335 4.
Saksi, Ir.Bejo Santoso,SH selaku Auditor di Departemen Kehutanan menyatakan bahwa saksi pernah ditugaskan oleh Menteri Kehuatanan
untuk mengumpulkan bahan dan keterangan atas dugaaan perambahan hutan di Padang Lawas tahun 2004 dan tahun 2005, Bahwa dari hasil
pengumpulan bahan dan keterangan dari tahun 2004 sampai dengan 2005 adalah memang benar telah terjadi perambahan hutan Padang
Lawas seluas + 127.000 Ha yang dilakukan oleh perusahaan, perorangan, yayasan dan koperasi ada + 26 Perusahaan yang
melakukan perambahan mulai tahun 1996 seluas + 23.000 Ha, KUD Parsub yang merambah sejak tahun 1996, seluas 17.500 Ha.
Dari keterangan beberapa saksi yang berkompeten untuk memberikan keterangan, bahwa antara keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya telah
dibuktikan dan bersesuaian antara satu dengan yang lainnya setelah dicocokkan dengan alat – alat bukti surat dan petunjuk yang ada atas apa yang saksi lihat,
saksi dengar dan saksi alami. Dengan demikian unsur barang siapa ini telah terbukti adalah terdakwa D.L.Sitorus beserta dengan Koperasi Bukit Harapan,
KUD Parsub, dan PT.Torusganda yang dimana beliau adalah sebagai Direksi sekaligus Bapak Angkat penyandang dana dari tiap – tiap koperasi dan
perusahaan tersebut sesuai dengan pengakuan terdakwa D.L.Sitorus sendiri dalam persidangan.
2. Unsur “Mengerjakan atau Menduduki Kawasan Hutan dan Hutan Cadangan tanpa izin “
Universitas Sumatera Utara
336 Pengertian dari kawasan hutan dan hutan cadangan, dalam Peraturan
Pemerintah No.28 Tahun 1985 memang belum ada disebutkan. Sehingga menurut pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini, maka pengertian yang digunakan
adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, Bab I Pasal 1 angka 3, yang menyatakan bahwa kawasan
hutan adalah : “ wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Dalam kasus ini mengenai kata “dan” dalam kalimat kawasan hutan dan
hutan cadangan, Majelis Hakim mengartikannya sebagai kata ”atau” sehingga bisa salah satu dari perbuatan itu yang dilakukan . Menduduki Kawasan hutan
adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung dan
bangunan lainnya, menurut pasal 50 ayat 3 huruf a Undang – Undang
Kehutanan. Sedangkan yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah pejabat pusat atau daerah yang diberi wewenang oleh undang – undang untuk
memberikan izin. Merunut pada alur perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
D.L.Sitorus bahwa terdakwa telah melakukan kegiatan memasuki, menduduki, merambah dan mengerjakan kawasan hutan serta merubah fungsi hutan Negara
kawasn Register 40 di Padang Lawas yang dilakukan oleh terdakwa secara bersama – sama dengan Koperasi Bukit Harapan, KUD PARSUB, dan
PT.Torusganda yang didirkannya, dimana beliau adalah sebagai Penyandang dana dari keseluruhan kegiatan tersebut.
Menurut Penulis, perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus dengan jelas telah melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 3 huruf a, b, d, j, k Undang –
