Riwayat Masalah Klien Kasus I:
mendapatkan pengasuh yang berperan sebagai orangtua saya disini. Jadi saya bisa tetap mendapatkan rasa sayang.
9
Hal serupa juga diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST selaku pekerja sosial sebagai berikut:
“Kalau saya menanyakan, perasaan mereka gimana berada di panti, ya pasti jawabannya sedih karena mereka kan ingin
merasakan sama apa yang di rasain teman-teman mereka kumpul dan bercanda dengan keluarganya. Selain itu juga
mereka tuh punya perasaan kaya menyesal gitu, kenapa gitu mungkin dipikiran mereka. Kenapa harus mereka yang kaya
gini, tapi ya terus mereka mau apa juga kan ngga bisa mau menyalahkan siapa juga ngga tau. Jadi kita motivasi-motivasi
aja.
10
Pekerja sosial mulai mengidentifikasi klien selama tinggal di panti PSAA PU 03 Tebet Jakarta Selatan untuk mendapatkan pendidikan ke
tingkat yang lebih tinggi. Selama disini awalnya klien ini merupakan anak yang sangat patuh pada peraturan yang ada di panti, mereka
mengikuti semua kegiatan yang diberikan panti untuk membuat mereka lebih aktif dan merasa terampil, tetapi setelah mereka sudah cukup lama
disini sifat rajinnya mereka itu lama-lama hilang karena berbagai alasan. Klien “V” saat ini dia menjadi anggota OCIP Organisasi Citra Intra
Panti, walaupun dia terkadang malas mengikuti kegiatan keterampilan yang ada, tetapi juga dia terlihat aktif karena ingin menjadi bagian dari
OCIP. Klien “V” mempunyai teman yang banyak di panti, mereka selalu mengobrol, bercanda, saling berbagi cerita dan bermain bersama.
Hubungan klien “V” dengan petugas yang ada di panti juga cukup baik,
9
Wawancara pribadi dengan klien “V”, Jakarta, 7 Juli 2014.
10
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
mereka sangat menghormati sekali. Namun, pekerja sosial juga menjelaskan bahwa terkadang mereka pasti ada tidak sukanya karena
terdapat petugas panti yang terlalu berlebihan membuat peraturan menurut mereka sehingga mereka merasa menjadi terkekang.
Selama di panti, klien “V” juga pernah mengalami permasalahan baik dengan teman-temannya di dalam panti dan dengan teman sekolah.
Klien “V” pernah mempunyai masalah karena meminjam uang temannya, dan pernah berantem dengan temannya. Petugas panti mengetahui
permasalahan ini, mencoba menjadi mediator diantara mereka agar permasalahan yang mereka alami tidak menjadi masalah yang panjang.
Klien “V” ini memiliki watak yang keras kepala, apabila dia melakukan kesalahan lalu diberikan nasehat pasti dia akan tetap merasa bahwa
dirinya itu benar. Selain itu, klien “V” juga malas sekali melakukan sholat.
Permasalahan di sekolah yang dialami klien “V” adalah anak ini memang suka membolos sekolah. Hubungan klien “V” dengan teman-
temannya memang sangat baik, teman-teman di sekolahnya tidak memandang sebelah mata dengan kondisi yang dialami klien “V” ini.
Mereka ingin berteman apa adanya. Hal ini seperti diungkapkan Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“Selama dia tinggal di panti, memang ngga selalu dia bisa berperan sebagai anak yang baik. Kadang kan anak aja ada
tingkah lakunya. Waktu itu, klien “V” pernah ada masalah di panti sama temen-temannya, dia pernah minjem uang temannya,
terus pernah juga berantem sama ya paling kadang peraturan
yang di panti ngga dikerjain sama dia. Di sekolah, dia memang ngga pernah ada sama temen-temen di kelasnya tapi dia pernah
membolos sekolah.”
