klien dan pekerja sosial. Penjelasan dari proses planning yang akan dilakukan pekerja sosial seperti dibawah ini:
a. Bekerja dengan klien
Pekerja sosial harus bekerja dengan klien, dalam arti pekerja sosial harus melibatkan klien mengenal masalah yang dialaminya. Pekerja
sosial dan klien harus sama-sama menciptakan pemecahan masalah yang baik untuk klien. Klien yang terlibat dalam relasi dengan pekerja sosial,
juga harus merasakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi belum mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Pekerja sosial melakukan perencanaan dengan melibatkan secara aktif klien “R” dan
klien “V” untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya, dengan begitu dapat memikirkan beberapa
alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan. Pada bagian ini, pekerja sosial didorong untuk menjalankan peran
sebagai fasilitator. Dari peran ini, pekerja sosial diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari intervensi nantinya sulit untuk dicapai. Tanpa peran dan
usaha yang aktif dari kedua klien ini untuk mengatasi permasalahannya, maka upaya yang dilakukan pekerja sosial tidak akan membawa hasil
yang diinginkan. Dengan melibatkan klien secara aktif dalam menghadapi
permasalahannya, dapat terlihat bahwa klien mempunyai peran yang
sangat besar atas kesembuhannya sendiri. Berbagai anjuran yang disampaikan oleh pekerja sosial akan menjadi tidak bermakna bila tidak
ada keikutsertaan dari klien itu sendiri. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“Iyaa.. setiap permasalahan yang dialami klien pasti saya mengajak klien untuk berperan aktif juga dalam mengatasi
permasalahannya. Misalnya nih yaa mereka sadar, mereka ada masalah, terus kita harus bantu supaya anak ini ngga begitu lagi.
Kita tanya, kamu mau kan merubah sikap kamu, kamu mau kan bisa menjadi yang lebih baik. Terus dia jawab iya mau
merubahnya .Terus kita kerjasama untuk bisa menjalankan apa yang sudah sama-sama kita rencanakan, dengan begitu klien
merasa mempunyai peran dalam kesembuhan dari permasalahan yang mereka alami.”
23
Dalam hal ini klien dan pekerja sosial bekerja dengan sama-sama untuk membantu permasalahan klien “V” dan klien “R” yang dialami
dalam aspek mikro, mezzo dan makro yang sudah dibahas pada tahapan assesmen.
b. Memprioritaskan masalah
Dengan memprioritaskan masalah pada klien, maka pekerja sosial berusaha mengutamakan suatu masalah yang lebih penting daripada yang
lain untuk diatasi atau dipecahkan. Dalam hal ini, pekerja sosial mulai menyusun permasalahan-permasalahan yang dialami klien “V” dan klien
“R” baik dari aspek mikro, mezzo dan makro yang sudah dibahas. Dengan melihat, berbagai permasalahan yang dialami klien, maka
pekerja sosial dan klien memperioritaskan terhadap masalah pendidikan
23
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
terlebih dahulu. Karena permasalahan ini apabila di diamkan saja akan menjadi hal buruk dalam proses pendidikan yang sedang dijalani oleh
kedua klien ini. Sehingga pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan penanganan kasus per kasus dan bukan
pengeneralisasi cara penanganan masalah. Permasalahan yang menjadi prioritas dalam hal ini adalah
permasalahan membolos sekolah yang dilakukan oleh kedua klien ini. Karena permasalahan ini, yang membuat pendidikan klien menjadi jelek
karena dirusak dengan hasil absensi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagi berikut:
“Kan tadi kita udah tau permasalahannya itu apa. Nah dari permasalahan yang ada, saya sama kedua klien ini sepakat
menarik satu masalah yang akan kita jadikan sebagai prioritas masalah. Masalah yang kita pilih ini adalah masalah kedua klien
yang sering membolos sekolah. karena kan kalo bolos sekolah pasti banyak ruginya kan, kaya misalnya materi ketinggalan, terus
pas ujian ngga ngerti sama materi itu karena pas dijelasin ngga masuk, absensi juga jadi jelek. Padahal misalnya prestasinya
bagus, tapi karena absensinya jelek ya tetep aja jadinya jelek kan. Ya begitu kira-kira ”
24
c. Masalah menjadi kebutuhan
Pekerja sosial menjadikan masalah yang dialami oleh klien “R” dan klien “V” menjadi kebutuhan untuk segera dicarikan solusi alternatif
yang baik untuk mereka. Pekerja sosial membantu mereka dalam membangun apa yang mereka butuhkan dengan melihat situasi yang
dimiliki klien, sehingga lebih mudah untuk memutuskan solusi.
24
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
Pada tahapan ini, pekerja sosial berasumsi bahwa klien tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka.
Pemeran utama dalam perubahan klien adalah klien itu sendiri. Tugas pekerja sosial lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi klien.
Klien “R” dan klien “V” diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta
mereka diberi kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“kan tadi kita udah ketemu masalah apa yang menjadi prioritas, nah sekarang masalah tersebut itu dijadikan kebutuhan untuk
dicarikan solusi alternatif yang tepat. Apa yang menjadi permasalahan klien, itu sudah menjadi kebutuhan yang harus
segera diselesaikan, disini saya hanya berperan untuk membantu mereka dalam membangun apa yang mereka butuhkan dan
menggali serta mengembangkan potensi yang dialami klien. apa yang dibutuhkan klien, hanya klien sendiri yang tahu.”
25
Permasalahan yang menjadi kebutuhan klien “R” dan klien “V” dapat disimpulkan bahwa kedua klien ini membutuhkan pendampingan
dan perhatian khusus dalam mengatasi sikap kedua klien yang sering membolos sekolah. Kemudian klien dan pekerja sosial bekerja sama
merumuskan beberapa rencana intervensi nantinya yang akan mereka lakukan, untuk mendukung proses perubahan tersebut.
25
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
d. Mengevaluasi tingkat intervensi untuk setiap kebutuhan
Dalam proses ini, pekerja sosial mulai
membantu klien menganalisis dan mengkaji pokok permasalahan yang akan ataupun
sedang mereka bahas bersama. Pekerja sosial dan klien mulai mencarikan solusi alternatif yang tepat dalam memilih tindakan-tindakan yang akan
mereka lakukan di setiap kebutuhan mereka dalam proses penyelesaian masalah ini. Solusi alternatif dapat berfokus pada perubahan di tingkat
mikro, mezzo, atau tingkat makro. Dengan demikian, solusi alternatif untuk permasalahan pada tingkat mikro, mezzo dan makro yang sudah
dispekati antara pekerja sosial dan klien adalah sebagai berikut:
1 Tingkat mikro
Klien “V” berusaha untuk merubah perilakunya untuk tidak membolos sekolah dengan tidak memperdulikan ajakan teman,
melaksanakan tugas sekolah, dan tetap masuk sekolah meskipun dia malas dengan pelajaran atau gurunya. Sedangkan klien “R” tidak akan
membolos sekolah lagi dengan berusaha berpenampilan rapi serta tidak lagi memiliki sikap pendiam dan kurang percaya diri.
2 Tingkat mezzo
Pihak lembaga memberikan pendampingan dan perhatian yang lebih lagi agar kedua klien ini tidak membolos lagi dan lebih dewasa dalam
menyelesaikan permasalahan yang dialami di sekolahnya dan pihak lembaga juga harus lebih memperhatikan kemampuan klien dalam
pendidikan seperti memberikan penghargaan reward kepada kedua
klien ini, apabila kedua klien ini bisa menunjukkan prestasi belajar yang baik dan tidak membolos sekolah lagi. Lalu memberi hukuman
punishment kepada klien untuk membuat efek jera apabila klien melakukan kesalahan lagi.
3 Tingkat makro,
Pelayanan yang diberikan kepada kedua klien ini menjadi proses alat pendukung agar klien bisa merubah perilakunya agar tidak membolos
lagi dan agar bisa lebih terlihat aktif lagi mengikuti kegiatan yang ada di panti. Pekerja sosial memberikan pelayanan konseling, pelayanan
keagamaan sebagai bimbingan mental klien, bimbingan fisik, bimbingan sosial, pelayanan kesehatan, pelayanan keterampilan,
pelayanan pendidikan, dan pelayanan tabungan. Mengevaluasi tingkat intervensi dari aspek mikro, mezzo dan makro
ini penting untuk dilakukan, agar pekerja sosial mengetahui apa yang akan klien lakukan dan harapkan dari ketiga aspek tersebut. Dengan
begitu harapan klien akan penyelesaian dari masalah yang dialami dapat dibantu dari berbagai aspek. Pertama dari dirinya sendiri, kedua dari
perhatian yang diperhatikan lembaga, dan ketiga dari pelayanan yang diberikan lembaga untuk mendukung proses perubahan klien agar
menjadi yang lebih baik.
e. Menetapkan tujuan utama
Setelah mempertimbangkan berbagai alternatif yang ada dengan seksama, pekerja sosial dan klien menentukan tujuan utama dari program
ataupun kegiatan yang akan dilakukan. Dari beberapa alternatif tersebut kemudian diputuskan alternatif mana yang paling logis dan paling
mungkin akan diterapkan serta program atau kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Mana yang benar-banar bisa dicapai dalam proses
pemecahan masalah klien. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“ nah.. dengan sudah membuat rencana intervensi tadi dengan melihat dari individunya, bahwa dia ingin merubah supaya
tidak membolos sekolah lagi dan bisa berpikir dewasa dengan didukung oleh perhatian dan kasih sayang yang akan diberikan
pihak lembaga berupa penghargaan atas keberhasilan disekan dan juga didukung oleh pelayanan-pelayanan yang ada disini
untuk membantu proses perubahan anak. Sehingga bisa kita temua alternatif pemecahan solusi yang bisa dicapai dan dapat
memenuhi kebutuhan utama klien.”
