Saksi Ahli , DR.RUDI SATRIO

221 kaitannya dengan kekyaan Negara yang dapat dipisahlan dan yang tidak dapat dipisahkan;

4. Saksi Ahli , DR.RUDI SATRIO

a. Bahwa berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1971 telah terjadi perubahan paradigma dengan adanya UU No.31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 Tahun 2001 mengenai perbuatan melawan hukum di dalam UU No.31 tahun 199 tidak lagi berbicara mengenai apakah sudah timbul akibat tetapi berbicara kalau perbuatannya telah merugikan UU No. 31 tahun 199 merumuskan pada aspek sebelum timbulnya akibat; b. Bahwa kata – kata “dapat” dalam UU Korupsi adalah hal yang krusial di dalam tindak pidana korupsi, potensi sudah dapat membuka suatu kerugian Negara dan sudah dapat dikatakan melakukan tindak pidana Korupsi; c. Bahwa menegnai perbuatan melawan hukum materiel yang berfungsi negative dan perbuatan melawan hukum materiel yang berfungsi positif yanitu melawan hukum formil, yaitu melanggar perundang – undangan yang tertulis dan melawan hukum materiel yang berkaitan dengan norma kepatutan yang ada di dalam masyarakat; d. Bahwa apabila suatu perbuatan yang memenuhi 2 rumusan perundang – undangan, di satu sisi memenuhi rumusan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan sisi lain memenuhi rumusan UU Korupsi, dilihat dari asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis adalah apabila seseorang melakukan tindakan pidana khusus maka diatur dalam Pasal 63 KUHP, Universitas Sumatera Utara 222 dan di dalam Pasal 63 KUHP tersebut biasanya ayat 2 yang digunakan untuk pemidanaannya atau yang khusus atau yang specialis; e. Bahwa dalam Undang – Undang No.41 Tahun 1999 terkandung hukum Administratif yang ada unsure pidana , dan merupakan Lex Specialis ; f. Undang - Undang No.41 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001 produk hukum yang berbicara dari 2 sumber yang berbeda, yang satu berbicara dari sananya memang bersumber hukum pidana dan yang satunya dari sananya berbicara hukum Administrasi dan ada sanksi pidana, kalau kita berbicara tindak pidana korupsi, umumnya berbicara KUHP dan kalau kita berbicara tindak pidana kehutanan, umunya berbicara hukum Administrasi kalau memang di dalam kasus tersebut mengalami kesulitan dalam mencari Lex Specialis nya, maka lihatlah mengenai perbuatannya lebih dekat kepada tindak pidana korupsi atau lebih dekat kepada tindak pidana kehutanannya, apabila spesifiknya lebih mendekati tindak pidana kehutanan dilihat dari perbuatannya dan siapa yang menjadi korbannya, maka tidak menutup kemungkinan UU Tindak Pidana Kehutanan yang akan menjadi Lex Specialis nya dibandingkan UU Tindak Pidana Korupsi; g. Bahwa UU No.31 Tahun 1999 tidak bisa mengesampingkan UU No. 41 Tahun 1999 karena adanya asas Premium de Remidium dan UU Kehutanan adalah Undang – Undang Administrasi yang ada sanksi pidana dan sudah ada garis tebalnya atau Stressnya bahwa UU Kehutanan adalah UU Administrasi yangt ada sanksi pidana, maka kita dapat menggunakan UU kehutanan karena sudah ada sanksi pidananya; Universitas Sumatera Utara 223 h. Bahwa apabila ada ketentuan administrasi yang belum dibayar , kemudian setelah itu dibayar , maka dapat menghapuskan sanksi. Ada suatu hal yang berbeda antara disiplin administrasi dengan disiplin hukum pidana, kalau dalam disiplin pidana , orang yang melakukan perbuatan melawan hukum pidana kemudian membayar uang kepada korban, maka tidak dapat menghapus perbuatan pidana dan displin hukum adminstratif saksi tidak tahu; i. Bahwa sanksi pidana di dalam UU Administrasi tidak lebih ringan dan sanksi Pidananya sama beratnya dengan UU Tindak Pidana yang lain; j. Bahwa sanksi pidana di dalam UU Korupsi dan di dalam UU Kehutanan sama saja; Bahwa Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan Pemberantasan Korupsi tidak dapat mengesampingkan asas- asas hukum pidana dan saksi tidak berkompeten menjawab karena bukan bidang saksi untuk meguji perundang – undangan ; k. Bahwa apabila seseorang diduga melakukan tindak pidana, sebagai contoh perbuatan tindak pidana Kehutanan, JPU harus membuktikan kapan dilakukan tindak pidana , dimana dilakukan tindak pidana, dan siapa yang melakukan tindak pidana dan sebagainya dan sangat diperlukan ketentuan tempus , locus dan subyek tindak pidana, pertama untuk mengetahui daluwarsa maka harus diketahui Tempus Delicti apabila tidak diketahui akan kesulitan, kemudian dimana pelaku tindak pidana dengan siapa seterusnya; l. Bahwa JPU harus membuktikan sipa pelaku tindak pidana dengan jelas dan JPU wajib membuktikan siapa pelaku tindak pidana dengan jelas dan Universitas Sumatera Utara 224 JPU wajib membuktikan siapa pelaku tindak pidana, melakukan tindak pidana dengan apa, melakukan tindak pidana dengan siapa dan seterusnya; m. Bahwa perhitungan kerugian harus jelas dan tidak menggunakan perkiraan dan akan lebih baik kalau kerugian ini dihitung secara jelas; n. Bahwa apabila terjadi kasus kehutanan yang digunakan Undang – Undang Kehutanan , karena Lex Specialis ; o. Bahwa dalam suatu kasus yang dilihat dari segi unsure melawan hukumnya meragukan apakah termasuk UU Korupsi atau UU Khusus lain, maka apabila unsure melawan hukum tersebut merupakan delik tertentu, misalnya delik kehutanan, maka kasus tersebut adalah kasus yang berkaitan dengan delik tertentu tersebut , dalam hal ini bukan delik korupsi , melainkan delik kehutanan; p. Bahwa apabila unsure setiap orang terpenuhi, unsure melawan hukum terpenuhi, unsure memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi terpenuhi, dan unsure terakhir terpeanuhi, maka pendapat saya adalah di dalam delik pidana seseorang dapat dihukum apabila memenuhi semua unsure dan apabila ada salah satu yang tidak dipenuhi , maka seseorang harus dibebaskan dari dakwaan ; q. Bahwa unsure “ dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara “ harus dibuktikan juga dan semua unsure harus dibuktikan; r. Bahwa apabila ada pendapat lain yang menyatakan unsure terakhir “unsure “ dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara “ tidak perlu dibuktikan , pendapat saya adalah saksi semua unsure harus dipenuhi dan seseorang baru dapat dihukum; Universitas Sumatera Utara 225 s. Bahwa “ unsure sengaja “ perlu dibuktikan dan di dalam hukum pidana kesalahan dibagi 2 yait u kesalahan sengaja dan alpa , dan suatu perbuatan pidana harus dipandang ada unusr kesengajaannya dan unsure kesengajaan harus dibuktikan; t. Bahwa unsure sengaja dapat dilihat pada kata – kata kerja yang mengandung awalan me-, pendapat saya kata sengaja digambarkan apabila ada kata – kata predikat aktif, maka dapar diartikan kesengajaan; u. Bahwa parameternya perbuatan melawan hukum melanggar kepatutan dan kelayakan yang ada di dalam masyarakat setempat dan hal itu tidak bisa dijadikan tolak ukur masyarakat di tempat lain dan tidak bisa dinilai masyarakat secara nasional; v. Bahwa apabila masyarakat tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan masyarakat hanya mengetahui perbuatan tersebut bermanfaat bagi masyarakat , bagaiamana pendapat saya adalah berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya ahli adat atau tokoh masyarakat adat yang akan memberi keterangan , penjelasan dan gambaran tentang adat – istiadat asyarakat setempat; w. Bahwa perbuatan melawan hukum harus dibuktikan secara factual bagaimana sesorang menebang kayu, mengangkut kayu, dan lain sebagainya dan tidak sesederahana itu tetapi akan lebih baik kalau kerugian dapat dirinci secra jelas dan kemudian perbuatan dapat dibuktikan secara nyata dan seterusnya dan hal – hal itu kaitannya dengan proses pembuktian perkara ; Universitas Sumatera Utara 226 x. Bahwa melawan hukum materiel yang berfungsi positif masih dapat diterapkan apabila perbuatan tindak pidana tersebut telah merugikan keuangan Negara dan tetap dapat diterapkan dan Majelis Hakim harus berhati – hati dalam menerapkan hal ini; y. Bahwa perhitungan kerugian Keuangan Negara harus dihitung berdasarkan jumlah tertentu dan perhitungan kerugian keuangna Negara harus benar dan perhitungan kerugian Keuangan Negara tidak akan terbukti apabila tidak ada kemampuan untuk menghitung kerugian keuangan Negara dan unsure ini harus dibuktikan juga;

6. Saksi Ahli , AMIRUDDIN A DAJAAN IMAMI.

Dokumen yang terkait

Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

7 150 82

Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

3 151 127

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Eksekusi Barang Sitaan Berupa Aset Tidak Bergerak Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Putusan Makamah Agung Republik Indonesia Atas Nama Terpidana Darianus Lungguk Sitorus

1 34 144

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari Perspektif Kebijakan Penanggulangan Kejahatan (Studi Putusan No.1821/Pid.B/2008/ PN/Medan)

5 77 139

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut (Studi Kasus No. 1636/Pid.B/2006/PN-MDN dan No. 354/PID/2006/PT-MDN)

5 123 163

ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN SELA TERHADAP EKSEPSI PENASIHAT HUKUM DALAM PERKARA PIDANA (Putusan No:1283/Pid.B/2006/PN.Jr)

0 6 16