PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3 SALATIGA TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TEKNIK

MAKE A MATCH

SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI

PADA SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3

SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh

WINARNI

K1207007

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TEKNIK

MAKE A MATCH

SEBAGAI

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN

MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS XI BAHASA

SMA NEGERI 3 SALATIGA TAHUN AJARAN

2010/2011

Disusun Oleh:

WINARNI

K1207007

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Winarni. K1207007. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TEKNIK MAKE A MATCH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3 SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni 2011.

Tujuan penelitian ini meningkatkan: 1) kualitas proses; dan 2) kualitas hasil keterampilan menulis narasi siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran menulis narasi dengan penerapan teknik Make a Match.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga yang berjumlah 34 siswa (7 putra dan 27 putri) dan guru Bahasa Indonesia kelas XI Bahasa. Sumber data yang digunakan yaitu: tempat dan peristiwa, informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara, tes/pemberian tugas menulis, dan analisis dokumen. Prosedur penelitian meliputi tahap: identifikasi masalah, analisis masalah, penyusunan rencana tindakan, implementasi tindakan, pengamatan, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal, siklus I, siklus II, sampai dengan siklus III. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi tindakan; dan (4) analisis dan refleksi. Dalam penelitian ini guru kelas bertindak sebagai fasilitator pembelajaran dan peran peneliti sebagai pengamat.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan adanya peningkatan: 1) kualitas proses; dan 2) kualitas hasil tulisan narasi siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga dalam pembelajaran menulis narasi melalui penerapan teknik

Make a Match. Peningkatan kualitas proses pembelajaran terlihat dari meningkatnya keaktifan/semangat siswa selama pembelajaran, yakni: (1) mengikuti apersepsi, sebesar 32% pada siklus I, 47% pada siklus II, dan 67% pada siklus III; (2) memperhatikan penjelasan guru, sebesar 47% pada siklus I, 68% pada siklus II, dan 83% pada siklus III; (3) menyimak wacana dialog, sebesar 42% pada siklus I, 74% pada siklus II, dan 89% pada siklus III; (4) kegiatan diskusi, sebesar 26% pada siklus I, 37% pada siklus II, dan 56% pada siklus III; (5) membuat kerangka karangan, sebesar 47% pada siklus I, 74% pada siklus II, dan 94% pada siklus III; dan (6) mengembangkan kerangka karangan menjadi bentuk karangan narasi utuh, sebesar 44% pada siklus I, 71% pada siklus II, dan 89% pada siklus III. Peningkatan kemampuan menulis narasi siswa dapat dilihat dari nilai karangan siswa yang selalu meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sebesar 33% atau sebanyak 6 siswa. Pada siklus II sebesar 65% atau sebanyak 11 siswa dan pada siklus III sebesar 89% atau 16 siswa. Hal ini membuktikan bahwa penerapan teknik Make a Match meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran menulis narasi siswa kelas XI Bahasa.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

”Dengan aktivitas menulis, seseorang terlatih dalam menyusun pemikiran dan argumen secara runtut, sistematis, dan logis.”


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan karya ini sebagai rasa cinta, kasih sayang, dan terima kasih saya kepada:

1. Suami saya, Wahyu Sugiyarto, S.T, M.Pd; 2. Kedua orang tua saya, Bapak Suyatno Juri

dan Ummi Tumirah;

3. Mertua saya, Bapak Slamet Raharjo dan Ibu Agustini

4. Pembimbing skripsi saya, Bapak Slamet Mulyono, M.Pd. dan Ibu Sri Hastuti, S.S, M.Pd.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Peneliti memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas kehendakNya pula skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

2. Drs. Suparno, M. Pd. , Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini;

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I yang telah memberikan persetujuan dan pengarahan dengan begitu sabar, saran, semangat pada penulis serta masukan yang tidak ternilai harganya;

4. Ibu Sri Hastuti, S.S, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis dengan sebaik-baiknya serta memberikan dorongan dan selalu meluangkan waktu bagi penulis sehingga menjadikan penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi;

5. Drs. Suyitno, M.Pd., selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan solusi mengenai persoalan akademik.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat pada penulis;


(9)

commit to user

ix

7. Drs. Sujit Mudjirno, S.IP, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Salatiga yang telah memberikan izin peneliti terkait dengan penelitian yang dilaksanakan;

8. Bapak Muhlasin, S. Pd. selaku guru Bahasa Indonesia kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga sekaligus sebagai kolaborator yang dengan senang hati membantu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya; dan

9. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah Swt, amin. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Surakarta, Juni 2011


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO...vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9

1. Hakikat Menulis ... 9

a. Pengertian Menulis ... 9

b. Tahap-tahap dalam menulis ... 10

c. Jenis-jenis Tulisan ... 11

d. Pengertian Menulis Narasi ... 12

e. Jenis-jenis Tulisan Narasi ... 13

2. Hakikat Pembelajaran Menulis Narasi ... 16

a. Pengertian Pembelajaran ... 16

b. Proses Pembelajaran Menulis Narasi di SMA ... 21


(11)

commit to user

xi

3. Hakikat Metode Pembelajaran Kooperatif ... 23

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 23

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 25

4. Hakikat Teknik Make a Match ... 25

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 29

D. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

1. Tempat Penelitian ... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 33

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 34

D. Sumber Data ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Validitas Data ... 37

G. Teknik Analisis Data ... 37

H. Indikator Ketercapaian Tujuan ... 38

I. Prosedur Penelitian ... 39

1. Tahap Perencanaan Penelitian ... 40

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 40

a. Rancangan siklus I ... 41

b. Rancangan Siklus II ... 43

c. Rancangan Siklus III ... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Kondisi Pratindakan ... 52

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 55

1. Siklus I ... 55

2. Siklus II ... 62

3. Siklus III... 71


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 95

A. Simpulan ... 95

B. Implikasi ... 97

C. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian... 33

Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan... 39

Tabel 3. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus I ... 60

Tabel 4. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus II ... 68

Tabel 5. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus I ... 76

Tabel 6. Rekapitulasi Ketercapaian Indikator Penelitian Siklus I,II dan III ... 79

Tabel 7. Nilai Menulis Narasi Siswa Pratindakan dan Pascatindakan ... 94

Tabel 8. Pedoman Penilaian Hasil Menulis Narasi Siswa ... 104

Tabel 9. Lembar Penilaian Sikap Siswa... 106

Tabel 10. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa ... 108

Tabel 11. Lembar Penilaian Hasil Menulis Narasi Siswa ... 109

Tabel 12. Pedoman Observasi Keaktifan Siswa ... 111

Tabel 13. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar ... 115

Tabel 14. Nilai Menulis Narasi Siswa Pratindakan ... 128

Tabel 15. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Prasiklus... 129

Tabel 16. Nilai Sikap Siswa pada Siklus I ... 147

Tabel 17. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus I ... 149

Tabel 18. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus I ... 150

Tabel 19 Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Siklus I ... 154

Tabel 20. Nilai Sikap Siswa pada Siklus II ... 193

Tabel 21. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus II ... 195

Tabel 22. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus II ... 196

Tabel 23. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar Siklus II ... 200

Tabel 24. Nilai Sikap Siswa pada Siklus III ... 237

Tabel 25. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus III ... 239

Tabel 26. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus III ... 240


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir... 30

Gambar 2. Model Analisis Interaktif ... 38

Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 49

Gambar 4. Perbandingan Peningkatan Keaktifan Siswa... 89

Gambar 5. Perbandinga Peningkatan Skor Nilai Siswa pada Setiap Aspek Penilaian Karangan ... 93


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Penilaian Hasil Menulis Narasi Siswa ... 104

Lampiran 2. Lembar Penilaian Sikap Siswa ... 106

Lampiran 3. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa ... 108

Lampiran 4. Lembar Penilaian Hasil Menulis Narasi Siswa ... 109

Lampiran 5. Pedoma Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis Narasi ... 111

