Bentuk – bentuk Pertanggung jawaban pidana.

64 B. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA BIDANG KEHUTANAN DAN PERBUATAN TURUT SERTA DEELNEMING PERBUATAN BERLANJUT VORGEZETTE HANDELING DALAM HUKUM PIDANA.

1. Bentuk – bentuk Pertanggung jawaban pidana.

Pertanggung jawaban pidana adalah sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh seseorang ataupun subjek hukum yang telah melakukan tindak pidana. Pengertian subjek hukum pada pokoknya adalah menusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat, yang oleh hukum diakui sebagai pendukung Hak dan Kewajiban. Pengertian kedua inilah yang dinamakan Badan Hukum. 10 Timbulnya pengertian Badan Hukum itu sendiri tidak lain adalah akibat dari perkembangan masyarakat menuju modernisasi. Berbicara mengenai konsep “Badan Hukum”, sebenarnya konsep ini bermula timbul sekedar dalam konsep hukum perdata sebagai kebutuhan untuk menalankan kegiatan yang diharapkan lebih berhasil. Dalam Undang – Undang Kehutanan ini, setiap perbuatan melawan hukum dinyatakan pada kata “ barang siapa“ yang dikategorikan dengan “manusia natuurlijk recht persoon dan badan hukum recht persoon “. 11 Kebijaksanaan pemidanaan yang tetap berpedoman pada asas legalitas memiliki perkembangan baru khususnya dalam proses penyelesaian perkara Tindak Pidana Khusus TPK . Strategi penegakan hukum dalam perkembangan mastarakat sekarang apabila hakikat permasalahannya terkait dengan bidang perekonomian dan sumber daya alam, cenderung diterapkan pidana denda dan tindakan tertib administrasi tertentu. Dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 10 Chidir Ali. 1991 .Badan Hukum. Alumni : Bandung.Hal.18. 11 Ali Ridho. 1986 . Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan,Koperasi,Yayasan,Wakaf. PT.Alumni: Bandung. Hal.21. Universitas Sumatera Utara 65 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999, Tanggung awab dapa ditujukan kepada ”Orang dan Badan Hukum“, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 24 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997. Orang adalah perorangan, danatau kelompok orang danatau Badan Hukum, dan yang termasuk dalam Badan Hukum antara lain : Koperasi, Yayasan, Perseroan dan Wakaf. Kata “ Perseroan “ menunjuk kepada persekutuan yang terbagi dalam sero saham. Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab suatu pemegang saham yang dimilikinya. Setiap perseroan adalah Badan Hukum, artinya badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung Hak dan Kewajiban, antara lain memiliki harta kekeyaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. 12 12 Abdulkadir Muhammmad. 1996 . Hukum Perseroan Indonesia. Citra Adiya Bakti : Bandung. Hal.5-6. Khususnya, badan hukum yang juga berkedudukan selaku subjek hukum dalam sistem pertanggungjawaban pidana di dalam hukum perundang – undangan kehutanan, sanksi administrasi yang meliputi denda dan pencabutan izin usaha merupakan penerapan yang seringkali berlaku. Pertanggungjawaban pidana terhadap Badan Hukum yang melakukan tindak pidana khusus di bidang kehutanan masih sulit disetarakan dengan rumusan hak “setiap orang“ atau “barang siapa” yang disebutkan oleh pembuta undang – undang. Akan menjadi lebi ironis lagi untuk menjerat pasal – pasal ketentuan hukum tindak pidana khusus kehutanan bagi Badan Hukum, sebab didalam rumusan beberapa pasal yang tercantum dalam undang – undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, yakni terdapat Universitas Sumatera Utara 66 kata “ kecuali dengan kewenangan yang sah atau kata “kecuali mendapat izin dari pejabat yang berwenang “. Menurut Muladi bahwa perumusan tindak pidana bagi delik – delik baru, khususnya tindak pidana yang dilakukan oleh Badan Hukum, Tindak Pidana di bidang Perbankan, tindak Pidana di bidang periklanan dan Tindak Pidana Bidang Lingkungan Hidup perlu ditetapkan spesifikasi atau identitas yang jelas, siapa yang dinyatakan sebagai pembuat. 13 1. Pengurus Korporasi sebagai Pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab. Dalam perkembangan hukum pidana Ind0nesia, ada 3 sistem pertanggung jawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana, yaitu : 2. Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab. 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab. 14 Ad 1 . Pengurus Korporasi sebagai Pembuat, maka Pengurus yang bertanggung jawab. Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha – usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korprasi dibatasi pada perorangan natuurlijk persoon . Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingku ngan korporasi, maka indak pidana itu dianggap dilakukan pengurus korporasi itu. Sistem ini membedakan “tugas mengurus” dari “pengurus”. Ketentuan yang menunjukkan bahwa tindak pidana hanya dilakukan oleh manusia adalah Pasal 51 W.v.S atau Pasal 59 KUHP, yang berbunyi ”Dalam hal – hal dimana karena 13 Alam Setia Zain. 1997 . Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. PT.Asdi Mahasatya : Jakarta. Hal 35. 14 Setiyono. 2002 .Kejahatan Korporasi Analisis Viktimologis dan Pertanggungjawaban Korporasi . Averroes Press : Malang.Hal.15. Universitas Sumatera Utara 67 pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris – komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana sebagai alasan penghapusan pidana .” Ad.2. Korporasi sebagai Pembuat, maka Pengurus yang bertanggungjawab . Sistem pertanggungjawaban korporasi yang kedua ini ditandai dengan pengakuan yang timbul dalam perumusan undang – undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha korporasi , akan tetapi tanggungjawab untuk itu menadi beban dari pengurus badan hukum korporasi tersebut. Ad.3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab. Sistem pertanggungjawaban korporasi yang keiga ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi. Dalam sistem ini dibuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta pertanggung jawabannya menurut korporasi dan meminta pertanggung jawabannya menurut hukum pidana. Hal – hal yang dapat dipakai sebagai dasar pembenar atau alasan – alasan bahwa korporasi sebai pembuat dan sekaligus yang bertanggung jawab adalah sebagai berikut Pertama, karena dalam berbagai tindak pidana ekonomi dan fiskal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yan diderita masyaraka dapat sedmikian besarnya sehingga tidak akan munkin seimbang bilamana pidana hanya memidana pengurus saja. Kedua, dengan hanya memidana pengurus saja, tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi tindak Universitas Sumatera Utara 68 pidana lagi. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan korporasi dapat menaati peraturan yang bersangkutan.

2. Perbuatan Turut Serta Deelneming dalam Hukum Pidana indonesia.

Dokumen yang terkait

Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

7 150 82

Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

3 151 127

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Eksekusi Barang Sitaan Berupa Aset Tidak Bergerak Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Putusan Makamah Agung Republik Indonesia Atas Nama Terpidana Darianus Lungguk Sitorus

1 34 144

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari Perspektif Kebijakan Penanggulangan Kejahatan (Studi Putusan No.1821/Pid.B/2008/ PN/Medan)

5 77 139

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut (Studi Kasus No. 1636/Pid.B/2006/PN-MDN dan No. 354/PID/2006/PT-MDN)

5 123 163

ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN SELA TERHADAP EKSEPSI PENASIHAT HUKUM DALAM PERKARA PIDANA (Putusan No:1283/Pid.B/2006/PN.Jr)

0 6 16