26
Dalam hal ini, pekerja sosial dan klien menentukan tujuan utamanya adalah kedua klien ini tidak membolos sekolah lagi dan bisa berpikir
lebih dewasa terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan menetapkan tujuan utama ini, maka pekerja sosial berharap bahwa individu kedua
klien ini bisa lebih baik lagi dengan menerima masukan dan perhatian serta kasih sayang yang diberikan oleh pengasuh kepada mereka.
f. Penetapan tujuan
Tujuan merupakan hal yang relatif, dan sangat tergantung dengan sasaran dan tujuan umum dari pekerja sosial. Pada dasarnya, ada dua
macam tujuan. Pertama, tujuan yang menyeluruh dan berjangka panjang, dan yang kedua adalah yang bersifat khusus dan berjangka pendek.
26
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
Tujuan jangka pendek terkait dengan melihat tujuan utamanya adalah agar kedua klien ini tidak lagi membolos sekolah karena hal-hal
yang tidak begitu penting. Tujuan jangka panjang nya adalah agar mereka terus menjadi orang yang lebih baik dalam segala hal dan selalu berpikir
dewasa dalam memtuskan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Berikut merupakan tabel kegiatan untuk mendukung proses
pemecahan masalah agar bisa tetap terpantau dan dilihat keberhasilannya.
Tabel 8 Rencana Kegiatan
Siapa ?
Akan melakukan apa ?
Kapan ? Bagaimana akan
mengukur kesuksesannya ?
Klien “V”
dan “R”
Berusaha untuk tidak membolos
lagi dengan alasan yang tidak jelas.
Setiap hari berangkat
sekolah Dalam sebulan sekali
meminta laporan dari wali kelas mengenai absen
kedua klien ini.
Klien “V”
Mengerjakan tugas sekolah tepat
waktu Setiap hari
sekolah Menanyakan ke klien tugas
sudah dikerjakan
atau belum dan mendampingi
klien dalam mengerjakan tugas sekolah setiap hari.
Klien “V”
Menghilangkan sikap malas ke
sekolah dan kepada guru yang
mengajar. Seminggu
2 x Bekerjasama dengan teman
terdekatnya dalam
seminggu sekali untuk ikut membantu memantau klien
hadir di sekolah atau tidak.
Klien “R”
Menghilangkan sikap pendiamnya
dan kurang percaya dirinya.
Setiap hari Menanyakan ke teman sekelasnya mengenai
keadaan klien “R” di sekolah setiap sebulan
sekali apakah sudah mau beradaptasi dan
berinteraksi dengan teman- temannya di kelas.
Klien “R”
Merubah dirinya untuk terlihat lebih
Setiap hari Mengingatkan mengenai menjaga penampilan setiap
rapi. di panti dan saat berangkat
sekolah. Dengan penetapan tujuan tersebut, proses perencanaan akan
menjadi terarah karena disini terlihat jelas klien akan melakukan proses perubahan seperti apa, dan berapa lama di lakukan lalu dilihat juga
kesuksesan dari apa yang akan dilakukan klien itu seperti apa. Sehingga dapat mendukung rencana jangka panjang dan jangka pendek yang sudah
dibuat antara pekerja sosial dank lien.
g. Menyusun kontrak
Disini klien dan pekerja sosial membuat kontrak yang berkaitan dengan cara dan rentang waktu dan kebutuhan untuk fokus pada masalah
yang dirumuskan. Keduanya juga membahas hasil yang diantisipasi. Namun di panti ini pekerja sosial dan klien tidak membuat kontrak
rencana perbaikan antara kesepakatan pekerja sosial dan klien. Karena menurut pekerja sosial ketika membuat kontrak, klien menjadi takut
karena masalah yang dihadapi klien hanya masalah ringan. Begitu adanya kontrak anak malah menjadi takut tidak ingin bercerita mengenai
permasalahannya. Pada saat diajak wawancara pun mengenai
permasalahan yang dialami dia takut dan sulit sekali. Jadi proses rencana perbaikan disesuaikan dengan melihat perubahan anak itu sampai sejuah
mana. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“Kalau untuk kontrak sih ngga ada pembuatan kontraknya di panti ini, jadi fleksibel aja. Justru disini kalau buat kontrak
malah horror kesannya. Karena disini itu anak-anaknya ngga bisa kaya gitu. Begitu ada kontrak, anaknya jadi takut. Orang
wawancara kaya gini aja dia tuh jadi takut anaknya. Seakan- akan punya masah besar, padahal permasalahannya hanya
ringan-ringan saja.”
