Perubahan Kenyamanan setelah post Menggunakan Kursi Ergonomis
Dalam hasil penelitian ini, rata-rata skor ketidaknyamanan saat pengukuran post diperoleh skor sebesar 10,82 pada Kelompok Eksperimen dan 24,18 pada Kelompok
Kontrol yang mengindikasikan keduanya masih terjadi ketidaknyamanan. Adapun perubahan rata-rata skor pre-post pada Kelompok Eksperimen yaitu
42,47 menjadi 10,82 dengan nilai probabilitas 0,015. Artinya, terdapat perbedaan rata-rata signifikan skor ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen. Kelompok
eksperimen dalam penelitian ini mendapat perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui yang dilakukan setelah pengukuran pre. Lama pakai kursi
tersebut selama seminggu dengan pengukuran yang dilakukan dua kali, yakni pada hari ke-3 dan ke-6.
Sedangkan Kelompok Kontrol yaitu responden yang melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya tanpa penggunaan kursi ergonomis. Hasil penelitian
perubahan rata-rata skor pre-post ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol yaitu dari 23,18 menjadi 24,18 atau meningkat 1 skor ketidaknyamanan. Adapun nilai
probabilitas p-value pada α = 5 yaitu 0,977 yang berarti tidak terdapat beda rata-
rata secara signifikan skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Hal ini berbeda pada Kelompok Eksperimen dengan perubahan skor
ketidaknyamanan yang cenderung menurun setelah menggunakan kursi ergonomis. Peningkatan 1 skor ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol dapat dikarenakan
beban kerja ibu saat menyusui yaitu berat badan bayi yang cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya usia, sedangkan selisih pengukuran pre-post adalah
sekitar 1-2 bulan. Hal ini juga menimbulkan beban kerja ibu bertambah sementara posisi ketika menyusui cenderung statis dan monoton dengan frekuensi sering setiap
harinya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008. Pheasant 2003 menambahkan
bahwa keadaan kerja yang ketat dan membatasi kita khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak timbulnya ketidaknyamanan.
Sementara itu, hasil uji Mann-Whitney memaparkan bahwa pada nilai probabilitas 0,046 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rata-rata skor
ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Skor ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen -15,32 lebih rendah dibandingkan
dengan Kelompok Kontrol 1,50. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian penelitian Kalsum 2007 yang menyatakan terjadi penurunan rata-rata skor
ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi dan meja ergonomis 34,00 hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis 13,60; hasil penelitian
Jasman 2003, yaitu bahwa penggunaan kursi dan meja kerja yang ergonomis dapat mengurangi ketidaknyamanan sebesar 65,35 dan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sebesar 77,13 dibanding posisi kerja tradisional. Perbedaan skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol pada hasil penelitian ini tidak signifikan. Hal ini dapat dikarenakan frekuensi penggunaan kursi ergonomis saat menyusui yang belum optimal lihat
Tabel 5.6. Pada Tabel 5.6, diketahui frekuensi terendah penggunaan kursi ergonomis sebanyak sekali setiap harinya. Selain itu, dapat dilihat pula dengan
memperhatikan Gambar 5.1 yang menunjukkan bahwa meskipun punggung telah bersandar saat menggunakan kursi ergonomis, tetapi masih terdapat posisi janggal
pada leher yang tetap cenderung menunduk atau bahkan terdapat responden dengan
punggung tetap tidak bersandar baik saat sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Sehingga, ketika dilakukan analisis RULA menunjukkan bahwa posisi
demikian tergolong dalam level risiko ergonomi yang sedang hingga tinggi. Jadi, masih terdapat faktor perilaku atau kebiasaan ibu saat menyusui dengan
mengabaikan posisi duduk yang benar meskipun saat menggunakan kursi ergonomis. Dalam artikelnya, Chamdany 2009 dalam Meilia 2011 menuliskan bahwa
banyak orang sering mengabaikan apa yang dinamakan cara duduk yang benar di sebuah tempat duduk. Padahal, hal ini sangatlah penting sebagai dasar pola posisi
ergonomis dimana banyak aktivitas kerja dilakukan dalam keadaan duduk. Misalnya posisi duduk ketika aktivitas menyusui yang cenderung statis dan monoton, sehingga
terkadang para ibu perlu melakukan perubahan sikap dan posisi tubuhnya saat menyusui yang mengindikasikan telah terjadi ketidaknyamanan.
Dari hasil observasi, pada umumnya ibu akan cenderung membungkuk ketika menyusui dalam posisi duduk untuk menyesuaikan posisi payudara ibu dan mulut
bayi dengan tepat. Belum lagi posisi kaki yang cenderung berpotensi menimbulkan kesemutan hingga kram, sama halnya pada posisi tangan yang harus menopang bayi
dengan berat sampai mencapai 8 kg. Intensitas aktivitas menyusui yang berulang dan sering hingga berhentinya masa menyusui inilah yang berpotensi terhadap timbulnya
risiko ergonomi. Menurut Effendi 2002, permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja
dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Adanya kursi ergonomis pada penelitian ini diharapkan dapat mengurangi
sensasi ketidaknyamanan ibu saat menyusui. Hal ini dikarenakan kursi ergonomis
telah didisain untuk meminimalisasi posisi dan postur janggal saat menyusui. Sehingga, dapat mengurangi kesemutan, perasaan nyeri, mati rasa, atau kram yang
biasa timbul ketika menyusui. Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan
sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi
ketidaknyamanan, tetapi tidak langsung menghasilkan rasa nyaman Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008. Artinya, timbulnya kenyamanan juga tak terjadi secara
signifikan, mengingat juga masa penggunaan kursi ergonomis oleh responden hanya seminggu.
Meskipun demikian, perlakuan berupa menggunakan kursi ergonomis ketika menyusui pada Kelompok Eksperimen dapat memberikan pengaruh penurunan
sensasi ketidaknyamanan ibu ketika melakukan aktivitas menyusui dan mengindikasikan bahwa dengan menggunakan kursi ergonomis dapat memberikan
efek positif terhadap kenyamanan ibu menyusui. Dengan kata lain, salah satu penyelesaian masalah ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya
peralatan ergonomis berupa kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam penelitian
Kalsum 2007. Pertama, Mark, et al 1985 menyatakan tempat kerja dan peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu
penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap. Selanjutnya, Oborne 1982 dan Pulat 1992 menyatakan tujuan ergonomi untuk
memaksimalkan kenyamanan dan Johson 1993 menyatakan desain yang ergonomis
dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan lengan yang dapat menyebabkan gangguan.
Suma’mur 2009 menambahkan, ditinjau dari sudut pandang ergonomi, tempat duduk dapat memfasilitasi postur kerja
sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan.
Namun demikian, kepemilikan akan kursi ergonomis sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi keluarga. Sementara itu, keberadaan kursi ergonomis untuk ibu
menyusui yang kebanyakan telah ada cenderung diperuntukkan untuk golongan ekonomi menengah ke atas. Sehingga, untuk ke depannya agar lebih diperhatikan
keberadaan kursi menyusui yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.