kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian ini.
C. Pembahasan
1. Hubungan Positif Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
dengan Keterampilan Berkomunikasi Berdasarkan analisis data dapat dinyatakan bahwa terdapat
hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi Spearman rho = 0,574; Sig 1-tiled
= 0,000 = 0,01. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
menunjukan bahwa nilai rata-rata mean = 117,2516; nilai tengah median = 116; dan nilai modus = 116. Hal tersebut menunjukan bahwa
sebagian besar
responden memiliki
persepsi tentang
tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan kategori cukup.
Sementara pada keterampilan berkomunikasi menunjukan nilai rata-rata mean = 112,8278; nilai tengah median = 113; dan nilai modus = 116.
Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian responden memiliki keterampilan berkomunikasi dengan kategori tinggi. Nilai koefisien
korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi menunjukan derajat hubungan kedua
variabel adalah positif dengan kategori cukup. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Johnson Kunandar,
2007:296, yang menjelaskan bahwa salah satu
karakteristik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembelajaran kontekstual adalah bekerjasama. Siswa dapat bekerja kelompok, sehingga dapat membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling berkomunikasi. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Kunandar 2007:305, yaitu terdapat tujuh prinsip yang
mendasari pembelajaran kontekstual di kelas, salah satunya ialah prinsip masyarakat belajar atau Learning Community. Melalui prinsip
masyarakat belajar, proses pembelajaran dibuat ada kerjasama antar kelompok. Diharapkan agar siswa dapat berdiskusi satu sama lain,
sehingga siswa dapat berlatih untuk mengungkapkan ide mereka dihadapan kelompok. Apabila siswa saling berkomunikasi di dalam
kelompok dan terus berlatih, siswa tersebut akan semakin terampil dalam berkomunikasi. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapat yang
dikemukakan oleh kedua ahli di atas sejalan dengan hasil penelitian. Semakin tinggi pembelajaran kontekstualnya, maka semakin tinggi pula
keterampilan berkomunikasi siswa. Jadi ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual
dengan keterampilan
berkomunikasi. 2.
Hubungan Positif Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi
Berdasarkan analisis data dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
dengan integritas pribadi Spearman rho = 0,149; Sig 1-tiled = 0,005 = 0,01. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual menunjukan
bahwa nilai rata-rata mean = 117,2516; nilai tengah median = 116; dan nilai modus = 116. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar
responden memiliki
persepsi tentang
tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual dengan kategori cukup. Sementara pada integritas pribadi menunjukan nilai rata-rata mean = 64,6589; nilai
tengah median = 65; dan nilai modus = 58. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki integritas pribadi dengan
kategori cukup. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi
menunjukan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori sangat lemah.
Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual mempunyai kecenderungan skor-skor yang
cukup, begitu pula integritas pribadi yang mempunyai kecenderungan skor-skor yang cukup. Akan tetapi, hasil uji korelasi Spearman
menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang sangat lemah. Hal ini disebabkan karena hubungan yang kurang sensitif
antara kedua variabel. Hubungan yang sensitif terjadi ketika semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan yang
menghasilkan skor tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lain, sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat.
Dalam hal ini, hubungan yang kurang sensitif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi dikarenakan tidak
semua responden secara konsisten dalam menghasilkan skor cukup untuk kedua variabel, melainkan skor cukup untuk tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual dan skor rendah untuk integritas pribadi, atau sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang sangat lemah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kunandar 2007:305, yaitu terdapat tujuh prinsip yang mendasari pembelajaran
kontekstual di kelas, salah satunya ialah menemukan atau Inquiry. Prinsip menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan hasil dari menemukan sendiri, bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta. Di dalam proses menemukan, sebagai contoh guru dapat memberikan tugas kepada siswa untuk mengamati proses
penjualan di sebuah toko, setelah selesai mengamati siswa diminta untuk mempresentasikan hasil yang diperolehnya selama proses pengamatan
sesuai yang terjadi, tidak dibuat-buat, dan tidak melihat dari internet. Dengan menerapkan prinsip pembelajaran inquiry maka akan melatih
kejujuran siswa, karena ketika siswa menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilannya, siswa diharapkan dapat mengatakan apa yang
terjadi sesuai dengan yang diamati dengan berlandaskan nilai kejujuran. Selain itu, dalam materi akuntansi guru dapat memberi contoh nilai
kejujuran melalui pembuatan jurnal umum yang didasarkan pada bukti- bukti transaksi perusahaan. Dalam pencatatan siswa harus berpatokan
pada bukti transaksi, siswa harus mencatat nominal sesuai bukti transaksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meskipun uang tersebut tidak nyata-nyata ia pegang. Dengan demikian, penyusunan jurnal umum ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk
membelajarkan nilai-nilai kejujuran kepada siswa. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendapat
Kunandar 2007:305 sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual dengan integritas pribadi. Semakin tinggi pembelajaran kontekstualnya, maka semakin tinggi pula integritas pribadi siswa.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi siswa
dikategorikan sangat lemah. Hal ini bukan berarti siswa tidak memiliki perilaku jujur, tetapi dalam menumbuhkan perilaku jujur tersebut
dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Proses pembelajaran kontekstual merupakan proses yang sejalan dengan proses kehidupan
sehari-hari, sehingga pembelajaran kontektual dapat dikatakan sebagai faktor eksternal yang dapat menjadi sarana bagi siswa untuk
menumbuhkan perilaku jujur. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan terlebih dahulu dari faktor eksternal seperti lingkungan sekolah untuk
dapat menjadikan pribadi yang mempunyai perilaku jujur dan berintegritas tinggi.
3. Hubungan Positif Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
dengan Minat Belajar Berdasarkan analisis data dapat dinyatakan bahwa terdapat
hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar Spearman rho = 0,622; Sig 1-tiled = 0,000
= 0,01. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual menunjukan
bahwa nilai rata-rata mean = 117,2516; nilai tengah median = 116; dan nilai modus = 116. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar
responden memiliki
persepsi tentang
tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual dengan kategori cukup. Sementara pada minat belajar menunjukan nilai rata-rata mean = 69,1688; nilai tengah
median = 70; dan nilai modus = 68. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki minat belajar dengan katogori cukup.
Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar menunjukan derajat
hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori kuat. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Johnson Kunandar,
2007:296, yang menjelaskan bahwa salah satu
karakteristik pembelajaran kontekstual adalah melakukan hubungan yang bermakna.
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Kunandar 2007:305, yaitu terdapat tujuh prinsip yang mendasari pembelajaran