Universitas Sumatera Utara
337 Undang No.41 Tahun 1999.
73
1. Saksi Ir.Surachmanto Hutomo,MSc, pada persidangan saksi mengakui
bahwa dari hasil laporan yang saksi terima dari kaawasan hutan Produksi Padang Lawas ada beberapa perusahaan atau perorangan yang melakukan
permbahan hutan. Dari hasil etmuan tim Operasi, perusahan yang melakukan permabahan hutan di Padang Lawas banyak, antara lain ada
PT. Mujur Timber Wonorejo, Koperasi Bukit Harapan, Pt.Argo Mitro, ada juga KUD PARSUB yang ditemukan oleh Tim dan banyak lagi, saksi
tidak hafal semua. Bahwa yang dilaporkan ke Kejaksan Agung adalah Koperasi Bukit Harapan, PT.Argo Mitra Karya Sejahtera,dll. Menurut
saksi hutan yang dirambah tersebut adalah hutan milik Negara, perusahaan – peruasahan atau perseorangan yang merambah hutan itu tidak memiliki
izin. Untuk membuktikan kebenaran pendapat Penulis
diatas , maka dalam persidangan telah ditemukan fakta – fakta hukum yang dapt membuktikan perbuatan terdakwa D.L.Sitorus tersbut, antara lain :
2. Saksi Ir.Darori, dimana pada keterangannya sejak saksi diangkat sebagai
Kepala Dinas Kehutanan, Ia mendapat laporan dari cabang bahwa telah terjadi perambahan hutan di Padang Lawas yang dilakukan oleh beberapa
Perusahaan dan ada juga Koperasi Badan Hukum yang dlakukan tanpa izin Menteri Kehutanan.
3. Saksi Muhammad Ali Irsyad, sebagai Kepala Pusat Pengukuhan dan
penatagunaan kawasan Hutan menerangkan bahwa Koperasi Bukit Harapan sepengetahuan saksi belum punya izin, dan berdasarkan peta
73
Lihat Bab II , Hal. 48-52.
Universitas Sumatera Utara
338 permohonan, pabrik kepala sawit itu milik dari PT.Torusganda, dimana
PT.tersebut adalah milik D.L.Sitorus. 4.
Saksi Ir.Rachmat Adjie, dalam keterangannya saksi menjelaskan bahwa di Padang Lawas perusahaan yang mempuyai izin pelepasan hutan tidak ada ,
bahwa setahu saksi belum pernah ada izin dari Menteri Kehutanan mengenai perubahan fungsi hutan di Padang Lawas.
5. Saksi Ir .Bejo Santoso,SH. Bahwa menurut saksi, ada 26 perusahan yang
melakukan perambahan yang terkait perkara ini adalah Koperasi Bukit Harapan yang merambah mulai tahun 1996, dan menurutt saksi yang
dimaksud dengan perambahan hutan adalah pihak – pihak yang menguasai mengelola hutan tanpa izizn dari pihak yang berwenang.
6. Saksi Prie Supriadi, Selaku Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara
menyaakan bahwa Koperasi Bukit Harapan pernah mengajukan permohonan izin dan pernah diterima oleh Dinas Kehutanan, namun
pernah dicabut kembali oleh Menteri Kehutanan. 7.
Saksi Ikhsan, selaku Kepala Bagian tekhnis Kehutanan, menerangkan bahwa pada waktu Koperasi Bukit Harapan masuk ke kawasan Padnag
Lawas masih ada kayunya dan pada waktu Koperasi Bukit Harapan masuk ke kawasan tersebut, kondisi di Padang Lawas sudah tidak ada kayunya
dan pada tahun 1998 Koperasi Bukit Harapan mengadakan pemabgunan – pembangunan.
Tentang pendudukan dan pengusaan hutan Negara kawasn Padang Lawas tersebut juga telah diperkuat dngan adanya bukti – bukti di lapangan yang
Universitas Sumatera Utara
339 menunjukkan bahwa di Hutan Register 40 tersebut telah dilakukan beberapa
kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 50 Ayat 3 Undang – Undang Kehutanan, dimana kegiatan tersebut dilakuan oleh D.L.Sitorus bersama – sama
dengan Koperasi Bukit Harapan dan KUD PARSUB serta PTTorusganda dalam upaya menguasai hutan Negara yang berstatus hutan tetap, yang berarti fungsinya
sebagai hutan produksi yang merupakan hutan yang memproduksi hasil hutan tidak boleh diubah tanpa ada persetujuan dari Menteri Kehutanan. Berikut ini
beberapa perbuatan yang tanpa izin yang dilakukan oleh terdakwa D.L.Sitorus di kawasan hutan Register 40 , antara lain :
1. Melakukan imas timbang pembersihan di dalam hutan.
2. Membuka atau mengkavling – kavking jalan dengan alat – alat yang lazim
digunakan seperti chainsaw, graider, traktor, dll. 3.
Melakukan pengolahan tanah. 4.
Melakukan Pembibitan dan Penanaman Kelapa Sawit. 5.
Membangun Sarana dan Prasarana seperti : Mesjid, sekolah – sekolah, Pasar dan pabrik – pabrik kelapa sawit di dalam kawasan hutan tanpa
seizin pejabat yang berwenang. Mengacu pada alat – alat bukti diatas, berupa keterangan saksi, keterangan
terdakwa dan alat bukti petunjuk, dengan jelas bahwa telah unsur mengerjakan menduduki kawasan hutan ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan
oleh terdakwa dan koperasinya. Namun disamping penulis sepakat dengan ketetapan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, penulis
menganalisis bahwa ternyata ada yang menarik dari kasus ini perbuatan terdakwa D.L.Sitorus telah berlangsung lama, yakni sejak tahun 1998, ketika terdakwa
memasuki kawasan hutan Register 40 tersebut dengan masyarakat adat Simangambat setempat sebagai jalan masuk, berdasarkan keterangan beberapa
saksi dari Dinas Kehutan yang dalam hal ini dapat disebut sebagai Pejabat yang
Universitas Sumatera Utara
340 berwenang telah lama mengetahui adanya perambahan hutan yang dilakukan oleh
terdakwa D.L.Sitorus. hal – Hal yang menjadi perhatian penulis diantaranya : Pertama, DL Sitorus memanfaatkan adanya ketidakjelasan kawasan antara
pihak pemerintah yang mengklaim kawasan hutan register 40 sebagai kawasan hutan negara yang masih dalam status penunjukkan kawasan, dengan pihak
masyarakat yang mengklaim kawasan itu sebagai kawasan hutan adat ulayat. Ia berhasil membeli kawasan hutan itu dari dua masyarakat adat yang setelahnya ia
mendirikan KPKS Bukit Harapan untuk mengelola kawasan hutan itu. Hebatnya, ia sendiri seperti menghindari masalah dengan mengangkat dirinya sebagai
bapak angkat dari KPKS Bukit Harapan. Pada perkembangan selanjutnya, BPN Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan 1820 buku tanah sertifikat hak milik
atas areal tanah perkebunan tersebut sebagai sertifikat milik warga simangambat yang ternayata bukti kepemilikan atau sertifikat tersebut dipegang oleh terdakwa
D.L.Sitorus. Dan dalam pengakuannya, sebagai Kepala Dinas Badan Pertanahan Tapanuli Selatan, saksi Irwan Nasution mengakui telah mengeluarkan surat tanah
tersebut, padahal seharusnya saksi telah mengetahui status tanah yang akan diterbitkan surat tanahnya tersebut adalah milik Negara, sehingga menurut
pandangan Penulis seolah – olah saksi Kepala Dinas badan Pertanahan Nasionala Tapanuli Selatan tersebut juga terlibat dalam mendukung perbuatan perambahan
hutan Negara tersebut. Kedua, perbuatan perambahan kawasan hutan telah dilakukan oleh DL
Sitorus dan kawan – kawan Koperasi Bukit Harapan, KUD PARSUB, PT.Torusganda pada tahun 1998 dan berlanjut pada tahun 1999 dengan mulai
melakukan penanaman kelapa sawit. Walaupun sudah ada puluhan surat protes
Universitas Sumatera Utara
341 padanya. Tidak tanggung-tanggung, surat protes itu dikirimkan oleh mereka yang
berkuasa dari Menteri Kehutanan, Gubernur, Bupati, Kakanwil Provinsi, Kadishut provinsi, dsb. DL Sitorus tetap bergeming, melanjutkan usaha kepala sawitnya.
Dan tidak ada tindakan tegas dan konkrit ke lapangan yang dilakukan oleh pejabat – pejabat terkait yang berwenang untuk menindak perbuatan terdakwa D.L.Sitorus
tersebut secara tegas. Bahkan pada tahun 2002, atas permintaan KPKS Bukit Harapan, Menteri Kehutanan menerbitkan SK No. 1680Menhut-III2002 tanggal
26 September 2002 yang isinya memberikan izin prinsip untuk mengelola perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan Register 40 Padang Lawas
seluas ± 23.000 HA dengan beberapa ketentuan, antara lain, bahwa izin itu diberikan selama 25 tahun. Namun pada tahun 2004, Menhut sendiri membatalkan
SK No. 1680Menhut-II2002 di atas dengan S.419Menhut-II2004 tertanggal 13 Oktober 2004. Lagi – lagi penulis berpendapat bahwa dalam hal ini ketidak
jelasan dan ketidak tegasan sikap Menteri Kehutanan kita sendirilah yang ternyata memberikan celah kepada para pengusaha atau oknum – oknum yang tidak
bertanggung jawab dalam melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Kerja yang dilakukan oleh Menteri Kehutanan atau Dinas Kehutanan kita sendiri
menurut Penulis perlu dituntut juga ketegasannya, karena selama ini kita hanya mempersalahkan pelakunya, tanpa melihat secara objektif bahwa ternyata penegak
undang – undang itu sendirilah yang menyebabkan munculnya niat jahat dari subyek tindak pidana. Selanjutnya dengan tetap mengacu pada alat – alat bukti
yang ada di persidangan, bahwa benar perbuatan terdakwa D.L.Sitorus benar telah memenuhi unsur mengerjakan menduduki kawasan hutan atau hutan cadangan
tanpa izin.
Universitas Sumatera Utara
342
Ad.4 Unsur “ Dilakukan Secara bersama – sama “ dalam arti turut serta.
Perbuatan turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum delneming menurut Bab V, Pasal 55 ayat 1 KUHP Sub 1e menyatakan bahwa
: “dihukum sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serat melakukan perbuatan itu“. Orang yang turut melakukan disebut dengan
Medepleger . Pengertian turut Melakukan “, dalam arti kata bersama – sama melakukan, sedikit – dikitnya harus ada 2 orang, yaitu orang yang melakukan
pleger dan orang yang turut melakukan medepleger peristiwa pidana itu, artinya bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi
melakukan anasir elemen dari peristiwa pidana itu tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan yang sifatnya hanya menolong itu tidak termasuk
medepleger, akan tetapi dihukum sebagai orang yang “membantu melakukan“.
Sedangkan beberapa yurisprudensi memberi pengertian tentang turut serta melakukan sebagai berikut :
a. Pada perbuatan – perbuatan yang dapat dihukum turut serta, maka setiap
orang yang diantara merreka bertanggungjawab terhadap perbuatan dari peserta yang lain.
b. Untuk menyelaraskannya dengan teori – teori diatas, maka penulis
mengajinya dengan menganalisis fakta fakta yang terungkap dalam persidangan diantaranya bahwa antara Bulan April sampai bulan Juni 1998
Sutan Bahruddin Hasibuan, yang mengkau sebagai Raja Panusunan Bulung Luhat Ujung Batu, beserta Sutan Malim Hasibuan, tongku Muda
Universitas Sumatera Utara
343 Hasibuan, Minan Hasibuan, Tongku Soripada Hasibuan, Bagindo rajo
Hasibuan, Rongkaya Stuan Siregar, Tongku Mara Usin Haraha, Tongku Mahmud Hasibuan, Baginda Junjungan Hasibuan, Baginda Junjungan
Dalimunthe masing – masing mengaku sebagai hatobangon cerdik pandai Luhat Ujung Batu dan Tongku Iskandar Hasibuan mantan kepala
desa Ujung Batu julu, Raja Ali Hasibuan Mantan Kepala Desa martujuan dan Abdul Aziz harahap Mantan Kepala Desa Tebing Tinggi Ujung Batu,
yang sebelumnya menyatakan bahwa kawasan Hutan Padang Lawas seluas + 8.000 Ha delapan ribu hektar adalah atanah ulayat Marga Hasibuan
Luhat Ujung Batu, telah menyerahkan kawasn hutan produksi Padang Lawas tersebut kepada terdakwa darianus lungguk sitorus, dengan cara
memberikan ganti rugi pago – pago sejumlah uang, dengan maksud untuk usaha perkebunan kelapa sawit serta untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat setempat dengan pola “ Bapak Angkat “ ; c.
Bahwa sebelum Hutan Negara Kawasan Produksi Padang lawas seluas kurang lebih 8.000 Ha yang telah dikuasai oleh terdakwa tersebut
dikerjakan dirubah fungsi dan peruntukkan mejadi areal perkebunan kelapa sawit , terdakwa menyuruh untuk memebentuk dan mendirikan
Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit KPKS Bukit Harapan dengan maksud untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan;
d. Bahwa selain kerjasama antara PT.Torganda dengan Koperasi Bukit
Harapan, kerjasam juga terjadi antara Koperasi PARSUB dengan PT.Torusganda dimana terdakwa sebagai Direktur Utamanya namun hasil
kerjasama dengan Koperasi PARSUB masih menuggu berproduksi;
Universitas Sumatera Utara
344 Pihak – pihak yang terlibat dalam perbuatan turut serta dalam perkara ini
menurut analisis penulis yang disesuaikan dengan rumusan teori pada Pasal 55 Ayat 1 sub 1e diatas, adalah
74
1. Yang dikatakan sebagai pembuat Pleger, dimana ia adalah seseorang
yang sendiriran telah berbuat mewujudkan segala anasir elemen dari peristiwa pidana, walaupun dalam lain hal seorang pleger juga dapat
dikatakan sebagai doen pleger orang yang menyuruh melakukan , yang berarti bahwa ia menyuruh orang lain meskipun demikian toch ia
dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendirian peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, dimana orang
terebut merupakan suatu alat instrument saja, agar ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya. :
75
Menurut penulis, posisi pleger sekaligus doen pleger adalah tepat untuk disebutkan pada terdakwa D.L.Sitorus . Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan
berdasarkan hasil analisis penulis, bahwa dalam keternagna terdakwa dan fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan dengan jelas menyebutkan bahwa
inisiatif untuk melakukan pendudukan dan penguasaan serta pengelolaan hutan Negara kawasan register 40 adalah berasal dari Inisiatif terdakwa D.L.Sitorus
diamana beliau berperan aktif sebagai penyandang dana yang membiayai seluruh kegiatan pendudukan dan pengusahaan lahan register 40 tersebut dan merubah
fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
74
Lihat Bab II Hal.58.
75
Lihat Bab II Hal.57.Untuk penjelasan lebih lanjut tentang bentuk – bentuk perbuatan turut serta deelneming dan pertanggungjawaban pidananya.
Universitas Sumatera Utara
345 Sedangkan pihak – pihak lain yang terlibat secara bersama – sama dalam kasus ini
menurut penulis adalah Koperasi Bukit Harapan, KUD PARSUB, dan PT.Torusganda, ini dapat dibuktikan dengan keterlibatan pengurus Koperasi Bukit
Harapan, yang terdiri dari : 1
Ketua : Ir.Latong S
2 Wakil
: H.Moh.Baryadi 3
Bendahara : Jonggi Sitorus
4 Sekretaris
: Arief Prabowo 5
Wakil : Alex Kartoastalora
Dimana dalam pengakuan terdakwa bahwa terdakwa D.L.Sitorus telah membentuk Koperasi Bukit Harapan dengan tujuan untuk membantu beliau dalam
memudahkan pekerjaannya, serta dengan melihat keterangan lainnya tentang adanya surat pelepasan hak yang dilakukan oelh D.L.Sitorus kepada Koperasi
Bukit Harapan adalah secara sadar telah diketahi oleh Pengurus Koperasi Bukit Harapan, seperti yang tertulis dalam Akta Notaris No.65L1998 dan
No.186L1998 yang dibuat dihadapan Notaris Setiawati ,SH di Rantau Prapat. Bahwa pengurus Koperasi Bukit Harapan tersebut juga telah terlibat turut serta
dalam menyukseskan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, dari proses pendudukan hutan , hingga mengelolanya mendirikan perkebunan kelapa sawit di
Lahan register 40. Tanpa izin pejabat yang berwenang. Dengan demikian unsur ini memang benar telah terbukti.
Universitas Sumatera Utara
346
Ad.5 Unsur “ dilakukan secara berlanjut “
Dilakukan secara berlanjut dalam Pasal 64 KUHP dikenal dengan istilah “ voorgezette Handeling
“, yang ditentukan dalam beberapa syarat , diantaranya : 1.
Harus timbul dari satu niat kehendak. 2.
Perbuatannya harus sama sama macamnya, merupakan kejahatan pelanggaran.
3. Waktu antara saat – saat dilakukannya setiap tindak pidana tidak boleh
terlalu lama.
76
Fakta - fakta yang penulis peroleh di persidangan yang dapat membuktikan teori diatas, antara lain :
a. Bahwa terdakwa dan kawan – kawasn antar Bulan April 1998 sampai
dengan tanggal 15 Agustus 1999 telah menguasai dan mengelola kawasan hutan Negara Padang Lawas seluas 8.000 Ha untuk dijadikan areal
perkebunan kelapa sawit tanpa izin dan prosedur yang diwajibkan oleh undang – undang;
b. Bahwa selanjutnya Terdakwa bersama – sama dengan Koperasi Parsub
telah menguasai dan mengelola kawasan Padang Lawas Reg.40 seluas 24.000 Ha , yang sejak 1 tahun yang lalu mulai belajar berbuah;
c. Bahwa PEMDA setempat Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Selatan
kantor Wilayah Kehutanan dan perkebunan Propinsi Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara maupun pemerintah Pusat telah melakukan
berbagai upaya agar terdakwa atau PT. Torganda dan KPKS Bukit hrapan
76
Lihat Bab II, Hal 61 – 62 . Untuk pengertian dan penjelasan tentang perbuatan berlanjut vorgezette handeling lebih rinci.
Universitas Sumatera Utara
347 menghentikan perbuatannya, yaitu dengan membuat surat – surat, namun
terdakwa tetap terus berlanjut; d.
Bahwa bunyi surat teguran tersebut pada pokoknya agar PT.Torganda menghentikan kegiatan dalam kawasan hutan Reg.40 padang Lawas
sebelum ada izin dari Menteri Kehutanan dan Perkebunan; Dengan demikian benar adanya, bahwa rumusan unsur ini telah terpenuhi
dan terbukti secara sah dan meyakinkan adalah benar menurut penulis.
Ad.2 “ Unsur Kesengajaan “
Untuk dapat mengukur adanya unsur kesengajaan dalam diri seseorang, menurut teori feit materiel, yang dinyatakan bahwa untuk menentukan adanya
kesalahan dan pertanggungjawaban pidana cukup dilakukan dengan meninjau apakah pembuat telah memenuhi seluruh tindak pidana.
77
77
Lihat Tinjauan Pustaka Pada Bab I.
Dengan demikian, seseorang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana sepanjang dapat
dibuktikan bahwa perbuatannya telah memenuhi seluruh isi rumusan tindak pidana. Berangkat dari teori diatas dan pertimbangan majelis Hakim dalam
menentukan bahwa unsur kesengajaan ini terbukti secara sah dan meyakinkan, maka menurut hemat penulis adalah sudah sangt tepat bahwa unsur ini telah
terpenuhi, karena telah di dukung oleh seluruh rumusan unsur telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan demikian, kelima unsur dalam dakwaan ketiga
tersebut telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut Penulis adalah etlah sesuai dengan teori yang penulis pelajari.
