53
7. Coworker, kepuasan akan teman kerja, seberapa jauh kesesuaian yang dirasakan ketika berinteraksi dengan rekan kerja.
8. Nature of work, kepuasan akan jenis pekerjaan yang dilakukan, yaitu karakteristik dari pekerjaan itu sendiri yang akan dilaksanakan oleh seorang
karyawan sesuai dan menyenangkan. 9. Communication, kepuasan akan komunikasi di dalam sebuah perusahaan.
Berdasarkan dimensi yang telah dijabarkan di atas, maka penulis menggunakan dimensi kepuasan kerja menurut Spector 1997 untuk mengetahui
kepuasan kerja seorang karyawan, karena dimensi ini telah memiliki alat ukur yang baku, yaitu Job Satisfaction Survey JSS. Alat ukur tersebut dibuat oleh
Spector dan telah dibakukan tahun 1994. Kemudian peneliti menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia.
2.5 KERANGKA BERPIKIR
Intensi turnover diindikasikan sebagai suatu sikap individu yang mengacu pada hasil evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan perusahaan. Dimana
hal tersebut belum terwujud dalam bentuk suatu tindakan. Jika sebuah pengorbanan yang dimiliki oleh seorang karyawan harus dibayar tinggi, sementara
alternatif pekerjaan yang ada memiliki prospek yang lebih baik, maka akan timbul niat untuk berhenti dan kemudian diaktualisasikan dalam bentuk perilaku untuk
berhenti dan berpindah di pekerjaan lain. Namun jika alternatif yang tersedia tidak
54
terlalu menjanjikan, situasi tersebut akan menstimulasi karyawan untuk tetap bertahan.
Ada berbagai faktor yang turut mendukung keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Faktor tersebut, antara lain group cohesiveness
,
personality-job fit, kepuasan kerja, usia, jenis kelamin, status marital, pendidikan dan masa kerja Robbins, 2001.
Secara psikologis group cohesiveness, personality-job fit, dan kepuasan kerja cukup signifikan berpengaruh terhadap intensi turnover. Karena bagaimana
seorang karyawan dapat bertahan di sebuah perusahaan jika secara psikologis dirinya merasa kurang cocok dengan pekerjaannya, banyaknya beban dan
tanggung jawab yang diberikan namun imbalan yang diberikan perusahaan kepada dirinya tidak sesuai. Selain itu, adanya jaminan-jaminan dan keuntungan
yang diberikan perusahaan tidak sesuai antara perencanaan dengan pelaksanaan Robbins, 2003.
Di sisi lain, kurangnya interaksi dan penerimaan lingkungan kerja terhadap dirinya turut memberikan andil dalam keberlangsungannya seorang karyawan di
sebuah perusahaan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Robbins 2003, menyatakan bahwa berapapun besarnya kemampuan yang dimiliki seorang
karyawan jika teman-teman rekan kerjanya tidak menyukainya, produktivitas yang dihasilkan tetap akan menurun karena kurangnya motivasi dari lingkungan
dalam kelompok kerjanya. Faktor-faktor itulah yang mendorong karyawan merasa kurang nyaman secara psikologis, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada
produktivitas kerja karyawan.
55
Jika dilihat dari faktor kategorik, usia adalah suatu tahapan perkembangan individu, yang tumbuh dan berkembang secara potensial. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa usia memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap intensi turnover. Artinya, semakin tinggi usianya maka semakin rendah intensi
turnover-nya. Dan usia secara signifikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keinginan keluarnya karyawan dari perusahaan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, semakin tua usia yang dimiliki seorang karyawan maka semakin besar tanggung jawab hidupnya dan semakin menurunnya mobilitas yang
dimiliki. Oleh sebab itu, karyawan yang berusia tua cenderung lebih bertahan di perusahaan dibandingkan dengan karyawan yang berusia muda.
Sama halnya dengan usia, jenis kelamin juga memberikan hubungan yang negatif namun cukup signifikan. Karena berdasarkan penelitian sebelumnya,
karyawan laki-laki cenderung melakukan intensi turnover dibandingkan perempuan. Hal ini lebih disebabkan karena karyawan perempuan cenderung
lebih bersabar dalam menghadapi pekerjaannya, sehingga tidak tergesa-gesa dalam mencari alternatif pekerjaan lain.
Lain halnya dengan usia dan jenis kelamin. Status marital memiliki pengaruh yang positif terhadap intensi turnover. Hasil penelitian didapatkan hasil
bahwa karyawan yang berstatus menikah cenderung bertahan di tempat kerjanya karena memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap keluarganya. Sedangkan
karyawan yang belum menikah cenderung memiliki keinginan yang tinggi untuk berpindah-pindah tempat kerja karena belum memiliki tanggungan keluarga.
Sedangkan pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover,