commit to user 20
Apabila alat tes tersebut tidak valid dan tidak reliabel, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
Suasana evaluasi merupakan faktor teakhir yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas.
Semua anak didik dibagi menurut kelas dan tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan
mempengaruhi suasa kelas sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan
anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif karena sikap
mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk
mengawasinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses atau usaha untuk menjadikan siswa belajar dengan memberikan stimulasi kepada siswa agar menimbulkan respons yang tepat untuk mencapai
tujuan belajar yang diinginkan.
b. Proses Pembelajaran Menulis Narasi di SMA
Proses pembelajaran bahasa secara umum adalah mengembangkan kemampuan vertikal. Maksudnya siswa sudah dapat mengungkapkan pesan
secara lengkap meskipun belum sempurna. Semakin lama, kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna, misalnya strukturnya semakin benar
pilihan katanya semakin tepat, dan kalimat-kalimatnya semakin bervariasi. Menulis narasi merupakan bagian dari keterampilan menulis yang harus
dikuasai oleh siswa Sekolah Menengah Atas, khususnya jurusan Bahasa. Lindgren dan Sullivan 2002:566 menya
takan “the ability to write is not innate and is generally learned in a formal setting
”. Kemampuan menulis bukan merupakan faktor bawaan dan umumnya menulis dipelajari pada tempat
formal Pembelajaran menulis narasi merupakan bagian dari rangkaian
pembelajaran menulis lanjutan jenjang sekolah dasar dan jenjang sekolah
commit to user 21
menengah pertama. Di kelas tiga SD semester II, siswa sudah diajari menulis narasi. Pembelajaran ini berlanjut sampai jenjang SMP. Di kelas VII SMP,
menulis narasi berlanjut pada kompetensi dasar menulis buku harian dan pengalaman pribadi, serta mengubah teks wawancara menjadi wacana narasi.
Pada jenjang sekolah menengah atas, menulis narasi diajarkan kembali di kelas X semester I pada kompetensi dasar menulis gagasan dengan
menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Selanjutnya, khusus kelas XI program Bahasa, menulis narasi kembali
diajarkan pada kompetensi dasar menyusun beberapa paragraf naratif faktual tentang riwayat tokoh BSNP, 2006:233-235. Dari kurikulum tersebut, dapat
diketahui bahwa pembelajaran menulis narasi selalu dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan siswa.
Di SMA, pembelajaran menulis dituntut lebih kreatif. Alfianto 2006 mengatakan bahwa pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan
dunia menulis mengarang yang lebih hidup dan bervariatif. Siswa telah dilatih menunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis esai, cerita
pendek, puisi, artikel, dan sebagainya. Akan tetapi, selama ini hal tersebut dibiarkan mati karena pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang berpihak
pada pengembangan bakat menulis siswa. Metode yang dipakai oleh guru umumnya kurang menggiring siswa sampai pada tahap proses kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran menulis narasi merupakan proses berkesinambungan mulai dari kelas III SD semester
II. Proses ini berlangsung hingga SMA, khususnya bagi siswa kelas XI program Bahasa.
c. Evaluasi Pembelajaran Menulis Narasi di SMA