. Siswa hanya meniru langkah-langkah penyelesaian dari suatu masalah berdasarkan contoh soal yang diberikan. 3. Masih banyak siswa yang tidak dapat mengerjakan soal matematika yang berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru. 4. Guru belum mengikutsertakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan kemampuan representasi sendiri.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mampu menghasilkan gambaran yang jelas tentang masalah yang ada, maka dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disampaikan diatas maka penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah yang bertujuan agar penelitian yang dilakukan terarah dan dapat tercapai dengan baik. Adapun pembatasan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Model pembelajaran treffinger memiliki beberapa tahapan, yaitu: 1 guru menjelaskan konsep dengan membimbing menyelesaikan masalah dasar basic tools, 2 siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah melalui praktik practice with process, dan 3 menerapkan konsep ke masalah nyata working with real problem. 2. Kemampuan representasi matematis yang diukur pada penelitian ini terbatas pada beberapa kemampuan, yaitu: 1 kemampuan membuat model matematika representasi ekspresi matematika, 2 kemampuan membuat gambar untuk memperjelas masalah representasi visual, dan 3 kemampuan mengungkapkan ide matematika dengan teks tertulis representasi verbal. 3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Terpadu Nurul Iman. 4. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah materi bangun datar.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Untuk memperjelas persoalan yang telah digambarkan pada latar belakang masalah, maka disusun perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika di kelas IV pada konsep bangun datar? 2. Apakah model pembelajaran treffinger dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa? 3. Apakah aspek kemampuan representasi matematis yang paling meningkat dari siswa kelas IV pada konsep bangun datar dengan menggunakan model pembelajaran treffinger?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika di kelas IV pada konsep bangun datar. 2. Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa setelah diterapkan model pembelajaran treffinger. 3. Untuk mengetahui aspek representasi yang paling meningkat dari siswa IV pada konsep bangun datar dengan menggunakan model pembelajaran treffinger.

F. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini agar dapat digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya: 1. Bagi siswa Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar matematika. 2. Bagi guru Guru memperoleh pengalaman dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger. Diharapkan nantinya guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan model yang bervariasi dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran bagi siswanya. 3. Bagi sekolah Hasil penelitian dapat memberikan informasi bagi para pendidik tentang seberapa berpengaruhnya implementasi penggunaan model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan representasi matematis siswa. 4. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengalaman dalam pelaksanaan tugas peneliti sebagai pendidik, serta meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik. 5. Bagi pembaca Sebagai tambahan referensi kepustakaan dalam dunia pendidik dan kependidik lainnya, sebagai komparasi dalam pelaksanaan tugas bagi para pendidik lainnya, serta tambahan wawasan keilmuan khususnya dalam bidang kependidikan. 11

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A. Landasan Teoritik

1. Hakikat Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika dijadikan bidang studi yang dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Karena matematika merupakan salah satu dasar dari solusi memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dokumen Depdiknas menyatakan kata matematika berasal dari perkataan latin manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. 1 Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. 2 Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Sehingga diperlukan pembelajaran matematika pada jenjang sekolah yang bertujuan untuk membentuk kemampuan berpikir siswa. Corey memandang bahwa pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa berubah tingkah lakunya. 3 Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir matematik siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi 1 Ahmad Susanto, Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta: Kencana, 2015, h.184. 2 A. Saepul Hamdani, dkk., Matematika I, Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008, edisi pertama, h. 1-7. 3 Susanto, op.cit., h. 186.