57 keinginan perusahaan untuk menerapkan rekomendasi dari alternatif. Aspek lingkungan dilihat dari
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan jika mengambil alternatif yang dipilih. Semakin besar peluang minimasi limbah atau pemanfaatan limbah yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula
prioritas alternatif untuk direkomendasikan. Dari penentuan prioritas kuantitatif secara teknis, ekonomis, dan lingkungan maka didapatkan secara berturut-turut alternatif yang akan dilaksanakan
yaitu optimasi penegasan SOP, tata cara operasi yang baik, efisiensi penggunaan air, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit
sebagai pupuk organik, pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak, pengendalian ALB dengan pengaturan jadwal panen dan efisiensi
penggunaan truk, dan yang terakhir pencegahan kontaminasi pada buah. Penentuan penilaian prioritas
produksi bersih secara teknis, ekonomi, dan lingkungan disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Penentuan penilaian prioritas produksi bersih secara teknis, ekonomi, dan lingkungan Kriteria
Teknik PB
Prioritas ∑
Prioritas Teknis Ekonomi
Lingkungan Kontaminasi pada
buah GHK
5 8
7 20
8 Pengendalian ALB
GHK 6
3 8
17 7
Tata cara operasi yang baik
Autofeeder GHK
2 7
2 11
2 Pengaturan
suhu kernel Pengutipan minyak
MP 7
4 5
16 6
Optimasi penegasan SOP
Digester GHK
1 2
1 4
1 Tekanan
rebusan Optimasi
pemanfaatan TKKS OSR
3 6
6 15
5 Efisiensi
penggunaan air GHK
4 5
3 12
3 Pemanfaatan
LCPKS OSR
8 1
4 13
4
5.4.9. ANALISIS PENILAIAN SECARA KUALITATIF
Penelitian ini tidak hanya menentuan prioritas berdasarkan secara teknis, ekonomi, dan lingkungan saja, namun juga dilakukan dengan berdasarkan kualitatif. Analisis alternatif penerapan produksi
bersih secara kualitatif pada industri kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan proses hierarki analitik atau yang biasa disebut juga dengan AHP Analytical Hierarchy Process. Prinsip kerja dari
AHP adalah menguraikan persoalan menjadi unsur-unsurnya yaitu kriteria dan alternatif kemudian disusun menjadi struktur hierarki, penetapan prioritas, dan konsistensi logis. Penyusunan struktur
hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati Marimin dan Maghfiroh, 2010. Secara grafis, persoalan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram
bertingkat hierarki. Pemberian bobot bersifat intuitif yaitu dengan melakukan penilaian dengan perbandingan berpasangan pairwise comparisons. Analisis pemilihan alternatif-alternatif yang
direkomendasikan dianalisis dengan menggunakan program Expert Choice 2000. Expert choice 2000 adalah salah satu software AHP yang mampu untuk mengintegrasikan pendapat dari pakar dan tidak
58 membatasi level dari struktur hierarki. Penilaian kualitatif dilakukan oleh pakar yang berkompeten
dalam bidang perkelapa sawitan di Indonesia. Dalam penelitian ini pakar yang digunakan yaitu dari pihak akademisi dan pihak industri.
Dalam Gambar 18 menggambarkan permasalahan yaitu rekomendasi pemilihan alternatif pelaksanaan produksi bersih pada industri kelapa sawit yang dikaji dari faktor teknis, ekonomi, dan lingkungan
sekaligus pembobotannya. Hasil pengolahan pendapat pakar setelah dihitung akan didapatkan nilai bobotnya sekaligus nilai konsistensi penilaiannya. Hasil menunjukkan bobot untuk faktor kriteria
yaitu untuk kriteria teknis 0,225, kriteria ekonomi 0,435, dan kriteria lingkungan 0,340. Struktur hierarki penerapan produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 18. Nilai konsistensi rasio yang
didapatkan yaitu sebesar 0,03. Hal ini menyatakan hasil penilaian dilakukan dengan konsisten. Marimin 2008 menyebutkan jika nilai konsistensi ratio yang tidak melebihi nilai batas 0,10 maka
penilaian kriteria dan alternatif telah dilakukan dengan konsisten. Hasil pengolahan data menunjukkan good house-keeping
berada pada posisi pertama bobot 0,648, kemudian on site reuse dengan bobot 0,268, dan terakhir modifikasi proses dengan 0,083. Apabila dilakukan pengurutan berdasarkan
alternatif maka secara berturut-turut yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah adalah optimasi penegasan standar operasional prosedur 0,179, efisiensi penggunaan air 0,167, tata cara operasi
yang baik 0,152, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas 0,152, optimasi pemanfaatan tandan kosong 0,116, pengendalian asam lemak bebas 0,104, pengutipan minyak
dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat 0,083, serta upaya pencegahan kontaminasi pada buah 0,046.
Gambar 18. Struktur hierarki dalam pembobotan AHP Pakar Aplikasi produksi bersih pada industri kelapa sawit
Elaeis guineensis Jacq. 1,0000
Teknis 0,225
Ekonomi 0,435
Lingkungan 0,340
Pencegahan kontaminan buah 0,043
Pengendalian asam lemak bebas 0,054
Tata cara operasi yang baik 0,224
Pengutipan minyak 0,041
Optimasi penegasan SOP 0,281
Optimasi pemanfaaatan tankos 0,061
Efisiensi penggunaan air 0,261
Pemanfaatan LCPKS 0,035
Pencegahan kontaminan buah 0,052
Pengendalian asam lemak bebas 0,190
Tata cara operasi yang baik 0,134
Pengutipan minyak 0,081
Optimasi penegasan SOP 0,157
Optimasi pemanfaaatan tankos 0,133
Efisiensi penggunaan air 0,168
Pemanfaatan LCPKS 0,085
Pencegahan kontaminan buah 0,041
Pengendalian asam lemak bebas 0,028
Tata cara operasi yang baik 0,127
Pengutipan minyak 0,113
Optimasi penegasan SOP 0,140
Optimasi pemanfaaatan tankos 0,132
Efisiensi penggunaan air 0,105
Pemanfaatan LCPKS 0,315
59 Nastiti dan Fauzi 2009 menyebutkan bahwa pelaksanaan program produksi bersih itu mengarah pada
pengaturan sendiri self regulation dan peraturan yang bersifat musyawarak untuk mufakat negotiated regulatory approach dari pengaturan secara command dan control. Dengan kata lain
pelaksanaan produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk merubah sikap dan tingkah laku dari dalam industri tersebut.
Rekomendasi penerapan produksi bersih dilakukan agar perusahaan mendapatkan keuntungan dalam hal teknis, ekonomi, dan lingkungan. Keseluruhan dari alternatif yang ditawarkan layak untuk
diterapkan dalam industri kelapa sawit sesuai dengan prioritas tersebut. Penerapan good house- keeping
yang direkomendasikan mampu menghasilkan penerimaan untuk industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.894.118.036 per tahun. Aplikasi modifikasi proses menghasilkan penerimaan tambahan sebesar
Rp. 248.355.091 per tahun. Dan untuk penerapan teknik produksi bersih on site reuse menghasilkan penerimaan kepada industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.693.941.992 per tahun. Pada penelitian ini
yang digunakan menjadi keputusan penentuan prioritas yang akan direkomendasikan kepada perusahaan ada dua yaitu penentuan berdasarkan kuantitatif secara teknis, ekonomis, dan lingkungan
dan yang kedua yaitu penentuan berdasarkan kualitatif menggunakan AHP. Namun yang akan digunakan untuk mengambil keputusan akhir prioritas alternatif yang akan direkomendasikan kepada
perusahaan yaitu penentuan berdasarkan kualitatif. Hal ini dikarenakan penilaian dilakukan oleh pakar yang berkompeten dalam bidang perkelapa sawitan di Indonesia. Hasil perhitungan AHP goal
terhadap alternatif dengan menggunakan Expert Choice 2000 dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil perhitungan AHP dengan Expert Choice setiap kriteria dapat dilihat pada Lampiran 13.
Gambar 19. Hasil AHP dengan menggunakan Expert Choice 2000
60
VI. IMPLIKASI OPERASIONAL PERUSAHAAN
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit Crude Palm Oil dan inti sawit kernel adalah salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi
Indonesia saat ini. Prospek yang baik dari komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan komoditi
perkebunan ini. Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian 2007, berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang
memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk membangun perkebunan rakyat dan pembukaan wilayah untuk areal perkebunan besar swasta.
Prospek perkebunan yang didukung dengan baik diiringi dengan perkembangan industri pengolahan kelapa sawit. Industri kelapa sawit menjadi industri yang paling strategis. Produksi yang tinggi
berdampak positip bagi perekonomian Indonesia baik dari segi kontribusinya terhadap pendapatan negara maupun penyerapan tenaga kerja dalam sektor ini. Produksi terus meningkat dikarenakan
permintaan minyak sawit dunia terus meningkat. Sektor industri kelapa sawit menjadi industri yang sangat prospektif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit.
Produksi CPO yang tinggi untuk pemenuhan permintaan dunia mengakibatkan secara tidak langsung adanya efek samping pencemaran lingkungan. Pencemaran pada lingkungan hidup akibat industri
kelapa sawit dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan jika tidak dilakukan penanganan. Seiring dengan semakin meningkatnya produksi, industri kelapa sawit sudah mempunyai
upaya-upaya penanganan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Penelitian ini mempresentasikan alternatif-alternatif penanganan limbah yang ingin direkomendasikan kepada industri kelapa sawit.
Alternatif ini tidak hanya berfokus bagaimana menangani hasil samping berupa limbah, namun juga bagaimana meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Dasar penelitian ini yaitu sebuah
sistem yang dikenal dengan produksi bersih. UNEP 2003 mengartikan produksi bersih cleaner production
adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan
mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Aplikasi sistem pendekatan ini diolah dengan melihat peluang untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Studi kasus dilakukan di PT Perkebunan
Nusantara IV Persero Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara yang merupakan salah satu industri kelapa sawit di Indonesia yang menghasilkan CPO dibawa naungan BUMN. Kapasitas olah di
perusahaan ini yaitu 30 ton TBSjam. Setelah dianalisis produksi bersihnya baik secara teknis, ekonomi, maupun lingkungan, maka alternatif yang akan direkomendasikan diuji dengan AHP.
AHP Analytical Hierarchy Process adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki untuk
membantu mengambil keputusan Marimin, 2008. Pengambilan keputusan dengan AHP dibantu oleh pakar expert dalam bidang kelapa sawit dan dianalisis lebih lanjut dengan program Expert Choice
2000. Terdapat delapan alternatif yang akan direkomendasikan untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Alternatif ini akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau industri kelapa sawit.
Alternatif-alternatif yang direkomendasikan untuk dilaksanakan secara bertutut-turut yaitu optimasi penegasan standar operasional prosedur, efisiensi penggunaan air, tata cara operasi yang baik,
pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong sebagai pupuk organik, pengendalian asam lemak bebas dengan