Lampiran 6.1 Pedoman Wawancara terhadap Guru Bahasa Indonesia ... 112

Lampiran 6.2 Pedoman Wawancara terhadap Siswa (Pratindakan) ... 113

Lampiran 6.3 Pedoman Wawancara terhadap Siswa (Pascatindakan) ... 114

Lampiran 7. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar... 115

PRASIKLUS Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Guru Bahasa Indonesia ... 118

Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Siswa Kelas XI Bahasa ... 122

Lampiran 10. Catatan Lapangan Prasiklus ... 125

Lampiran 11. Nilai Menulis Narasi Siswa Pratindakan ... 128

Lampiran 12. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Prasiklus .. 129

Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Prasiklus ... 133

SIKLUS I Lampiran 14. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus I ... 141

Lampiran 15. Nilai Sikap Siswa pada Siklus I ... 147

Lampiran 16. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus I ... 149

Lampiran 17. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus I ... 150

Lampiran 18. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Siklus I ... 154

Lampiran 19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 159

Lampiran 20. Kartu-kartu yang Berisi Kerangka Karangan Siklus I ... 173

Lampiran 21. Foto-foto Pembelajaran Menulis Narasi pada Siklus I... 179

Lampiran 22. Hasil Tulisan Narasi Siswa pada Siklus I ... 181

SIKLUS II Lampiran 23. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus II ... 186


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Lampiran 25. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus II ... 195

Lampiran 26. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus II ... 196

Lampiran 27. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Siklus II ... 200

Lampiran 28. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II... 204

Lampiran 29. Kartu-kartu yang Berisi Kerangka Karangan Siklus II ... 215

Lampiran 30. Foto-foto Pembelajaran Menulis Narasi pada Siklus II ... 211

Lampiran 31. Hasil Tulisan Narasi Siswa pada Siklus II ... 223

SIKLUS III Lampiran 32. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus III ... 233

Lampiran 33. Nilai Sikap Siswa pada Siklus III ... 237

Lampiran 34. Lembar Rekapitulasi Keaktifan Siswa pada Siklus III... 239

Lampiran 35. Nilai Menulis Narasi Siswa pada Siklus III... 240

Lampiran 36. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar pada Siklus III .. 244

Lampiran 37. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III...247

Lampiran 38. Kartu-kartu yang Berisi Kerangka Karangan Siklus III ... 257

Lampiran 39. Foto-foto Pembelajaran Menulis Narasi pada Siklus III ... 263

Lampiran 40. Hasil Tulisan Narasi Siswa pada Siklus III ... 230

PERIZINAN Lampiran 41. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Dekan ... 272

Lampiran 42. Surat Putusan Izin Penyusunan Skripsi oleh Dekan FKIP ... 273

Lampiran 43. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rektor ... 274

Lampiran 44. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Salatiga...275

Lampiran 45. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala SMA Negeri 3 Salatiga... 276

Lampiran 46. Izin Menyusun Skripsi... 277

Lampiran 47. Surat Keterangan Penelitian ... 278

Lampiran 48. Surat Rekomendasi Penelitian ... 279

Lampiran 49. Surat Permohonan Izin Penelitian Untuk Walikota Salatiga ... 280

Lampiran 50. Surat Permohoman Izin Penelitian untuk Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Salatiga ... 281


(17)

commit to user

v

ABSTRACT

Winarni. K1207007. THE APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING

TECHNIQUE ”MAKE A MATCH ” AS THE EFFORT TO IMPROVE NARRATIVE-WRITING SKILL OF XI BAHASA STUDENTS OF SMA NEGERI 3 SALATIGA YEAR 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni 2011.

The aim of this observation is to increase: 1) process quality; dan 2) product quality of narrative writing skill of XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga year 2010/2011 using Make a Match technique.

The type of this observation is classroom action research. The subject of this research are 34 students of XI Bahasa class of SMA Negeri 3 Salatiga and Indonesian teacher of XI Bahasa class. The data source that used were : place and phenomenon, informan, dan document.The data pool technique did by observation, interview, test/gave writing task, and document analysis. The step of observation’ procedures are : problem identification, problem analysis, arranging an action’s plan,action implementation, observation, and make a report. The research is start with first survey, first cycle, second cycle, until third cycle. Every cycle include of four step :(1) planing action; (2) action; (3) action research; and (4) analysis and reflection. In this research, teacher is a lesson facilitator and the researcher is an observetor.

Based on the result of researh, the researcher conclude that there are increase: 1) process quality; and 2) product quality of narrative writing skill of XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga using Make a Match technique. The increase of lesson process quality is known from the students who being more active and enthusiasm during the lesson, there are: (1) follow aperseption, 32% in first cycle, 47% in second cycle, and 67% in third cycle; (2) give an attantion for the teacher, 47% in first cycle, 68% in second cycle, and 83% in third cycle; (3) listening text dialogue, 42% in first cycle, 74% in second, and 89% in third cycle; (4) discussion, 26% in first cycle, 37% in second cycle, and 56% in third cycle; (5) make a text framework, 47% in first cycle, 74% in second cycle, dan 94% in third cycle; dan (6) develope the text framework to the complete narrative text, 44% in first cycle, 71% in second cycle, and 89% in third cycle. The increase of the student’s narrative writing skill can be known from the value of the student’s written which always increase in every cycles. In first cycle,the persentage of student’s study result completeness in the lesson is 33% or 6 students. In second cycle is 65% or 11 students and in third cycle 89% or 16 students. It prove that using Make a Match technique can increase process quality and the lesson’s result quality on writing narrative for the student of XI Bahasa.


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Dengan bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat dituntunkan kepada generasi mendatang. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu sarana mengupayakan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia secara terarah. Maka dari itu melalui proses pengajaran bahasa diharapkan siswa mempunyai kemampuan yang memadai untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Dalam proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai fasilitator, artinya, guru memegang tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efekif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya pendidikan (Usman, 2009:11). Pada prinsipnya tujuan akhir pembelajaran bahasa adalah agar siswa mampu menguasai empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Empat keterampilan ini harus dikuasai oleh siswa.

Menulis merupakan salah satu keterampilan dalam berbahasa. Melalui kegiatan menulis siswa dapat mengkomunikasikan gagasan, penghayatan, dan pengalamannya ke dalam bentuk tulisan. Banyak kegiatan yang berhubungan erat dengan keterampilan menulis yang harus diselesaikan siswa, yaitu membuat ikhtisar, membuat catatan, menulis notulen, menulis berbagai macam surat, menulis proposal penelitian, menulis rancangan kegiatan, sampai pada kemampuan menulis karya ilmiah. Akhadiah, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan (2002:2) mengungkapkan bahwa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat. Tujuan yang


(19)

commit to user

diharapkan dari kegiatan menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan ide atau gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta mempunyai hobi menulis. Melalui keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Selain itu, tidak semua orang mampu melaksanakan tugas menulis dengan baik. Menulis bukan pekerjaan yang mudah karena merupakan kemampuan yang kompleks serta menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.

Nurudin (2010:50) berpendapat bahwa berdasarkan bentuknya, terdapat lima jenis tulisan yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi dan persuasi. Tulisan narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah cerita secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu. Narasi bisa saja dimulai dari peristiwa ditengah atau paling belakang, sehingga memunculkan flashback. Narasi dapat bergaya kisahan orang pertama sehingga terasa subjektivitas pengarangnya, atau orang ketiga sehingga lebih terkesan objektif.

Mengacu pada hakikat tulisan narasi di atas, keterampilan menulis narasi mengajak siswa menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran menulis ditujukan agar siswa mampu memahami dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan. Hal ini penting karena kemampuan menulis seseorang merupakan gambaran dari penguasaan bahasa yang digunakan.

Kemampuan menulis narasi siswa di Indonesia pada umumnya masih rendah. Sebagian besar dari mereka membuat karangan dengan panjang tidak maksimal dan kurang sesuai harapan. Barbara, dkk. (2009:360) menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam berkomunikasi, selain itu keterampilan menulis juga penting dan harus dikuasai di setiap jenjang pendidikan. Akan tetapi, faktanya sekitar 14% hingga 26 % warga atau penutur asli justru kesulitan dan tidak lolos dalam tes keterampilan menulis tingkat paling dasar. Alfianto (2006:1) menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

anak-anak di banyak kelas jarang dilatih menulis dengan kata-kata mereka sendiri. Mereka lebih sering dan terbiasa menyalin dari papan tulis dan buku pelajaran.

