Pengertian Hutan Kata hutan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dan forrest

17 Putusan Mahkamah Agung No.2642KPid2006 PT.Jkt.Pst dengan Terdakwa Darianus Lungguk Sitorus ini sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Apabila dikemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat, maka penulis siap untuk mempertanggung jawabkannya secara moral dan ilmiah. E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Setiap karya ilmiah tentunya memerlukan suatu studi kepustakaan atau sering disebut dengan istilah tinjauan kepustakaan. Pada tahapan ini penelitian mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat “ trial and error “.

1. Pengertian Hutan Kata hutan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dan forrest

bos dalam bahasa Inggris. Forrest berarti dataran tanah yang bergelombang, dan dapat dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan, seperti pariwisata. 8 8 Salim,H.S. 1993 . Dasar – Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika: Jakarta. Hal.40 Dalam Hukum Inggris kuno, hutan forest adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung – burung hutan. Disamping itu, hutan juga dijadikan tempat pemburuan, tempat istirahat dan tempat bersenang – senang bagi raja dan pegawai – pegawainya. Namun dalam perkembangan selanjutnya ciri khas ini menjadi hilang. Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia , yang dimaksud dengan hutan adalah tanah luas Universitas Sumatera Utara 18 yang ditumbuhi pohon – pohon, biasanya tidak dipelihara orang . Sedangkan Menurut Dengler , yang diartikan dengan hutan adalah : “ Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh – tumbuhan atau pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat horizontal dan vertikal “. 9 1. Unsur lapangan yang cukup luas minimal ¼ Hektar yang disebut tanah hutan. Sedangkan pengertian hutan secara yuridis, menurut pasal 1 ayat 1 Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa hutan adalah “Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya ,yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan ”. Terdapat empat unsur yang terkandung dari definisi hutan diatas, yaitu : 2. Unsur pohon kayu, bambu, palem , flora dan fauna. 3. Unsur Lingkungan. 4. Unsur penetapan pemerintah. Jika kita bandingkan, ternyata terdapat perbedaan antara pengertian hutan secara umum dengan pengertian hutan secara yuridis. Untuk dapat menyelami pengertian tentang hutan lebih jauh, sebaiknya kita lihat dari penjelasan resmi Pasal 1 ayat 1 Undang – Undang No.41 tahun 1999 .Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang kehutanan, yaitu Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999, pembagian hutan digolongkan atas empat jenis, yaitu : a. Hutan berdasarkan Statusnya. 9 W.J.S. Poerwardarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI . PT.Balai Pustaka : Jakarta. Universitas Sumatera Utara 19 Hutan berdasarkan statusnya adalah suatu pembagian hutan yang didasarkan pada status kedudukan antara orang, badan hukum atau institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan terhadap hutan tersebut. Hutan berdasarkan statusnya dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu hutan negara dan hutan hak. 1. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. 2. Hutan Negara adalah hutan , yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, yang termasuk dalam kualifikasi hutan negara adalah:Hutan Adat, Hutan Desa Hutan kemasyarakatan. Hutan Adat adalah : Hutan Negara yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat rechtgemeenschap . Hutan Desa adalah Hutan Negara yang dikelola oleh Desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraaan desa. Hutan Kemasyarakatan adalah Hutan Negara yang pemanfaataanya untuk memberdayakan masyarakat. b. Hutan Berdasarkan Fungsinya. Dalam pasal 6 sampai dengan pasal 7 Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hutan berdasarkan fungsinya adalah Penggolongan hutan yang didasarkan pada kegunaannya. Hutan ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi. 1. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuh – Universitas Sumatera Utara 20 tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Hutan Konservasi ini terbagi lagi atas tiga macam, antara lain : kawasan hutan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan Taman Buru. 2 Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi penerobosan air laut, dan memelihara kesuburan tanah. c. Hutan Berdasarkan Tujuan Khusus. Menurut Pasal 8 Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 , penggunaan hutan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta untuk kepentingan religi dan budaya setempat, syaratnya tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan . d Hutan Berdasarkan Pengaturan Iklim Mikro. estetika dan resapan air di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Menurut Pasal 9 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999, yang dimaksud dengan hutan kota adalah hutan yang berfungsi untuk pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dikarenakan hutan dapat memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Menurut Salim, manfaat hutan digolongkan menjadi dua, yakni Manfaat Langsung dan Manfaat Tidak Langsung. Adapun yang dikatakan sebagai manfaat langsung adalah manfaat Universitas Sumatera Utara 21 yang dapat dirasakan atau dinikmati secara langsung oleh masyarakat, dimana masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, contoh : kayu, rotan, getah, buah – buahan, madu dan lain – lain. Sementara itu, yang dimaksud dengan manfaat secara tidak langsung adalah manfaat yang secara tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dapat dirasakan adanya keberadaan hutan itu sendiri. 