27
D. Tahapan Pelaksanaan Pemecahan Masalah Implementation
Tahap keempat di GIM melaksanakan perbuatan yang sebenarnya sudah direncanakan. Klien dan pekerja mengikuti rencana mereka untuk
mencapai tujuan mereka. kemajuan selama pelaksanaan harus terus dipantau dan dinilai. Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya
mentransfer perencanaan program menjadi pelaksanaan program dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata. Pelaksanaan implementasi disesuaikan
dengan rencana pemecahan masalah yang sudah dibuat dari tingkat mikro, mezzo dan makro sebagai berikut:
1 Tingkat mikro
Klien “V” berusaha untuk merubah perilakunya untuk tidak membolos sekolah dengan tidak memperdulikan ajakan teman, melaksanakan tugas
sekolah, dan tetap masuk sekolah meskipun dia malas dengan pelajaran atau gurunya. Sedangkan klien “R” tidak akan membolos sekolah lagi
dengan berusaha berpenampilan rapi serta tidak lagi memiliki sikap pendiam dan kurang percaya diri.
2 Tingkat mezzo
Pihak lembaga memberikan pendampingan dan perhatian yang lebih lagi agar kedua klien ini tidak membolos lagi dan lebih dewasa dalam
27
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
menyelesaikan permasalahan yang dialami di sekolahnya dan pihak lembaga juga harus lebih memperhatikan kemampuan klien dalam
pendidikan seperti memberikan penghargaan reward kepada kedua klien ini, apabila kedua klien ini bisa menunjukkan prestasi belajar yang
baik dan tidak membolos sekolah lagi. Lalu memberi hukuman punishment kepada klien untuk membuat efek jera apabila klien
melakukan kesalahan lagi.
3 Tingkat makro
Pelayanan yang diberikan kepada kedua klien ini menjadi proses alat pendukung agar klien bisa merubah perilakunya agar tidak membolos lagi
dan agar bisa lebih terlihat aktif lagi mengikuti kegiatan yang ada di panti. Pekerja sosial memberikan pelayanan konseling, pelayanan
keagamaan sebagai bimbingan mental klien, bimbingan fisik, bimbingan sosial group work, pelayanan kesehatan, pelayanan keterampilan,
pelayanan pendidikan, dan pelayanan tabungan. Dengan melihat ketiga aspek tersebut, menurut pekerja sosial semua
sudah dilakukan sesuai dengan rencana awal dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh klien. Seperti misalnya pada aspek mikro, pekerja sosial dan
klien saat itu membuat perencanaan Klien “V” berusaha untuk merubah perilakunya untuk tidak membolos sekolah lagi dengan tidak memperdulikan
ajakan teman dan tetap masuk sekolah meskipun dia tidak paham dengan mata pelajarannya. Sedangkan klien “R” tidak akan membolos sekolah lagi
dan tidak peduli teman-teman di sekolah akan berbicara seperti apa tentang
dirinya serta menghilangkan sikap pendiamnya agar bisa bersosialisasi dengan teman-teman di sekolah.
Rencana ini sudah dilakukan dengan baik oleh kedua klien ini, mereka berusaha sekali supaya tidak membolos sekolah dengan alasan-alasan yang
tidak penting dan tidak memperdulikan apa yang dikatakan orang tentang dia. Seperti klien “R”, walaupun dia mempunyai masalah di sekolahnya tetapi dia
sudah mulai kembali masuk sekolah meskipun akhirnya dia harus pindah sekolah, saat ini dia sedang belajar dengan merubah penampilan agar terlihat
rapi dan datang ke sekolah tepat waktu supaya dia tidak menjadi korban bullying seperti yang dia rasakan saat di sekolah yang lama serta berusaha
untuk merubah sikapnya agar tidak menjadi orang yang keras kepala, kurang percaya diri dan pendiam.
Begitu juga dengan klien “V’, saat ini juga dia sudah berusaha meninggalkan perilakunya yang suka membolos, dengan mengerjakan tugas
sekolah tepat waktu dan berusaha suka dengan mata pelajaran yang diajarkan gurunya. Mereka sekarang lebih rajin. Mereka bisa seperti ini karena kembali
diberikan nasehat-nasehat dan motivasi oleh pengasuhnya, dan juga mereka membuat perencanaan yang akan di lakukan sesuai dengan kemampuan
mereka. Sehingga saat ini rencana yang sudah dipikirkan dapat terlaksana dengan baik. Maka semangat untuk kembali sekolah muncul lagi diantara
mereka. Hal ini diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut: “iya semenjak permasalahan itu pengasuh lebih intens lagi
mendampingi anak-anaknya. Mereka memberikan nasehat-nasehat dan motivasi supaya mereka tidak membolos sekolah lagi kalau