11
Harapan yang dimiliki klien “V” dan klien “R” supaya bisa mempunyai perilaku yang lebih baik lagi, sekolahnya juga semakin bagus
dan berprestasi, berusaha untuk tidak pernah membuat kesalahan lagi dan setelah mendapatkan pelayanan yang diberikan di panti mulai dari
keterampilan, keagamaan, tabungan, dll kedua klien ini bisa hidup mandiri dengan bekal kemampuan yang suda dia kantongi selama
diberikan pendidikan di panti ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh klien V” sebagai berikut:
“Harapan saya ya saya sih berharap saya bisa jadi orang yang lebih baik aja. Patuhin peraturan yang ada di panti yang ada di
sekolah. jadi ngga punya masalah lagi. Jadi orang baik yang nantinya bisa bikin orang lain senang sama sikap saya. Terus
supaya juga saya ngga bolos sekolah lagi. Temen-temen mau menerima kekurangan saya gitu aja Kak”
12
Dengan mengetahui permasalahan yang dialami klien setelah diidentifikasi, pekerja sosial dapat melihat situasi klien “V” dari segi
aspek mikro, mezzo dan makro. Dalam aspek mikro, ketika pekerja sosial berbicara kepada klien secara individu melalui bimbingan dan konseling,
dapat terlihat hubungan relasi antara pekerja sosial dan klien yang bermasalah ini semakin dekat. Sehingga memudahkan pekerja sosial
untuk menggali informasi yang ada dalam individu klien ini dan pekerja sosial dengan mudah bisa melihat
permasalahan yang muncul
11
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
12
Wawancara pribadi dengan Klien “V”, Jakarta, 7 Juli 2014
berdasarkan dari tipe individunya sendiri. Klien “V” di dalam individunya sendiri diketahui mempunyai permasalahan dengan sifatnya
yang dia miliki. Seiring berjalannya waktu, klien “V” pun tumbuh menjadi anak
gadis remaja ia mulai membutuhkan aktualisasi dan ekspresikan dirinya kepada teman sepergaulannya. Hal tersebut
dibuktikan dengan memperlihatkan sifat-sifat seperti keras kepala, anaknya terkadang malas
tidak pernah mengikuti bimbingan keterampilan, dan juga jarang melakukan sholat lima waktu. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
klien “V” sebagai berikut: “Aku emang kadang suka malas kak kalo ikut keterampilan,
ngga tau males aja gitu rasanya.kan saya ikut kegiatan musik itu setiap hari minggu, jadi tuh saya mikirnya karena udah sekolah
dari senin –jumat terus di weekend itu maunya istirahat aja ngga ada kegiatan. Kalo solat iya nih kak masih jarang-jarang, ngga
tau sifat malesnya ada aja.”
13
Pada aspek mezzo, pekerja sosial melihat situasi klien ini dengan memantau kegiatan yang biasa dilakukan mereka di dalam panti, apakah
mereka mematuhi peraturan yang ada, mendengarkan nasehat pengasuh dan petugas yang lain demi kebaikan mereka, selain itu juga pekerja
sosial memantau kegiatan yang mereka lakukan di sekolah. Menurut pekerja sosial, dalam aspek mezzo ini klien “V” sangat
berperan sekali di dalam panti, Anaknya terkadang patuh dengan peraturan yang ada di panti terkadang juga tidak. Seperti misalnya, di
13
Wawancara pribadi dengan Klien “V”, Jakarta, 7 Juli 2014.
penti terdapat kegiatan yang wajib untuk dilakukan seperti pencak silat, namun klien “V” ini jarang mengikuti sehingga diberikan hukuman
dengan memotong uang jajannya. Selain itu, klien “V” juga pernah memiliki permasalahan di dalam panti seperti meminjam uang temannya
dan pernah juga berantem dengan temannya. Namun, dibalik permasalahannya tersebut klien “V” bisa berperan
dengan mengikuti kegiatan OCIP yang ada di panti dan bisa mengajarkan tarian saman yang dipelajarinya di sekolah untuk di bawa ke panti. Klien
“V” mengajarkan adik-adiknya junior yang ada di dalam panti untuk bisa menari tarian saman. Dan sekarang tarian saman itu banyak sekali
peminatnya dan sudah pernah mendapatkan undangan untuk tampil di luar. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai
berikut: “Kalau klien “V” kan anaknya emang kadang gampang diatur,
kadang juga susah banget. Selama disini dia itu punya masalah kaya misalnya suka minjem uang temen sama terus pernah
berantem juga. Tapi dibalik sikapnya yang seperti itu, dia itu sangat berperan sekali di sini. Dia mau aktif menjadi bagian dari
OCIP dan sering juga memberikan masukan-masukan yang baik kalau mau buat acara. Terus juga dia karna di sekolah ikut nari
saman ekskulnya, dia bawa tarian itu ke panti untuk diajarkan ke juniornya. Dari situ banyak yang ikut terus juga udah sering
tampil di luar panti.”