Permasalahan pembelajaran keterampilan menulis, khususnya menulis narasi terjadi di kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga tahun 2010/2011. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas tersebut, peneliti memperoleh fakta bahwa kemampuan menulis narasi siswa masih rendah. Kelas XI Bahasa yang berjumlah 34 siswa, sebanyak 12 siswa (35%) tidak mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan tidak mengerjakan tugas menulis narasi yang diberikan oleh guru; 20 siswa (59%) memperoleh nilai di bawah nilai batas ketuntasan minimal; dan hanya 2 siswa (6%) yang menulis narasi dengan hasil yang cukup memuaskan.

Rendahnya kemampuan menulis narasi siswa di kelas ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, guru memakai dan menerapkan teknik mengajar yang kurang tepat. Dalam pembelajaran menulis narasi, guru meninggalkan tahapan menulis, yakni guru melupakan tahap prapenulisan dan pascapenulisan. Siswa tidak diajak membuat kerangka karangan serta siswa tidak diajak menyunting naskah karangan siswa. Siswa hanya mengumpulkan draf karangan. Selain itu, salah satu contoh proses pembelajaran menulis narasi yang dilakukan oleh guru di kelas XI Bahasa yakni sebagai berikut: a) guru masuk kelas dan membuka kembali ingatan siswa mengenai menulis narasi; b) guru menjelaskan pokok perbedaan menulis narasi dan deskripsi; c) guru meminta siswa berjalan ke masjid sekolah, kemudian siswa diminta menceritakan perjalanan mereka dari kelas hingga masjid dalam karangan naratif dan deskriptif yang disusun secara padu; d) pekerjaan siswa dikumpulkan setelah jam usai. Guru menggabungkan pembelajaran menulis narasi dan deskripsi hanya dalam alokasi waktu 2 jam pelajaran. Berdasarkan hasil wawancara, guru cenderung mempersingkat pembelajaran menulis karena guru beranggapan bahwa pembelajaran menulis tidak masuk dalam UN, sehingga guru lebih memfokuskan pembelajaran ke materi UN. Materi yang diperdalam guru yakni materi kebahasaan dan keterampilan membaca. Selain itu, materi yang diajarkan oleh guru tidak sesuai dengan Kompetensi Dasar kelas XI Bahasa. Kompetensi Dasar untuk kelas XI


(21)

commit to user

Bahasa seharusnya adalah menulis narasi faktual berbentuk biografi, sedangkan materi yang diajarkan oleh guru adalah menulis narasi secara umum. Hal tersebut di atas mengindikasikan rendahnya kualitas proses pembelajaran menulis narasi di kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga.

Hal lain yang mempengaruhi rendahnya kemampuan menulis narasi siswa di kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga yakni siswa cenderung tidak bersemangat dalam pembelajaran menulis narasi. Berdasarkan hasil wawancara, siswa cenderung tidak bersemangat menjalani pembelajaran menulis narasi. Berdasarkan hasil wawancara, siswa merasa kurang bersemangat dalam pembelajaran menulis narasi karena siswa tidak dibimbing oleh guru. Selain itu, guru membebaskan siswa ketika proses penulisan narasi sehingga siswa justru memanfaatkan kesempatan untuk bergurau. Hal ketiga yang mempengaruhi rendahnya kualitas hasil tulisan narasi siswa yakni hasil tulisan narasi siswa kurang maksimal. Berdasarkan analisis terhadap hasil tulisan siswa pada prasiklus, siswa cenderung menulis tanpa memperhatikan profil penilaian karangan. Tulisan siswa kurang memperhatikan ejaan, penggunaan bahasa dan organisasi isi. Berdasarkan hasil wawancara, guru hanya sekedar meminta siswa menulis narasi dan deskripsi. Guru tidak memberi penekanan kepada siswa mengenai aspek penilaian karangan seperti isi, organisasi isi, penggunaan bahasa, kosakata dan mekanik. Contoh hasil tulisan siswa prasiklus dapat dilihat pada lampiran 14 halaman 138.

Fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan menulis narasi di kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga masih kurang optimal. Selain itu, prosedur pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih kurang ideal. BSNP (2007:1) dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses satuan pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Berdasarkan paparan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis narasi di kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga memerlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa mampu mengungkap ide dengan bahasa yang baik dan benar. Pembelajaran akan lebih optimal jika pendekatan atau metode yang digunakan tepat. Belz, dan Andreas Müller Hartmann (2002:68-78) mengungkapkan ”in recent years with the advance of new media technologies, innovative learning situations have arisen which have potential for development in second language and intercultural learning”.

Semakin maju perkembangan teknologi dewasa ini, mampu memunculkan berbagai macam situasi pembelajaran inovatif yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembelajaran bahasa kedua maupun budaya. Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama keterampilan menulis narasi, pendidik membutuhkan pendekatan yang lebih menekankan kerjasama siswa, keaktifan dan kreativitas siswa serta kesempatan mengolah informasi dan meningkatkan informasi.

Lie (2008:6) mengungkapkan bahwa strategi yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Akan tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa berpartisipasi. Banyak siswa yang hanya sebagai penonton saja, sedangkan yang menguasai kelas hanya beberapa siswa. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang masih kurang mengaktifkan seluruh siswa adalah dengan pembelajaran kooperatif. Lie (2008: 17) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sering juga disebut sistem pengajaran gotong-royong.

Salah satu teknik dalam model pembelajaran kooperatif adalah Make a Match. Melalui model kooperatif teknik Make a Match siswa diharapkan mampu menggabungkan antara gambar satu dengan yang lain menjadi runtut dan mampu menggabungkan antara pertanyaan satu dengan jawaban tertentu sehingga hal tersebut mampu membantu siswa mengungkap ide secara sistematis. Selain itu konsentrasi siswa juga dapat lebih terfokus karena siswa sebelumnya sudah terpancang berkompetisi.


(23)

commit to user

Dalam model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match, siswa bekerja secara berkelompok. Ketika siswa dalam satu kelompok dituntut mencari pasangan jawaban pada kelompok lain tentu membutuhkan konsentrasi tinggi dan kekompakan dalam kelompok. Dengan cara ini, konsentrasi siswa akan terjaga dan siswa menjadi lebih fokus pada pembelajaran. Selain itu siswa mengalami dan memahami semua alur yang ada. Kartu-kartu yang berisi kerangka karangan narasi mampu membantu siswa menulis cerita secara runtut.

Banyak hal positif yang dapat diperoleh pendidik ketika menerapkan teknik Make a Match. Guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena siswa dalam satu kelas terbagi dalam tiga kelompok kemudian mereka diminta mencari jawaban pada kelompok lain. Selain itu terdapat pula satu kelompok yang bertugas menilai kinerja siswa yang lain (eksekutor) dan hal ini dapat dilakukan secara bergantian. Tentu hal ini jauh lebih menarik jika dibandingkan siswa diminta mencari ide sendiri yang sudah pasti memakan waktu lebih lama.

Keunggulan lain teknik Make a Match adalah siswa dikondisikan aktif memahami setiap pertanyaan agar tidak terkecoh dalam mencari pasangan jawaban yang tepat. Kinerja salah satu siswa mempengaruhi hasil yang dieksekusikan kepada siswa tersebut, jika sampai salah maka siswa akan memperoleh hukuman tentu dengan hal ini siswa menjadi lebih hati-hati.

Dalam model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match, salah satu langkah yang harus dilalui oleh siswa adalah siswa diajak menjodohkan pertanyaan dan jawaban serta menilai hasil karangan atau pekerjaan siswa yang lain. Dua langkah ini mempunyai kemiripan dengan tahapan menulis, yakni tahap prapenulisan dan pascapenulisan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memandang penting melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan menulis narasi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi pada Siswa Kelas XI BAHASA SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011? 2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match

dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan:

1. kualitas proses pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas XI BAHASA SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011?

2. kualitas hasil pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas XI BAHASA SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam hal pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat SMA, terutama pada pembelajaran keterampilan menulis narasi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

1. Siswa termotivasi dalam pembelajaran keterampilan menulis narasi. 2. Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match pada

pembelajaran menulis narasi melatih dan membiasakan siswa bekerja sama serta menjaga kekompakan kelompok dan terbiasa berkompetisi.


(25)

commit to user

3. Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match

memungkinkan meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa. b. Bagi Guru

1. Guru mendapatkan pengalaman menerapkan teknik Make a Match

dalam keterampilan menulis narasi.

2. Guru dapat menarik perhatian siswa ketika menerapkan teknik Make a Match dalam pembelajaran menulis narasi.

3. Penerapan teknik Make a Match dalam pembelajaran menulis narasi dapat mengefektifkan waktu pembelajaran.

4. Guru dapat meningkatkan kualitas hasil tulisan narasi siswa dengan penerapan teknik Make a Match dalam pembelajaran.

c. Bagi Peneliti

1. Peneliti dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khusunya tentang keterampilan menulis narasi dengan teknik Make a Match.

2. Peneliti mendapatkan fakta bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa.

d. Bagi Sekolah

1. Sekolah dapat menjadikan hasil penelitian sebagai acuan pengadaan inovasi pembelajaran bagi para guru dalam mengajarkan materi menulis narasi.

2. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran di sekolah, terutama hasil pembelajaran menulis narasi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match.


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Menulis a. Pengertian Menulis

Menulis merupakan salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa. Nurgiyantoro (2010:283) berpendapat bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa. Pendapat lain, Alek dan Achmad H.P (2010:106) berpendapat bahwa menulis merupakan kegiatan menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara, sehingga dalam kegiatan menulis seseorang menghasilkan sebuah karya berwujud tulisan. Slamet (2009:96) mengungkapkan bahwa menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase, yakni pramenulis, penulisan dan pascapenulisan. Tarigan (2009:3) memberi batasan pengertian menulis dengan berpendapat bahwa menulis merupakan keterampilan mekanistik, tidak mungkin dikuasai melalui teori saja, tetapi hanya dapat dikuasai oleh orang yang rajin berlatih. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa agar dapat menulis dengan baik, seseorang harus berlatih secara terus menerus dan melewati fase penulisan untuk menyempurnakan tulisan tersebut.

Menurut Lasa (2005:7), menulis merupakan proses penuangan gagasan dan pemikiran dengan sistem tertentu dalam bentuk tulisan. Pendapat lain mengenai menulis disampaikan oleh Wiyanto (2006:1-2) dengan membagi pengertian menulis menjadi dua pengertian. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Pengertian kedua adalah bahwa menulis merupakan kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Melengkapi pendapat tersebut, Wolsey (2010:194)

mengungkapkan “writing is much more than the mirror image of reading, and composing may place greater demands on working memory than reading task


(27)

commit to user

do”. Aktivitas menulis tidak hanya sekedar menuangkan kembali apa yang telah dibaca, namun mengkomposisikan kembali apa yang telah kita peroleh berdasarkan ingatan kita sehingga dalam aktivitas ini, ingatan kita dituntut untuk memproduksi tulisan berdasarkan memori otak kita.

Bertolak dari beberapa pengertian menulis di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah suatu kegiatan mengungkapkan pikiran, ide atau gagasan, dan pesan secara tertulis melalui lambang atau simbol grafik yang teratur sebagai bentuk sarana komunikasi tidak langsung sehingga orang lain dapat memahami isinya dengan mudah.

b. Tahap-tahap dalam Menulis

Tahap dalam menulis adalah suatu proses kreatif. Djauharie dan Suherli (2005:57-60) berpendapat bahwa terdapat lima tahapan dalam membuat karangan, yakni menentukan dan memilih tema/topik karangan, menentukan tujuan penulisan, menyusun kerangka karangan, mengumpulkan bahan tulisan dan mengembangkan kerangka karangan. Melengkapi pendapat tersebut, Nurudin (2007:92) menjelaskan bahwa dalam menulis melalui tahap : 1) pramenulis yang meliputi: a)memilih dan membatasi topik; b) brainstorming

yang terdiri atas mendaftar, menulis bebas dan pengelompokan. 2) Merencanakan menulis yang meliputi: a) membuat subdaftar; b) menulis kalimat topik; dan c) membuat outline. 3) Menulis dan merevisi draf yang berupa: a) menulis draf kasar;b) merevisi dan mengorganisasikan tulisan; serta c) menulis akhir.

Akhadiah, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan (1999:3-5) menyebutkan tahapan menulis yakni 1) prapenulisan yang terdiri atas penentuan topik, penentuan tujuan dan pemilihan bahan; 2) penulisan , yakni berupa penyusunan paragraf dan kalimat, pemilihan kata dan teknik penulisan; dan 3) revisi, yakni perbaikan buram pertama dan pembacaan ulang. Pendapat lain disampaikan oleh Alek, dan Achmad H.P (2010:107) dengan berpendapat bahwa menulis terdiri atas tiga langkah, yakni 1) persiapan, yang meliputi: a) membuat kerangka karangan; b) menemukan idiom yang menarik; dan c) menemukan kata kunci; 2) menulis yang terdiri atas a) mengingatkan diri agar


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

tetap logis; b) membaca kembali setiap memperoleh satu paragraf; dan c) percaya diri akan apa yang ditulis; lalu 3) editing yang terdiri atas a) memperhatikan kesalahan kata, tanda baca dan tanda hubung; b)memperhatikan hubungan antarparagraf; dan c) membaca tulisan secara menyeluruh.

Melengkapi pendapat di atas, Slamet (2008:112-120) menjelaskan bahwa tahap penulisan terdiri atas 1) prapenulisan, yakni a) menentukan dan membatasi topik tulisan; b) merumuskan tujuan, menentukan bentuk tulisan, dan menentukan pembaca yang akan ditujunya; c) memilih bahan; dan d) menentukan generalisasi dan cara-cara mengorganisasikan ide untuk tulisannya; 2) pembuatan draf; 3) perevisian; 4) pengeditan/penyuntingan; 5) pemublikasian. Penulisan karangan pada dasarnya meliputi tahap pramenulis, menulis dan revisi. Dalam tahap pramenulis, seseorang mempersiapkan tulisannya dengan menentukan topik tulisan, membuat kerangka, dan menentukan bentuk tulisan. Berdasarkan kerangka yang telah dibuat, seseorang menyusun draf tulisan, kemudian draf tulisan tersebut disunting pada tahap revisi.

c. Jenis-jenis Tulisan

Akhadiah, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan (1997:14-15) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis tulisan, yakni deskripsi, narasi, eksposisi dan persuasi. Wiyanto (2006:64-69) mengklasifikasikan tulisan berdasarkan sifat dan tujuan menjadi lima jenis, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. Nurudin (2010:50) mengemukakan bahwa deskripsi adalah penulisan dengan penggambaran obyek dengan memanfaatkan panca indera. Fokus penulisan tergantung pada emosi pembaca, hal panca indera mana, dan pembaca itu sendiri. Narasi adalah bercerita, penulisan ini digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan, melestarikan sejarah dan juga menghibur pembaca. Eksposisi adalah penulisan untuk menjelaskan suatu proses atau ide. Dalam penulisan dibutuhkan hal yang rinci tentang suatu penjelasan dari definisi. Jenis tulisan yang keempat


(29)

commit to user

adalah persuasi, yakni tulisan yang berisi bujukan terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu.

Menyambung pendapat di atas, Sudaryat (2009:169-172)

mengemukakan bahwa berdasarkan bentuknya, terdapat empat jenis wacana. Wacana narasi adalah wacana yang isinya memaparkan terjadinya suatu peristiwa, baik peristiwa rekaan maupun kenyataan. Wacana deskripsi yaitu wacana yang isinya menggambarkan penginderaan (penglihatan, pendengaran, penciuman, kehausan, kelelahan), perasaan, dan perilaku jiwa (harapan, ketakutan, cinta, benci, rindu dan rasa tertekan). Wacana eksposisi adalah wacana yang isinya menjelaskan sesuatu. Wacana argumentasi yakni wacana yang memberikan alasan terhadap kebenaran atau ketidakbenaran sesuatu hal, dengan maksud agar pesapa dapat diyakinkan sehingga terdorong untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pemaparan di atas, berdasarkan bentuknya terdapat lima jenis wacana, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Narasi adalah wacana yang berisi kisahan atau cerita dan di dalamnya terdapat konflik antartokoh, sedangkan deskripsi adalah wacana yang berisikan menggambarkan hasil penginderaan. Eksposisi adalah wacana yang berisikan penjelasan mengenai suatu proses. Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau pendirian dirinya dan wacana persuasi adalah wacana yang berisikan ajakan kepada pembaca untuk melakukan suatu hal dalam menyingkapi sesuatu.

d. Pengertian Menulis Narasi

Keraf (2007:136) menuliskan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu atau dapat pula dirumuskan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi berusaha menjawab

pertanyaan “Apa yang telah terjadi?”. Melengkapi pendapat tersebut, Djauharie dan Suherli (2005:47) mengungkapkan bahwa wacana narasi adalah


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis (sistematika waktu) dengan tujuan memperluas pengalaman seseorang. Isi wacana narasi adalah cerita atas suatu peristiwa atau kisah seseorang.

Nurudin (2010:71) mengemukakan bahwa narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah cerita secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu. Narasi dapat dimulai dari peristiwa ditengah atau paling belakang, sehingga memunculkan flashback. Narasi dapat bergaya kisahan orang pertama sehingga terasa subjektivitas pengarangnya, atau orang ketiga sehingga lebih terkesan objektif. Senada dengan pendapat tersebut, Wiyanto (2006:65) mengatakan bahwa narasi merupakan kisah atau cerita yang bertujuan mengisahkan atau menceritakan, kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Perbedaannya, narasi mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan sebuah wacana atau tulisan yang memiliki berbentuk cerita atau kisahan yang menonjolkan pelaku serta menurut perkembangan dari waktu ke waktu dan disusun secara sistematis. Ciri-ciri karangan narasi menurut Keraf (2007:136) yakni menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan, dirangkai dalam urutan waktu, berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”, ada konflik dan narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konflik.

e. Jenis-jenis Tulisan Narasi

Berikut adalah jenis tulisan narasi menurut Keraf (2007:136-138). 1. Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)

Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat mengenai suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan


(31)

commit to user

narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.

2. Narasi Sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif menurut Keraf (2007:138-139) adalah sebagai berikut.

Narasi Ekspositoris Narasi sugestif

1. Memperluas pengetahuan. 1. Menyampaikan suatu makna

atau suatu amanat yang tersirat.

2. Menyampaikan informasi

mengenai suatu kejadian.

2. Menimbulkan daya khayal.

3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional

3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titi berat

pada penggunaan kata-kata

denotatif.

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif.

Pada intinya, narasi ekspositoris menyajikan cerita kepada pembaca, berisi kisahan cerita yang dapat ditangkap secara rasional dan cerita tersebut masuk akal. Suatu cerita narasi ekspositoris menyajikan kisahan yang bisa ditemukan pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, narasi sugestif menyajikan suatu kisahan yang akan mengajak pembaca berkhayal, menemukan sesuatu di luar nalar dan tidak masuk akal. Umumnya cerita yang disajikan dalam narasi sugestif tidak bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Sudaryat (2009:170) menjelaskan bahwa wacana narasi dapat bersifat faktual maupun imajinatif seperti dongeng, novel, biografi, sketsa, dan anekdot. Pendapat lain yakni Tarigan (2008:28) mengutip pendapat Weaver, mengklasifikasikan narasi menjadi empat jenis, yakni narasi urutan waktu, motif, konflik, titik pandangan, dan pusat minat. Melengkapi pendapat tersebut, Tarigan (2008:35) berpendapat bahwa terdapat empat bentuk tulisan narasi yang biasa dipergunakan, yakni buku catatan harian atau jurnal, cerita otobiografis, lelucon otobiografis, dan esai pribadi. Senada dengan pendapat tersebut, Djauharie dan Suherli (2005:47) menyatakan bahwa cerita atau kisah yang diketengahkan di dalam narasi dapat berupa kisah fiktif maupun imajinatif, dapat pula berupa kisah faktual atau nyata. Contoh kisah yang fiktif diantaranya cerpen, novel dan hikayat sedangkan contoh kisah faktual diantaranya sejarah, biografi, otobiografi dan cerita pengalaman.

Menyambung pendapat di atas, Keraf (2007:141-144) berpendapat bahwa terdapat empat bentuk khusus dalam paragraf narasi, yakni biografi dan otobiografi, anekdot, anekdot dan insiden, sketsa, dan profil. Biografi dan otobiografi adalah penyampaian kisah menarik mengenai kehidupan dan pengalaman-pengalaman pribadi. Perbedaannya, biografi dikisahkan oleh orang lain sedangkan otobiografi dikisahkan oleh orang itu sendiri. Selanjutnya, anekdot adalah semacam cerita pendek yang bertujuan menyampaikan karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau hal lain, sedangkan insiden merupakan cerita mengenai kejadian atau peristiwa yang tengah terjadi. Sketsa adalah cerita yang menyajikan hal-hal yang penting dari suatu peristiwa atau kejadian secara garis besar dan selektif dan profil adalah suatu wacana modern yang berusaha menggabungkan narasi, deskripsi dan eksposisi dalam berbagai porsi yang berbeda. Walaupun demikian, pada kenyataannya keempat bentuk karangan narasi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, selalu ada kaitan antara bentuk satu dan yang lainnya.


(33)

commit to user

2. Hakikat Pembelajaran Menulis a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2001: 57). Lebih lanjut Hamalik mengungkapkan bahwa material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.

Ada lima pengertian pengajaran dan pembelajaran menurut Hamalik (2001: 58), yaitu:

1. pengajaran ialah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa di sekolah;

2. pengajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;

3. pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik;

4. pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik;

5. pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa mengahadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Suprijono (2009: 11) menjelaskan tentang perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran. Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning dan pengajaran terjemahan dari teaching. Lebih lanjut, Suprijono mengungkapkan bahwa pengajaran adalah proses perbuatan, cara mengajarkan. Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik dan peserta didik sebagai pihak penerima. Pengajaran seperti ini merupakan proses instruktif. Guru bertindak sebagai „panglima‟, guru dianggap paling dominan, dan guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui.


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Suprijono (2009: 13) menjelaskan tentang pembelajaran yang berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensial istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sedangkan pada pembelajaran, guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru yang menyediakan fasilitas belajar bagi anak didiknya untuk mempelajarinya sehingga subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.

Suatu pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang membuat siswa mampu merekonstruksi pemahamannya dan berkualitas. Akan tetapi, kondisi ideal pembelajaran sulit ditemukan di lapangan. Hadi (2008) menyatakan bahwa pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi oleh delapan faktor. Tanpa kedelapan faktor tersebut, kualitas pembelajaran akan menjadi rendah. Faktor pertama yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni tujuan. Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.

Faktor kedua yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni faktor guru. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, suatu strategi yang bagus dan idealnya tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi yakni anak didik (siswa). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi :

a. latar belakang siswa (pupil formative experience) : meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari keluarga bagaimana siswa berasal, kepribadian dan sebagainya;


(35)

commit to user

b. sifat yang dimiliki siswa (pupil properties) : meliputi kemampuan, pengetahuan dan sikap.

Faktor keempat yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni sarana dan prasarana. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain-lain. Prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain-lain. Kelengkapan saran dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Selain sarana dan prasarana, kegiatan pembelajaran juga mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang dipakai oleh guru menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan tersebut menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.

Lingkungan merupakan faktor keenam yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dilihat dari dimensi lingkungan, terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

a. Faktor organisasi kelas, yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar cenderung kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

b. Faktor iklim sosial psikologis maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal dan eksternal.


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Faktor ke tujuh yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni bahan dan alat evaluasi. Bahan evaluasi adalah suatu materi yang terdapat di dalam kurikulum dan sudah dipelajari oleh anak didik. Materi tersebut pada umumnya tersaji dalam bentuk buku paket. Pembelajaran di kelas umumnya masih berpedoman dengan adanya buku paket tersebut. Arikunto (2008:3) menyatakan bahwa evaluasi adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif lalu mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif. Menyambung pendapat diatas, Arikunto (2008:25-26) berpendapat bahwa alat evaluasi atau biasa disebut instrumen, adalah sesuatu yang dapat dipergunakan oleh seseorang untuk mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Alat evaluasi dapat digolongkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes. Teknik tes pada umumnya berupa tipe soal benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple choise), menjodohkan (matching), melengkapi (completion) dan esai. Sedangkan teknik nontes mengukur sesuatu dengan skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.

Masing-masing alat evaluasi mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objetif. Kekurangan tes objektif yakni apabila anak didik tidak dapat menjawab, mereka cenderung melakukan tindakan spekulasi pengambilan sikap untung-untungan daripada tidak menjawab. Alat tes dalam bentuk esai dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik sebab tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat test ini adalah dari segi pembuatan item soal. Tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Selain itu, subjektivitas guru terhadap tulisan siswa cenderung mendominasi penilaian guru. Berbagai permasalahan yang telah dikemukaan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.


(37)

commit to user

Apabila alat tes tersebut tidak valid dan tidak reliabel, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.

Suasana evaluasi merupakan faktor teakhir yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas dan tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasa kelas sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau usaha untuk menjadikan siswa belajar dengan memberikan stimulasi kepada siswa agar menimbulkan respons yang tepat untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.

b. Proses Pembelajaran Menulis Narasi di SMA

Proses pembelajaran bahasa secara umum adalah mengembangkan kemampuan vertikal. Maksudnya siswa sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Semakin lama, kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna, misalnya strukturnya semakin benar pilihan katanya semakin tepat, dan kalimat-kalimatnya semakin bervariasi.

Menulis narasi merupakan bagian dari keterampilan menulis yang harus dikuasai oleh siswa Sekolah Menengah Atas, khususnya jurusan Bahasa. Lindgren dan Sullivan (2002:566) menyatakan “the ability to write is not innate and is generally learned in a formal setting”. Kemampuan menulis bukan merupakan faktor bawaan dan umumnya menulis dipelajari pada tempat formal

Pembelajaran menulis narasi merupakan bagian dari rangkaian pembelajaran menulis lanjutan jenjang sekolah dasar dan jenjang sekolah


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

menengah pertama. Di kelas tiga SD semester II, siswa sudah diajari menulis narasi. Pembelajaran ini berlanjut sampai jenjang SMP. Di kelas VII SMP, menulis narasi berlanjut pada kompetensi dasar menulis buku harian dan pengalaman pribadi, serta mengubah teks wawancara menjadi wacana narasi. Pada jenjang sekolah menengah atas, menulis narasi diajarkan kembali di kelas X semester I pada kompetensi dasar menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Selanjutnya, khusus kelas XI program Bahasa, menulis narasi kembali diajarkan pada kompetensi dasar menyusun beberapa paragraf naratif faktual tentang riwayat tokoh (BSNP, 2006:233-235). Dari kurikulum tersebut, dapat diketahui bahwa pembelajaran menulis narasi selalu dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan siswa.

Di SMA, pembelajaran menulis dituntut lebih kreatif. Alfianto (2006) mengatakan bahwa pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan dunia menulis (mengarang) yang lebih hidup dan bervariatif. Siswa telah dilatih menunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis esai, cerita pendek, puisi, artikel, dan sebagainya. Akan tetapi, selama ini hal tersebut dibiarkan mati karena pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang berpihak pada pengembangan bakat menulis siswa. Metode yang dipakai oleh guru umumnya kurang menggiring siswa sampai pada tahap proses kreatif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran menulis narasi merupakan proses berkesinambungan mulai dari kelas III SD semester II. Proses ini berlangsung hingga SMA, khususnya bagi siswa kelas XI program Bahasa.

c. Evaluasi Pembelajaran Menulis Narasi di SMA

Nurgiyantoro (1988:291) menjelaskan bahwa cara mengukur

kemampuan menulis dapat dilakukan melalui berbagai tingkatan. Berikut merupakan tingkatan-tingkatan dalam tes kemampuan menulis.

1. Tes Kemampuan Menulis Tingkat Ingatan

Tes kemampuan menulis pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat teoretis, artinya tes lebih berhubungan dengan teori atau pengetahuan


(39)

commit to user

tentang menulis yang sering diajarkan sebelum siswa diminta praktik menulis. Pengetahuan yang dimaksud misalnya yang berhubungan dengan masalah definisi, pengertian, konsep, fakta dan istilah-istilah yang biasa ditemui dalam pembelajaran menulis.

2. Tes Kemampuan Menulis Tingkat Pemahaman

Tes menulis tingkat pemahaman pun seperti tingkat ingatan atas, yakni masih lebih bersifat teoretis. Tes pada tingkat ini belum menugasi siswa menghasilkan karya tulis secara sungguh-sungguh, artinya menghasilkan karangan yang baik gagasan maupun bahasanya berasal dari siswa. Tes yang diberikan kepada siswa seharusnya lebih dari sekadar pengetahuan tentang seluk beluk tugas menulis.

3. Tes Kemampuan Menulis Tingkat Penerapan

Tes menulis pada tingkat penerapan telah menuntut siswa benar-benar menghasilkan karya tulis. Guru hendaknya meminta siswa praktik menulis dan menerapkan pengetahuannya dalam tugas menulis. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengemukakan gagasan sendiri sekaligus mengembangkan gagasan tersebut dengan bahasa siswa sendiri.

4. Catatan Tes Kemampuan Menulis Tingkat Analisis ke Atas.

Tes kemampuan menulis pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi, sesuai dengan tingkatannya yang di atas penerapan, juga menghendaki siswa praktik menghasilkan sebuah karya tulis. Pemberian tugas menulis tentu saja dapat dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek tertentu, analisis, sintesis atau evaluasi. Jika penekanan pada tingkat analisis, tugas yang diberikan lebih banyak menuntut siswa menganalisis suatu masalah. Demikian juga halnya dengan penekanan pada tingkat sintesis dan evaluasi. Penilaian terhadap hasil karangan siswa dapat dilakukan dengan model-model penilaian seperti yang ada.

Dalam pembelajaran bahasa, tes kebahasaan merupakan hal yang krusial dan wajib dilakukan. Melalui penilaian tersebut dapat dilakukan penilaian secara objektif, khususnya terhadap hasil belajar siswa. Penilaian akan baik


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

jika aspek-aspek yang dinilai dalam tulisan disajikan secara rinci. Seluruh aspek penilaian menulis narasi tersaji dalam lampiran.

3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan tersebut, pembelajaran kooperatif melatih siswa saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab serta saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Lie (2008: 12) menjelaskan bahwa sistem pembelajaran gotong royong atau Cooperative Learning adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan anak didik bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Donald R. Cruickshank, dkk. (1999: 205) menjelaskan

bahwa “Cooperative Learning is the term used to describe instructional procedures whereby learners work together in small groups and rewarded for their collective accomplishment”. Pada intinya pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kelompok atau tim kecil yang saling membantu.

Menyambung pendapat di atas, Lie (2008: 31) mengutip pendapat Roger dan David Johson mengungkapkan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Menurut Suprijono (2009: 58), ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Lie menjelaskan untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antaranggota; dan (5) evaluasi proses kelompok.


(41)

commit to user

Adapun tujuan dalam pembelajaran kooperatif ini yaitu: (1) kaitannya terhadap hasil belajar akademik yaitu bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial; (2) kaitannya dalam pemerintahan terhadap perbedaan individu yaitu memberi peluang kepada siswa dengan latar belakang dan kondisi berbeda, bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar menghargai satu sama lain; (3) kaitannya terhadap pengembangan keterampilan sosial yaitu mengajarkan siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan

kerjasama akademik antarsiswa, membentuk hubungan positif,

mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Lie (2008:21) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi. Aktivitas belajar berpusat pada mahasiswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah.

Interaksi belajar yang efektif memicu mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah (1) belajar bersama dengan teman; (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman; (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok; (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

pendapat; (7) keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri; (8) mahasiswa aktif (Lie, 2008:47).

4. Hakikat Teknik Make a Match

Teknik belajar Make a Match memberi kesempatan kepada kelompok untuk bekerja sama dengan kelompok lain. Dewasa ini banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak berlaku pada teknik

Make a Match.

Isjoni (2010:77-78) mengungkapkan bahwa salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia. Lebih lanjut lagi, Suprijono (2009: 94) menjelaskan cara menerapkan teknik Make a Match

yaitu:

1. guru mempersiapkan kartu-kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu yang berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi sejumlah siswa (jumlah kartu sama dengan jumlah siswa);

2. siswa diminta membagi kelas menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama membawa kartu pertanyaan, kelompok kedua pembawa kartu jawaban dan kelompok lainnya menjadi penilai atau eksekutor;

3. posisi tempat duduk dibuat seperti bentuk huruf U sehingga kelompok pertama dan kedua berhadapan;

4. kelompok pertama dan kedua bertemu mencari pasangan setelah dibunyikan peluit, kelompok tiga mengawasi;

5. setelah itu, masing-masing pasangan yang sudah bertemu menghadap penilai untuk dieksekusi. Jika benar diberi reward jika kurang benar diberi hukuman;


(43)

commit to user

6. kelompok tiga dipecah menjadi dua untuk melakukan seperti yang dilakukan oleh kelompok pertama dan kedua, kelopok pertama dan kedua gantian menjadi penilai;

7. kegiatan akhir adalah siswa berdiskusi secara bersama sama mengenai hasil yang telah didapat masing-masing pasangan, apakah sudah benar atau belum. Dari hasil tersebut, masing-masing pasangan mengembangkan apa yang telah mereka dapat menjadi sebuh paragraf narasi.

Pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match

akan diterapkan sebagai berikut: a) guru masuk kelas dan mempresensi siswa; b) guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa mampu menulis narasi faktual; c) guru menyampaikan materi menulis narasi; d)guru membagi beberapa potongan kartu kepada masing-masing siswa yang berisi diantaranya gambar, kerangka karangan, dan potongan biografi tokoh; e) guru meminta siswa mencari pasangan kartu tersebut; f) guru meminta siswa menulis paragraf narasi berdasarkan kartu-kartu yang mereka gabungkan, kemudian menyunting tulisan masing-masing; g) guru membagi pekerjaan siswa secara silang atau ditukarkan; h) guru mengajak siswa mengoreksi jawaban teman mereka; i) siswa yang mengoreksi diminta memberikan hukuman pada setiap kesalahan dengan menaburkan bedak bayi pada wajah mereka secara bergantian; j) lima siswa dengan nilai tertinggi diberikan penghargaan oleh guru. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa langkah dalam teknik Make a Match dapat diadaptasi dalam pembelajaran menulis, khususnya menulis narasi sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik Make a Match dapat dipakai dalam pembelajaran menulis narasi.

B. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian Hayatun (2009) dengan tujuan mengetahui kualitas proses dan hasil belajar menulis narasi sebelum dan sesudah diterapkan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 3 Punduhsari tahun ajaran 2008/2009. Latar belakang penelitian ini


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

adalah rendahnya nilai menulis narasi siswa dan kurangnya keaktifan siswa kelas V SDN 3 Punduhsari tahun ajaran 2008/2009. Dalam pembelajaran menulis narasi, siswa cenderung ramai dan kurang tertarik terhadap pembelajaran. Oleh sebab itu, Hayyatun menerapkan model pembelajaran kooperatif untuk menangani masalah tersebut. Dalam penelitian tersebut, terdapat beberapa temuan penelitian diantaranya setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif, hasil belajar siswa meningkat, terdapat pembagian kerja yang jelas pada saat siswa berkelompok sehingga siswa tidak lagi ramai saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa dapat mengungkapkan ide secara runtut dengan bahasa yang baik dan benar.

Keterampilan berbahasa yang digunakan dalam penelitian di atas sama dengan penelitian ini yaitu keterampilan menulis. Adapun perbedaaan penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu pada objek dan tindakan dalam penelitian. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian Susilowati (2009) dengan tujuan mengetahui kualitas proses dan hasil belajar menulis narasi sebelum dan sesudah diterapkan media buku cerita bergambar. Latar belakang penelitian tersebut adalah ditemukannya masalah dalam pembelajaran menulis narasi, yakni siswa kurang mampu membaca dengan lancar sehingga jam pelajaran menulis dipakai untuk membaca, motivasi siswa menulis narasi rendah dan nilai menulis narasi siswa rendah. Oleh karena itu, Susilowati memilih media cerita bergambar untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis narasi. Dalam penelitian tersebut pada siklus I, rerata nilai menulis narasi siswa mengalami penurunan 2,925 poin dari 60,425 menjadi 57,5. Pada siklus II mengalami peningkatan yakni 97,3% atau 37 siswa lulus dengan rerata nilai 78,5 sedangkan pada siklus III mengalami peningkatan rerata nilai kelas menjadi 85,9, tetapi 10 siswa mengalami penurunan nilai.

Berdasarkan kedua penelitian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran menulis siswa, khususnya menulis


(1)

commit to user

f. jumlah siswa yang mau mengerjakan tugas menulis narasi secara utuh mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya, yakni 68% pada siklus I, 88% pada siklus II, dan 91% pada siklus III.

Rerata peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis narasi dengan teknik Make a Match secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut. Pada siklus I prosentase keaktifan siswa mencapai 57%, meningkat 14 poin dari survei awal. Pada siklus II siswa yang aktif selama pembelajaran sebesar 72% dan pada siklus III mencapai 86%.

Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis narasi di atas tidak terlepas dari peran guru. Dalam hal ini peningkatan kualitas proses pembelajaran disebabkan adanya peningkatan keterampilan guru mengelola kelas.

Dengan diterapkannya teknik Make a Match memacu guru lebih terampil

mengelola kelas. Peningkatan keterampilan guru tampak pada tindakannya memberikan perhatian pada seluruh siswa di kelas. Selain itu, guru menerapkan metode atau teknik pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya yang hanya memberikan tugas menulis. Pada pembelajaran kali ini guru mengombinasikan ceramah dengan teknik lain sehingga siswa tidak bosan lagi mengikuti pembelajaran. Selain itu, guru sudah mampu bersikap lebih tegas, sehingga sikap siswa yang menyepelekan guru berkurang. Di samping itu, guru berperan dalam memotivasi siswa agar aktif selama pembelajaran berlangsung. Kondisi yang demikian jauh lebih baik daripada pengelolaan kelas yang dilakukan guru pada survei awal. Secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit kelemahan guru dapat teratasi setelah diterapkannya tindakan pada pembelajaran menulis narasi dengan teknik Make a Match.

2. Kualitas Hasil Tulisan Narasi Siswa Meningkat

Penerapan teknik Make a Match meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis narasi. Hal ini ditandai dengan rerata nilai menulis narasi siswa yang mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa 50,9; siklus II 62,79; dan siklus III mencapai 74,24. Keefektifan penerapan teknik Make a Match diidentifikasi dengan 31 siswa yang telah mampu mencapai nilai ketuntasan hasil belajar (nilai 70 ke atas) pada siklus III.


(2)

commit to user

Selain itu, peningkatan kualitas hasil tulisan narasi siswa dapat dicermati pada indikator berikut.

a. Isi/substansi

Aspek isi/substansi dalam tulisan siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan. Rerata nilai aspek isi yang diperoleh siswa pada prasiklus adalah 10. Pada siklus I, rerata nilai aspek isi yang diperoleh siswa adalah 16. Pada siklus II dan III mengalami peningkatan yakni menjadi 20 dan 24. Pada siklus III bahkan terdapat dua siswa yang memperoleh nilai 30 (sempurna) untuk aspek isi.

b. Pengorganisasian Tulisan

Peningkatan kemampuan pada aspek ini terlihat pada skor capaian yang

diperoleh siswa. Pada saat pretes, kemampuan siswa dalam

mengorganisasikan tulisan masih tergolong rendah dengan rerata perolehan 9. Siswa mengalami peningkatan perolehan rerata nilai aspek organisasi isi pada siklus I, yakni 11, pada siklus II mengalami peningkatan kembali dengan rerata 13 dan pada siklus III rerata nilai aspek organisasi isi karangan siswa menjadi 16.

c. Penggunaan Bahasa

Rerata nilai perolehan aspek penggunaan bahasa siswa pada prasiklus adalah 5. Pada siklus I, rerata perolehan nilai aspek penggunaan bahasa siswa mencapai 11, pada siklus II meningkat menjadi 12 dan pada siklus III menjadi 16.

d. Kosakata

Pada survei awal, kosakata yang dipakai oleh siswa masih tampak biasa. Perolehan rerata nilai aspek kosakata siswa pada prasiklus adalah 11. Pada siklus I, rerata nilai aspek kosakata siswa 11, lalu pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 13 dan naik kembali pada siklus III menjadi 17.

e. Ejaan / Mekanik

Pada survei awal, peneliti banyak menemukan kesalahan dalam tulisan narasi siswa. Hal ini dapat dibuktikan pada rerata nilai aspek mekanik siswa


(3)

commit to user

pada prasiklus, yakni 2. Pada siklus I, rerata nilai aspek mekanik siswa 3, kemudian pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 5 dan naik kembali pada siklus III menjadi 6.

B.

Implikasi

Implikasi yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi : (1) implikasi teoretis; (2) implikasi pedagogis; (3) implikasi praktis. Penjelasan masing-masing implikasi adalah sebagai berikut.

1. Implikasi Teoretis

Penelitian ini berimplikasi pada terbukanya wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan tentang peran model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran menulis, khususnya menulis narasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran yang tepat mampu meningkatkan kualitas proses maupun hasil menulis narasi siswa. Penerapan teknik Make a Match dalam pembelajaran menulis narasi mampu memacu antusiasme siswa dalam proses pembelajaran.

Teknik Make a Match memiliki ciri khas kartu serta adanya eksekusi. Kelebihan teknik ini yakni kartu yang berisi kerangka karangan mampu memicu semangat siswa dalam mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang runtut. Selain itu, sistem eksekusi dalam teknik ini mampu memicu semangat siswa untuk mengerjakan tugas menulis narasi. Siswa terpicu mengerjakan tugas menulis narasi dengan baik karena takut diberi hukuman. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh guru lain dalam mengajarkan materi menulis narasi faktual biografi tokoh. Selain itu, teknik Make a Match dapat diterapkan dalam pembelajaran menulis narasi pada kelas dengan kondisi siswa yang kurang semangat dalam kegiatan menulis.

Kelemahan teknik Make a Match yakni membutuhkan banyak tenaga. Guru harus mempersiapkan kartu dan kerangka karangan untuk dibagikan kepada siswa. Selain itu, guru harus berperan aktif membimbing siswa selama proses eksekusi karena siswa belum tentu paham terhadap profil penilaian karangan.


(4)

commit to user

Dari beberapa hal yang berkaitan dengan teknik Make a Match, hasil penelitian ini membuktikan bahwa teknik Make a Match dapat digunakan sebagai alternatif cara bagi guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran menulis yang menarik dan efektif.

2. Implikasi Pedagogis

Keberhasilan pembelajaran membutuhkan peran serta dari berbagai pihak. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dituntut untuk bekerja keras menidentifikasi permasalahan yang terjadi di kelas, bahkan mengidentifikasi permasalahan yang dialami oleh setiap siswa kemudian mencari solusi yang tepat agar pembelajaran berlangsung dengan baik dan efektif. Selain itu, pemecahan masalah memerlukan bantuan dari pihak sekolah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran.

3. Implikasi Praktis

Setelah penelitian dilaksanakan, terlihat dengan jelas bahwa keberhasilan proses pembelajaran dan peningkatan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa hal. Dilihat dari sisi guru yaitu : keterampilan mengelola kelas, kemampuan guru mengembangkan materi pembelajaran, kemampuan guru dalam membangkitkan keaktifan, perhatian, dan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran, serta teknik yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Pedoman penilaian yang tepat juga harus diterapkan oleh guru sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. Dari sisi siswa, minat, motivasi, pengalaman/background knowledge dan lingkungan yang kondusif sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran.

Kedua hal di atas berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kedua hal tersebut harus terjalin dengan baik guna meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi. Keterampilan guru mengelola kelas, memilih teknik yang sesuai serta tema pembelajaran yang tepat akan disambut dengan baik oleh siswa jika siswa dalam kondisi siap mengikuti pembelajaran serta didukung lingkungan yang kondusif. Dari lingkungan yang kondusif ini, minat dan semangat siswa dalam


(5)

commit to user

mengikuti pembelajaran pun akan tumbuh, sehingga tercipta lingkungan pembelajaran yang aktif dan interaktif.

C.

Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, peneliti mengajukan saran sebagai berikut.

1. Bagi siswa

a. Siswa kelas Bahasa hendaknya lebih aktif bertanya, berdiskusi dan mencari informasi dari sumber lain guna memperoleh informasi penjelas yang cukup untuk mengembangkan ide dalam menulis, khususnya menulis narasi;

b. Siswa kelas Bahasa lebih baik memperbanyak membaca contoh-contoh tulisan narasi, khususnya biografi tokoh untuk mendalami materi yang sedang dipelajari;

c. Siswa kelas Bahasa sebaiknya lebih berhati-hati dan memperhatikan profil penilaian karangan dalam menulis;

d. Siswa kelas Bahasa hendaknya lebih hormat dan menjaga sikap ketika guru mengajar dan mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat. 2. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia

a. Hendaknya guru menerapkan teknik Make a Match dalam pembelajaran menulis narasi;

b. Guru sebaiknya menggunakan pedoman penilaian yang akurat setiap kali menilai proses dan hasil pembelajaran menulis narasi;

c. Guru hendaknya menerapkan tahapan penulisan dalam pembelajaran

menulis;

d. Guru lebih baik mengaktifkan siswa dalam pembelajaran menulis dengan

melibatkan siswa dalam mencari informasi sebagai bahan

mengembangkan karangan;

e. Guru hendaknya memotivasi siswa kelas Bahasa agar lebih produktif dalam kegiatan menulis.


(6)

commit to user 3. Bagi kepala sekolah

a. Kepala sekolah hendaknya memotivasi guru agar senantiasa melakukan pembaharuan teknik mengajar dalam pembelajaran menulis karena setiap kelas memiliki permasalahan yang berbeda;

b. Kepala sekolah hendaknya memotivasi guru untuk mengidentifikasi

permasalahan yang terjadi pada setiap kelas dan meminta guru mencari solusi atas permasalahan tersebut, khususnya dalam pembelajaran menulis.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap Prestasi Belajar Sosiologi dalam Pokok Bahasan Pengendalian Sosial

0 26 151

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENYIMAK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH SISWA KELAS V SD NEGERI PLUMBON 01 MOJOLABAN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 2011

0 6 157

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match sebagai upaya meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa pada materi pembelajaran jurnal umum : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 4 Yogyakarta.

0 0 313

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match sebagai upaya meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa pada materi pembelajaran jurnal umum penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 4 Yogyakarta

0 5 311

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 0 22

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA DAN MENULIS AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH.

0 2 6

TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH UNTUK ... 1 PB

0 0 8