11 a. untuk mengatur tata air. Contohnya antara lain : b. untuk menecegah terjadinya erosi. c. untuk memberikan manfaat terhadap kesehatan. d. Menciptakan lapangan pekerjaan. e. Memberikan kontribusi dalam bidang pertahanan keamanan. f. Memberikan manfaat dalam bidang pariwisata. g. dan lain – lain. Selanjutnya, kegiatan pengukuhan hutan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam bidang kehutanan. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini merupakan dasar dalam menentukan status hukum hutan. Pengukuhan Hutan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status hukum dan batas kawasan hutan. Perintah pengukuhan hutan diatur dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Pasal 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1967, yang berbunyi “ Penetapan kawasan hutan didasarkan pada suatu rencana umum pengukuhan hutan itu, untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam 11 Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. 1990 . Hukum Kehutanan Suatu Ringkasan untuk Bahan Penyuluhan Hukum Kehutanan. Jakarta. Universitas Sumatera Utara 22 penetapan hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan hutan wisata ”. 12 1. Penunjukkan Kawasan Hutan. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaa Hutan, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 339 Kpts – II 1990 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan, serta diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 400 Kpts – II 1990 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas. Di dalam Pasal 15 Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, ditentukan empat tahap dalam pengukuhan hutan, yakni : 2. Penataan Batas Kawasan Hutan. 3. Pemetaan Batas Kawasan Hutan. 4. Penetapan Batas Kawasan Hutan. Ad.1. Tahap Penunjukkan kawasan Hutan. Penunjukkan hutan pada dasarnya merupakan penetapan awal peruntukkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah hutan. Penunjukkan ini dilakukan oleh Menteri Kehutanan atau pejabat lainnya. Penunjukkan ini dapat didasari pada Tata Guna Hutan Kesepatan TGHK atau Government Besluit 13 12 Yahya Hanaf. 1993. Pengukuhan HUtan dan Aspek – Aspek Hukum Bagian II. Bahan Penataran Tekhnis Yuridis Kawasan Hutan. Jakarta. 13 Govenrment Besluit dalam makna bahasa Indonesia disamakan dengan sebuah surat ketetapan yang diberikan atau di keluarkan oleh pemerintah Belanda Kolonial . GB Pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, penunjukkan kawasan hutan dapat juga dilakukan atas dasar tukar – menukar kawasan hutan dengan hutan milik, hasil kompensasi terhadap pemakaian kawasan hutan di daerah – daerah yang kawasan hutannya sudah berada di bawah batas minimal, dan atau karena perbuatan – perbuatan hukum lainnya. Universitas Sumatera Utara 23 Ad.2. Tahap Kegiatan Pengukuhan Dalam pelaksanaan pengukuhan ini, terdapat delapan kegiatan yang harus dilakukan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Keputusan Meneteri Kehutanan Nomor 339Kpts-II1990 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan.Tahapan – tahapan tersebut antara lain : a. Penyusunan rencana kerja dan pembuatan peta. Penyusunan rencana kerja memuat tentang rencana – rencana yang akan dikerjakan. Peta kerja tat batas berisi rancangan batas dibuat berdasarkan kawasan hutan., yakni dengan cara memindahkan batas kawasan pada peta dasar dengan skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000. Apabila peta skala itu belum tersedia maka dapat digunakan perta skala 1 : 100.000 atau skala 1 : 250.000. b. Penyusunan Konsep Trayek Batas. Konsep Proyek Batas merupakan suatu konsep tentang rencana garis batas dilapangan yang ditandai dengan rintis batas dan patok batas atau tanda – tanda batas lainnya. Biasanya pembuatan trayek bats ini dilakukan dengan memindahkan plotting batas kawasan hutan pada peta dasar dengan memperhatikan kaidah – kaidah kartograf proyeksi peta, kordinat garis geografis, dan skala peta . c. Rapat Panitia Batas. Dalam rapat Panitia Tata Batas dibahas tentang trayek batas dan inventarisasi adanya hak – hak pihak ketiga dan permasalahan yang terkait. Apabila segala permasalahan telah dapat diselesaikan, selanjutnya Panitia Universitas Sumatera Utara 24 Tata Batas mengadakan rapat mengenai persiapan pelaksanaan pengukuranpemamcangan batas yang dikoordinasikan oleh Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. d. Pemancangan Patok Batas. Kegiatan pemanconagn patok batas merupakan penegasan batas suatu wilayah yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan sesuai dengan trayek batas. Pemancangan ini meliputi : pemasangan batas sementara, perintisan batas sementara serta pemberian tanda – tanda di alapangan tentang adanya tanah – tanahyang dipertimbangkan akan dimasukkandikeluarkan dari wilayah hutan yang ditunjuk sebagai kawasan hutan. Panitia Tata Batas meninjau hasil pemancangan batas sementara dan membuat pengumuman batas sementara atas wilayahareal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan. e. Inventarisasi Penyelesaian hak – hak pihak ketiga yang berkaitan dengan trayek batas. Tujuan inventarisasi dan penyelesaian hak pihak ketiga yang berkaitan dengan trayek batas adalah untuk menghimpun tanah – tanah yang dimiliki oleh pihak ketiga yang terdapat dalam kawasan hutan yang akan ditentukan status hukumnya dan memberikan penyelesaiannya. f. Pengumuman. Tujuan pengumuman ini adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat di sekitar hutan tentang pemancangan batas sementara atas wilayahareal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan. g. Kegiatan Pengukuran, Pemetaan dan Pemasangan Pal Batas. Universitas Sumatera Utara 25 Apabial tidak ada lagi hak – hak pihak ketiga dalam kawan hutan, dilakukannlah pengukuran secara definitif adn pemasangan pal batas hutan dari beton dengan ukuran 10 x 10 x 139 cm atau pal batas kayu kelas awet I atau awet II dengan ukuran 15 x 15 x 130 cm. Pal batas itu diberi nomor urut dan kode huruf dimulai ari pelebaras rintis batas yang berfungsi untuk jalannya pemeriksaan batas. h. Membuat dan Menandatangani Berita Acara Tata Batas. Apabila ketujuh kegiatan diatas telah dilakukan, maka kegiatan selanjutnya adalah membuat Berita Acara Tata Batas, dan kemudian ditandatangi oleh Panitia Tata Batas. Ad.3. Tahap Penetapan Kawasan Hutan. 14 1. Adanya penetapan dari Menteri Kehutanan yang dituangkan dalam Surat Keterangan SK Menteri Kehutanan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penelitian Berita Acara Tata Batas, Biro Hukum dan Organisasi, Departemen Kehutanan menyiapkan dan memproses penetapan kawasan hutan yang telah ditata batas dan diketahui pasti luasnya dengan suatu produk hukum berupa “keputusan” penetapan kawasan hutan tetap dengan fungsi tertentu atau tanpa fungsi. Selanjutnya, tentang kawasan hutan sendiri diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan 2 Undang – Undang Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967, dengan pengertian bahwa kawasan hutan merupakan wilayah yang sudah berhutan atau yang tidak berhutan, yang telah ditetapkan menjadi hutan. Ada dua ciri khas yang disebut sebagai Kawasan Hutan, diantaranya : 14 Salim H.S. 2005. Dasar – Dasar Hukum Kehutanan. PT.SInar Grafika : Jakarta. Hal.51. Universitas Sumatera Utara 26 2. Telah ada penetapan batas kawasan hutan. Dalam sistem pengelolaan Sumber Daya Alam terdapat 2 dua paradigma, yaitu pengelolaan Sumber Daya Alam hutan yang berpusat pada negara state based forest management dan pengelolaan Sumber Daya Alam oleh masyarakat Community based forest management . Paradigma pertama menempatkan pemerintah dalam posisi sentral dan menentukan, sedangkan masyarakat mendapat peran hanya sebagai perangkap. Sebaliknya, paradigma kedua menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan administrator untuk mendukung proses tersebut. Sebagian pihak berpendapat bahwa Undang – Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan masih menganut paradigma pertama, khususnya dalam konteks negara menguasai sumber daya hutan, walaupun harus diakui dalam undang – undang ini terdapat banyak klausul dengan semangat paradigma kedua. Hal ini dibuktikan, antara lain dengan adanya pengakuan yang lugas terhadap hutan kemasyarakat penjelasan pasal 5 , hutan adat pasal 1 angka 6 , peranan masyarakat terhadap pengawasan pasal 60 ayat 2 , pasal 62 dan pasal 64, masyarakat hukum adat pasal 67 , peran serta masyarakat pasal 68 sampai dengan pasal 70 dan gugatan perwakilan atau class action pasal 71 .

2. Pengertian dan Unsur - Unsur Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Dokumen yang terkait

Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

7 150 82

Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

3 151 127

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Eksekusi Barang Sitaan Berupa Aset Tidak Bergerak Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Putusan Makamah Agung Republik Indonesia Atas Nama Terpidana Darianus Lungguk Sitorus

1 34 144

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari Perspektif Kebijakan Penanggulangan Kejahatan (Studi Putusan No.1821/Pid.B/2008/ PN/Medan)

5 77 139

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut (Studi Kasus No. 1636/Pid.B/2006/PN-MDN dan No. 354/PID/2006/PT-MDN)

5 123 163

ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN SELA TERHADAP EKSEPSI PENASIHAT HUKUM DALAM PERKARA PIDANA (Putusan No:1283/Pid.B/2006/PN.Jr)

0 6 16