14
Akan tetapi, klien “V” juga mempunyai permasalahan di sekolahnya menurut pekerja sosial klien “V” ini sering membolos sekolah
karena tugas sekolah belum selesai dan terkadang membolos karena
14
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
malas mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru mereka. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh klien “V” sebagai berikut:
“iyah kak aku emang pernah punya masalah waktu itu, aku tuh dulu sering banget kak bolos sekolah. kadang suka ikutin temen,
kalo temen bolos yaudah aku ikutan aja. Bilang ke panti mah sekolah, tapi padahal ngga pergi ke sekolah. engga tau kak
males aja gitu kadang juga males gitu sama gurunya. Karena ngajarnya gitu lagi bikin males sekolah, jadi yaudah bolos.”
15
Sedangkan pada aspek makro, Aspek makro disini adalah memberikan pelayanan yang tepat untuk membantu permasalahan yang
dialami oleh klien. Dalam aspek ini, klien “V” diberikan pelayanan- pelayanan yang dapat membantu permasalahan mereka. Apa yang
diberikan dalam pelayanan tersebut untuk memberikan pertolongan ke mereka. Pekerja sosial kemudian memberikan pelayanan konseling,
pelayanan keagamaan sebagai bimbingan mental klien, bimbingan fisik, bimbingan sosial, pelayanan kesehatan, pelayanan keterampilan,
pelayanan pendidikan, dan pelayanan tabungan. Pelayanan-pelayanan yang diberikan ini bukan hanya asal diberikan, tetapi terdapat alasan dari
pekerja sosial mengapa memberikan pelayanan-pelayanan ini sebagai proses pertolongan mereka. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Loren
Siska Ginting, S.ST sebagai berikut: “Pada tahapan ini saya memberikan beberapa pelayanan
pendukung yang akan membantu proses penyembuhan klien dari masalah yang dihadapi. Seperti misal pelayanan konseling,
bimbingan mental, fisik, sosial, pendidikan dan keterampilan. Pelayanan-pelayanan ini yang dianggap sangat membantu
memecahkan masalah yang dialami. Dari judulnya aja sudah
15
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST. Jakarta, 3 Juli 2014.
terlihat, seperti apa proses dari pelayanan yang di rekomendasikan.”
16
Setelah melihat situasi klien “V” dari aspek mikro, mezzo, dan makro, pekerja sosial dapat melihat potensi yang dimiliki klien “V”
sebagai kekuatan yang dapat menolong klien “V” dalam proses pertolongan agar bisa berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Klien
“V” memiliki kemampuan dalam bidang kesenian dia bisa bermain musik dan mengajarkan menari saman ke teman-teman di panti serta dia
memiliki sikap percaya diri yang tinggi, selain itu prestasi di sekolah juga lumayan bagus.
KASUS II:
Klien “R”, P. 16 tahun, belum menikah, saat ini sedang menjalani pendidikan SMK kelas 1. Berperawakan kecil, tidak terlalu tinggi, dan
berkulit hitam. Klien “R” tidak mengetahui keberadaan orangtuanya. Sejak kecil, dia sudah tinggal di panti, sebelumnya klien ini berada di
jalan dilanjutkan ke PSAA PU 01 Klender untuk diberikan pendidikan tingkat SD. Dan saat sudah ingin melanjutkan ke tingkat SMP dan
SMASMK, klien “R” dipindahkan ke PSAA PU 03 Tebet ini. Semasa kecil, ketika masih tinggal di panti yang lama klien ini tidak memiliki
permasalahan kasus. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat penurut dan mematuhi nasehat yang diberikan oleh pengasuhnya.
16
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
Klien “R” juga mengungkapkan perasaannya karena harus tinggal di panti sejak kecil tanpa mendapakan perhatian dan kasih sayang
langsung yang diberikan oleh orang tuanya. Klien “R” terkadang juga iri melihat teman-teman lain yang masih mmpunyai orangtua, dan ketika
mendapat liburan dari panti mereka bisa kembali ke rumah orangtuanya. Akan, tetapi hal tersebut tidak bisa dirasakan oleh klien “R” ketika
mendapat liburan dari panti. Dia mungkin hanya tetap di panti atau mengikuti temannya pulang ke rumahnya atau terkadang juga dia
mengunjungi panti yang di Klender untuk bertmu dengan ibu asuhnya yang mengasuhnya sejak umur 6 tahun. Hal ini sebagaimana diungkapkan
oleh klien “R” sebagai berikut: “Perasaannya sedih kak tinggal di panti, ngga nyangka aja.
Setiap orang kan pasti pengen tinggal di rumahnya sendiri sama orangtuanya. Cuma ya gimana yah kak saya juga ngga bisa
milih, ini memang sudah jalannya gini. Kadang suka iri aja sama temen-temen yang masih ada orangtuanya, di kasih
perhatian sama kasih sayang yang lebih. Terus kalo ada liburan dari panti juga mereka enak bisa balik ke rumah mereka kumpul
sama keluarga, kalau kaya saya gini kalo ngga kadang ikut juga sama mereka ya paling diem aja di panti atau ngga ke Klender
ikut pengasuh yang lama.”
17
Klien “R” selama di Panti PSAA PU 03 Tebet ini awalnya memang anak yang rajin, mengikuti kegiatan yang diberikan oleh panti ini.
Namun, karena sudah semakin beranjak remaja dan sudah mulai mengenal kehidupan luar klien ini semakin susah diatur dan sangat malas
17
Wawancara pribadi dengan klien “R”, Jakarta, 18 Juli 2014.
sekali. Sehingga membuat klien ini tidak terlalu aktif di kegiatan-kegiatan yang ada di panti. Tapi beberapa masih diikuti karena sifatnya wajib.
Klien “R” merupakan anak yang pendiam sekali, dia jarang sekali mengobrol dan berkumpul dengan teman-temannya di panti. Tapi bukan
berarti dia tidak punya teman, dia mempunyai teman sama seperti anak- anak yang lain. Namun memang sifat pendiamnya sudah dimiliki sejak
dia datang ke panti ini. Selama di panti, klien “R” tidak memiliki masalah, dia juga tidak pernah macam-macam di panti.
Selain dengan teman-teman di panti dan petugas-petugas panti, klien “R” juga mempunyai teman-teman di sekolah, saat ini dia sedang
mengalami permasalahan di sekolahnya. Dia beberapa hari yang lalu membolos sekolah dan ingin pindah sekolah karena ada masalah dengan
temannya di kelas. Permasalahan tersebut, membuat klien “R” tidak nyaman berada di kelas sehingga klien “R” menginginkan pindah sekolah
di tempat yang lebih nyaman dan banyak orang yang bisa menerima keberadaannya. Hal ini diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST
sebagai berikut: “Seperti baru-baru ini klien “R” mempunyai masalah di
sekolahnya, dia itu ngga mau sekolah disitu lagi dan minta pindah sekolah karena menurut dia ada beberapa temannya itu
yang ngga suka melihat dia, sebenarnya permasalahan tersebut pernah dialami juga saat masih di SMP. Tapi kita nasehatin dia
mengerti gitu nurut supaya jangan pindah sekolah dia mau ikutin. Tapi sekarang karena dia udah beranjak besar agak
sedikit sulit untuk diberikan nasehat seperti itu lagi.”
18
18
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST , Jakarta, 3 Juli 2014.
Kemudian setelah teridentifikasi permasalahan yang dialami klien ini, pekerja sosial mulai menanyakan harapan yang ingin dicapai selama
dia berada di panti ini dan setelah keluar dari panti. Harapan yang dirasakan
bisa seputar
bagaimana mereka
bisa menghadapai
permasalahan yang ada pada dirinya dan bagaimana harapan mereka setelah mereka keluar dari panti.
Harapan yang dimiliki klien “R” supaya kejadian di sekolah tersebut tidak terjadi lagi, dan dia bisa merasa nyaman ketika berada di
sekolah. Lalu dia juga berharap dia bisa semakin percaya diri, selain itu dia akan berusaha untuk bisa lebih baik lagi. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh klien “R” sebagai berikut: “kalau harapan saya sih yah kak, gimana saya bisa jadi orang
baik aja deh kak disini, berkelakuan baik, disenengin banyak orang, terus prestasi saya bagus selain di pendidikan juga di
kegiatan yang lain jadi bisa buat pegangan saya pas keluar dari panti.”
19
Dengan melihati permasalahan setelah diidentifikasi, pekerja sosial dapat melihat situasi klien “V” dari segi aspek mikro, mezzo dan makro.
Dalam aspek mikro, Klien “R” mengalami kondisi psikologis yang dapat dikatakan anak yang pendiam sekali, tidak banyak berbicara, kalau
bercanda atau mengobrol sama teman di panti seperlunya saja, dan dia juga kurang aktif di setiap keterampilan yang diberikan. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
19
Wawancara pribadi dengan Informan “R”, Jakarta, 18 Juli 2014
“Klien “R” memang awalnya rajin mengikuti kegiatan yang ada disini, cuma mungkin beranjak dewasa dan ada pengaruh dari
luar jadi sifat malasnya muncul. Udah gitu karena anak ini juga pendiam, jadi beradaptasinya itu kurang dengan teman-
temannya. Anak ini juga kurang percaya diri jadi sulit sekali untuk berbaur atau gimana.”
20
Sifat yang seperti ini, kadang membuat klien “R” susah untuk berinteraksi sama teman-temannya. Sehingga membuat klien “R” juga
jadi malas untuk melakukan kegiatan keterampilan yang diberikan panti untuknya. Klien “R” termasuk anak yang baik, walaupun terlalu pendiam
dan jarang mengikuti kegiatan keterampilan. Namun, dia juga anak yang rajin, dibuktikan dengan prestasi yang bagus.
Kemudian untuk aspek mezzo terhadap klien “R”, klien “R” terkadang anak yang tidak penurut terkadang juga penurut, setiap
peraturan yang ada dia patuhi di panti. Klien “R” memang tidak terlalu aktif di panti. Selama di dalam panti, dia tidak pernah ada masalah
dengan siapapun. Hal ini diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:
“walaupun anak ini tipe anak yang pendiam sekali, tapi hubungan dia sama teman-teman yang lain cukup baik ngga
pernah berbuat masalah di panti. Klien “R” ini memang tidak terlalu aktif di panti. Jadi biasanya ya kalau udah pulang sekolah
langsung ke kamarnya terus makan ya seperti itu.”
21
Begitu juga ketika dia berada di sekolah, anaknya tetap pendiam. Dia mematuhi apa yang ada di sekolah. Bahkan dia malah terlihat aktif di
20
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
21
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST, Jakarta, 3 Juli 2014.
sekolahnya, dengan menjadi anak yang selalu berprestasi dan masuk ke 10 besar. Akan tetapi, baru-baru ini klien “R” memiliki masalah di
sekolahnya. Klien “R” diketahui sudah beberapa hari membolos sekolah dan ingin pindah sekolah, dikarenakan klien “R” tidak suka dengan
beberapa temannya di kelas, karena sering menjadi korban bullying. Hal itu terjadi, karena klien “R” ini sering datang sekolah terlambat dan
teman-temannya mengejek klien “R” dengan melihat fisik klien “R” yang memang kurang rapi dan berkulit hitam. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut: “Klien “R” ini, terkadang anak ini memang jarang melakukan
keterampilan yang ada. Dia ngga mempunyai masalah kok sama teman-temannya. Emang anaknya baik ngga pernah macem-
macem.. Kalau di sekolah, juga sama kaya gitu, dia malah terlihat aktif dibuktikan dengan dia anak yang berprestas karena
selalu mendapatkan peringkat 10 besar di sekolah. tapi baru- baru ini ada masalah dia membolos sekolah sampai berapa hari
karena di sekolah ada masalah, teman-teman kelasnya sering membully klien “R” karena sering datang terlambat di sekolah,
dan melihat keadaan fisik klien “R”. Makanya dia sampai minta untuk pindah sekolah.”
22
Dalam aspek makro, klien ini diberikan pelayanan yang tepat untuk membantu permasalahan yang dialami oleh klien. Pekerja sosial
memberikan pelayanan konseling case work, pelayanan keagamaan sebagai bimbingan mental klien, bimbingan fisik, bimbingan sosial,
pelayanan kesehatan, pelayanan keterampilan, pelayanan pendidikan, dan pelayanan tabungan. Pelayanan-pelayanan yang diberikan ini bukan
22
Wawancara pribadi dengan Loren Siska Ginting, S.ST. Jakarta, 3 Juli 2014.
hanya asal diberikan, tetapi terdapat alasan dari pekerja sosial mengapa memberikan pelayanan-pelayanan ini sebagai proses pertolongan mereka.
Menurut pekerja sosial pelayanan konseling dibutuhkan supaya kedua klien ini bisa menceritakan mengenai permasalahan yang dia alami
secara leluasa. Pelayanan keagamaan diberikan agar membuat klien “R” dan klien “V” untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan
belajar tentang keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi. Bimbingan ini bertujuan untuk memulihkan kesadaran dan
tanggung jawab moral, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta memberikan pengertian-pengertian dari sudut pandang agama.
Pekerja sosial mengetahui, bahwa kedua klien ini sangat kurang sekali dalam pengetahuan agama yang mereka anut. Oleh karena itu,
bimbingan ini sangat dibutuhkan mereka. Bimbingan fisik diberikan sebagai proses pertolongan karena memperkenalka praktek cara-cara
hidup sehat, secara teratur dan disiplin agar kondisi badan atau fisik dalam keadaan selalu sehat. Selain itu bimbingan fisik juga membantu
kedisiplinan anak. Dengan begitu, membantu klien “R” dan “V” untuk bisa mempunyai sikap yang disiplin terhadap apapun.
Klien “V” dan “R” juga membutuhkan pelayanan bimbingan sosial dalam membantu permasalahan mereka, bimbingan sosial ini bertujuan
untuk memulihkan kemampuan berinteraksi sosial secara wajar, sehat, dan positif sehingga klien mempunyai sebuah kesadaran diri mereka dan
tanggung jawab sosial, harga diri serta kepercayaan diri. Bentuk-bentuk
bimbingan sosial seperti dinamika kelompok, support group,
pendampingan yang dilakukan petugas panti seperti memberi nasehat atau kultum. Bimbingan sosial membantu individu meningkatkan
kemampuan berfungsi sosial dan mencapai tujuan yang diinginkan melalui pendekatan kelompok sebagai media penyembuhan.
Terdapat juga pelayanan pendidikan untuk membantu segala usaha mengembangkan nilai, menyampaikan nilai untuk dipakai oleh anak
sehingga menjadi pintar, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat, yaitu baik usaha sendiri mengejar nilai itu ataupun meminta
bantuan orang lain. Dan yang terakhir terdapat pelayan keterampilan yang akan membantu klien “V” dan “R” bisa mengembangkan kreativitas
mereka masing-masing. Dengan melihat permasalahan tesebut, klien membutuhkan
pendampingan lebih yang dilakukan pengasuh agar diberikan motivasi, dukungan, dan mengembalikan semangat lagi supaya mereka tidak
mengalami permasalahan ini lagi kedepannya dan mereka tumbuh menjadi anak yang baik.
Setelah diidentifikasi dengan melihat riwayat permasalahan dari masa lalu, masa sekarang dan harapan yang ingin dicapai, serta pekerja
sosial juga sudah menilai situasi klien dari aspek mikro, mezzo dan makro dalam kedua klien ini, sehingga membuat pekerja sosial semakin
memahami akan permasalahan yang dialami oleh klien. Dengan begitu, pekerja sosial dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa
permasalahan klien dan rencana intervensi yang dibuat harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan klien di permasalahan yang dialaminya.
Pekerja sosial mencoba mencoba mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki klien sehingga kekuatan tersebut bisa membantu klien untuk
mengatasi permasalahannya. Pekerja sosial menanyakan mengenai apa kemampuan yang dia miliki, tetapi ditanyakan melalui percakapan yang
santai dan tidak seperti mengintrogasi. Dari hasil identifikasi yang dilakukan terhadap kedua klien tersebut, terlihat bahwa klien “R”
memiliki kemampuan dalam bidang pendidikan yaitu dia termasuk anak yang berprestasi.
Dengan pekerja sosial mengidentifikasi kekuatan klien, hal itu dapat membantu proses intervensi klien, karena kekuatan klien tersebut bisa
menjadi hal yang positif yang dimiliki klien. kemampuan tersebut bisa digunakan klien sebagai alternatif-alternatif pemecahan masalah yang
akan diberikan pekerja sosial ke klien. Namun, pekerja sosial juga mengalami kesulitan pada proses
assesmen, karena klien memiliki sifat tertutup dan keras kepala jadi agak sulit untuk di identifikasi dalam pengungkapan permasalahan klien, selain
itu karena pekerja sosial disini juga sebagai pengasuh, terkadang anak memberikan batasan untuk cerita, karena takut diceritakan ke pengasuh
lainnya.
Merujuk pada bab II halaman 41 terdapat prinsip pekerja sosial yaitu komunikasi,
ketika pekerja sosial memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada tahap assessment, pekerja sosial menjaga
komunikasi yang baik terhadap calon klien untuk bisa menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien mengenai
permasalahan yang dialaminya. Pekerja sosial menangkap pesan yang disampaikan klien melalui pesan verbal yang dilihat dari ucapannya, dan
pesan non-verbal seperti melihat dari cara duduk klien, cara
menggerakan tangannya, dan segala aktivitas yang membuat calon klien merasa nyaman sehingga komunikasi antara pekerja sosial dengan klien
dapat terjaga. Dalam tahapan ini juga terdapat prinsip pekerja sosial yaitu
menggunakan prinsip individualisasi, dengan meyakini bahwa setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga
pekerja sosial harus menaruh kepercayaan terhadap klien yang dicirikan
penjalinan relasi yang bermakna dengan mereka. Pekerja sosial harus menjalin relasi yang baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anak
tersebut. Terdapat juga salah satu prinsip pekerja sosial yaitu, kesadaran diri
petugas self-awareness pada Bab II halaman 43. Dalam melakukan assesment, disini pekerja sosial bersifat professional dalam menjalin
relasi dengan klien. Tidak boleh terhanyut oleh perasaan ataupun
permasalahan yang dihadapi oleh klien. Pekerja sosial harus fokus bahwa klien bisa menerima pelayanan kesejahteraan sosial di panti tersebut.
Selain menggunakan prinsip komunikasi, individualisasi, dan self- awareness pekerja sosial juga menggunakan prisip kerahasiaan ketika
melakukan assessment terhadap klien. Dalam prinsip ini, pekerja sosial harus menjaga kerahasiannya dari kasus yang sedang ditanganinya,
dengan menjaga kerahasiaan dari permasalahan yang dialami klien, klien juga mempunyai rasa percaya diri untuk bercerita mengenai
permasalahannya ke pekerja sosial sehingga pekerja sosial menjadi mudah untuk mengajak klien merencanakan sesuatu pemecahan masalah
yang lebih baik untuk dirinya nanti.