Universitas Sumatera Utara
348 Untuk unsur – unsur dalam dakwaan ke empat menurut pertimbangan
Majelis Hakim adalah hampir sama dengan unsur – unsur yang terkandung dalam unsur pada dakwaan ketiga, dan menurut penulis hal ini adalah sesuai, hanya saja
ada beberapa hal yang menurut penulis sebagai tambahan dalam analisis ini, bahwa dala menerapkan putusannya Majelis Hakim seharusnya memperhatikan
beberapa hal, yang tidak dalam hal ini tidak diperhatikan dalam menjatuhkan vonis kepada pelaku tindak pidana kehutanan dalam kawasan hutan Negara Hutan
Register 40 ini, hal ini menyangkut pada pertanggungjawaban pidana yang seharusnya tidak hanya dijatuhkan kepada terdakwa D.L.Sitorus saja, karena
menurut unsur – unsur yang terurai dalam dakwaan, menurut rumusan unsur dilakukan secara turut serta, dengan jelas bahwa Majelis Hakim telah menyatakan
bahwa perbuatan terdakwa D.L.Sitorus dilakukan secara bersama – sama dengan Pengurus Koperasi Bukit Harapan, KUD PARSUB dan PT.Torusganda,
berdasarkan seluruh keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri, bahwa seharusnya perbuatan terdakwa dan rekan – rekan dapat digolongkan sebagai
tindak pidana korporasi, dimana dilakukan oleh pengurus dan suatu badan hukum. Menurut pendapat Utrecht dan M.Soleh Djindang , bahwa yang dimaksud
dengan “ korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama – sama sebagai suatu subjek hukum tersendiri sebagai suatu
personifikasi. Pengertian subjek hukum pada pokoknya adalah manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat, yang oleh hukum
diakui sebagai pendukung Hak dan Kewajiban. Dalam Undang – Undang Kehutanan ini, setiap perbuatan melawan hukum dinyatakan pada kata “ barang
siapa“ yang dikategorikan dengan “manusia natuurlijk recht persoon dan badan
Universitas Sumatera Utara
349 hukum recht persoon “. Dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999, Tanggung awab dapa ditujukan kepada ” Orang dan Badan Hukum “, sesuai
dengan ketentuan Pasal 1 angka 24 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997. Orang adalah perorangan, danatau kelompok orang danatau Badan
Hukum. Yang termasuk dalam Badan Hukum antara lain : Koperasi, Yayasan, Perseroan dan Wakaf. Dalam kasus ini menurut pendapat penulis, bahwa Koperasi
Bukit Harapan, KUD PARSUB, PT.Torusganda dan PT. Torganda adalah juga termasuk dalam kategori subyek hukum yang juga seharusnya turut dituntut
pertanggungjawaban pidananya. Sehingga dengan jelas perbuatan antara terdakwa D.L.Sitorus bersama – sama dengan koperasi dan perusahaan yang didanainya
terebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan Korporasi atau Tindak Pidana Korporasi, yang juga dapat dikatakan sebagai kejahatan terselubung yang
dilakukan oleh terdakwa dan Koperasi Bukit Harapan, KUD PARSUB, PT.Torusganda dan PT. Torganda, dimana seolah – olah pada awalnya terdakwa
ingin mengalihkan tanggungjawabnya kepada pengurus Koperasi dan perusahaan tersebut dengan adanya pernyataan bahwa terdakwa hanya sebatas Bapak Angkat
dan sebagai penyandang dana saja .Padahal segala bentuk kegiatan perambahan hutan Register 40 yang telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut
adalah atas gagasan terdakwa. Menurut Muladi, bahwa perumusan tindak pidana bagi delik – delik baru ,
khususnya tindak pidana yang dilakukan oleh Badan Hukum, Tindak Pidana di bidang Perbankan ,Tindak Pidana di bidang periklanan dan Tindak Pidana Bidang
Lingkungan Hidup perlu ditetapkan spesifikasi atau identitas yang jelas, siapa
Universitas Sumatera Utara
350 yang dinyatakan sebagai pembuat. Dalam perkembangan hukum pidana
Indonesia, ada 3 sistem pertanggung jawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana
78
4. Pengurus Korporasi sebagai Pembuat, maka penguruslah yang
bertanggung jawab. , yaitu :
5. Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab.
6. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab.
Menurut pandangan Alvi Syahrin, hubungan antara Direksi dan Perseroan mempuyai suatu hubungan yang saling ketergantungan. Kegiatan dan akitvitas
perseroan tergantung pada direksi sebagai oragn yang dipercayakan untuk melkaukan pengurusan perseroan, kemudian keberadaan perseroan merupakan
sebab keberadaan direksi. Tanpa perseroan, direksi tidak pernah ada. Hubungan antara direksi dan perseroan disebut sebagai Fiduciary Relation, yang melahirkan
fiduciary of duty bagi direksi
79
78
Lihat Bab II . Hal. 55-57.
79
Alvi Syahrin. 2009 . Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan. PT.SOFMEDIA. Hal.44.
. Direksi perseroan tidak dapat melepaskan dirinya dari pertanggungjawaban pidana dalam hal perusahaan yang dipimpinnya
mencemari atau merusak lingkungan hidup. Dalam perkembangan selanjutnya dapat dikembangkan pemikiran bahwa para pemegang saham memiliki
tanggungjawab untuk mengontrol atau mengarahkan aktivitas korporasi yang membahayakan dan mengganggu merusak lingkungan. Hal ini sesungguhnya
bersesuaian dengan apa yang memang seharusnya menjadi penanggungjawab atas Perseroan Terbatas PT.Torusganda dan PT.Torganda , dimana dia berposisi
sebagai Direktur Utama dalam hal in adalah sebagai Direksi dan dalam Undang
Universitas Sumatera Utara
351 – Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perusahaan Terbatas sekalipun tidak ada
dikenal istilah ” Bapak Angkat ” sebagai pemegang saham. Secara keseluruhan dari hasil analisis hukum yang penulis temukan dalam
kasus tindak pidana kehutanan yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung teryata tidak terdapat perbedaan, karena permohonan jaksa
Penuntut umum dalam mengajukan permohonan kasasinya terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditolak, sehingga putusan terhadap terdakwa
Darianus Lungguk Sitorus adalah sama, yakni terdakwa di vonis telah melakukan tindak pidana kehutanan, bukan tindak pidana korupsi. Karena dari segi
perumusan unsur – unsur tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa bersama – sama dengan Perusahaan Torganda dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit
tersebut, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur – unsur kejahatan dalam tindak pasal 50 Ayat 3 Undang – Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sekalipun dalam tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.481KPid.B2006 tampak adanya keraguan
dalam diri Penuntut Umum, yang ditunjukkan dengan adanya keraguan dalam menentukan sikap apakah akibat perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus
D.L.Sitorus dalam merambah serta mengelola perkebunan Kelapa Sawit yang berada di kawasan Hutan Negara Register 40 tersebut sebagai perilaku korupsi
yang telah merugikan Negara. Padahal dalam analisis penulis hal tersebut jelas – jelas berbeda penafsiran dari rumusan yang terdapat dalam rumusan pasal 2 UU
Tipikor No.31Tahun 1999 Jo. Undang – Undang No.20 Tahun 2001 tersebut. Selanjutnya, penulis berpendapat bahwa selain atas terdakwa Darianus Lungguk
Sitorus ini seharusnya Majelis Hakim juga menuntut pertanggungjawaban para
Universitas Sumatera Utara
352 pengurus Koperasi bukit Harapan, KUD PARSUB, PT.Torusganda, PT.Torganda
sesuai dengan teori pertanggungjawaban tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh korporasi dan pengurusnya diatas. Sehingga kasus ini dapat lebih objektif
ketika akan eksekusi dan tidak ada oknum – oknum yang bebas dari jeratan hukum.
Universitas Sumatera Utara
353
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .