Karakteristik Anak Autis Tinjauan Tentang Anak Autis
b. Komunikasi bicara, bahasa, dan komunikasi
Komunikasi merupakan cara penyampaian pesan terhadap sesuatu yang diinginkan. Anak autis kebanyakan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
walaupun dapat berbicara, tetapi kata-kata yang dikeluarkan tidak sesuai dengan artinya. Bahkan tidak jarang anak autis mengoceh berulang-ulang dengan bahasa
yang tidak dapat dimengerti orang lain. Anak autis biasanya menggunakan bahasa tubuh jika menginginkan sesuatu karena kesulitan untuk mengungkapkan
keinginan. Sehingga jika menginginkan sesuatu hanya menunjuk benda yang diinginkan atau menarik tangan untuk melakukan apa yang diinginkan anak.
c. Pola bermain
Pola Bermain pada anak autis juga tidak sama seperti pola bermain pada anak umumnya. Anak autis memiliki minat bermain yang terbatas dan sering
menggunakan alat permainan tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti mobil- mobilan yang seharusnya ditarik atau didorong dalam menggerakkannya, anak
autis menggunakan mobil-mobilan dengan cara memutar-mutar rodanya. d.
Gangguan sensoris Gangguan sensoris hampir terjadi pada kebanyakan anak autis. Gangguan
sensoris ini antara lain tidak adanya kepekaan anak autis terhadap rangsangan yang diberikan atau bahkan sangat peka terhadap sentuhan. Bila mendengar suara
yang keras anak autis lebih cenderung untuk menutup telinga. Anak autis bisa
mengamuk, jika mendengar suara-suara yang tidak dia sukai, atau menutup telinga kemudian lari ke sudut ruangan untuk bersembunyi.
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal
Perkembangan yang terlambat pada anak autis ini meliputi perkembangan dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial, dan kognisi. Sedangkan untuk perkembangan
secara fisik anak autis ini sama seperti perkembangan anak pada umumnya. f.
Penampakan gejala Penampakan gejala pada anak autis dapat dilihat dari sejak kecil, biasanya
sebelum usia 3 tahun. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa gejala autis baru akan terlihat dan muncul setelah dewasa. Gejala autis yang tampak
sejak lahir atau saat masih kecil adalah dalam bidang perilaku dan emosi. Perilaku pada anak autis biasanya memperlihatkan stimulasi diri seperti
menggoyang-goyangkan badan, mengepakkan tangan seperti burung, berputar- putar mendekatkan mata ke pesawat TV, dan melakukan gerakan yang diulang-
ulang. Sedangkan gejala pada emosi, terlihat dari anak sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan, sering mengamuk, dan
terkadang terlihat menyakiti dirinya sendiri. Nikita, Pamuji, 2007: 12 menyatakan bahwa karakteristik anak autis
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Kesulitan berkomunikasi verbal dan non verbal a.
Jika berkeinginan sesuatu dengan menarik tangan orang lain untuk mendapatkan itu.
b. Kaku dengan kegiatan rutin mereka.
c. Lebih tertarik terhadap benda daripada manusia.
2. Gerak motorik yang berulang-ulang seperti: a.
Hiperaktif aktif bergerak sepanjang hari. b.
Hipoaktif diam sepanjang hari. c.
Tidak menyadari atas kehadiran orang lain. d.
Menunjukkan kegiatan bermain yang tertinggal jauh dengan anak yang seusia.
e. Hand flapping artinya sering mengepak-epakkan tangan atau jari.
Hallahan Kauffman Pullen 2009: 433 menjelaskan karakteristik autis yaitu
“ people with autism have deficits in social interaction, communication, and repetitive and stereotyped patterns of behavior.” Pendapat ini didukung oleh IDEA
individuals with Disabilities Education Act yang menjelaskan tentang karakteristik anak autis yaitu:
“A developmental disability affecting verbal and nonverbal communication and social interaction, generally evident before age ,
that affects a child’s performance.Other characteristics often associated with autism are engagement in repetitive activities anujd
stereotyped movements, resistence to environmental change or change
in daily routines, and unusual responses to sensory experiences.” Berdasarkan pendapat di atas, disebutkan bahwa cacat disabilitas dalam
perkembangan mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial, umumnya hal ini terlihat sebelum usia 3 tahun, sehingga akan
mempengaruhi prestasi perkembangan anak. Karakteristik lain yang sering dikaitkan dengan autis adalah keterlibatan dalam kegiatan berulang dan kegiatan
stereotip, resistensi atau pertahanan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas sehari-hari, dan respon tidak biasa terhadap stimulus-stimulus dari luar
yang menyangkut sensori. Herri Zan Pietter, Rudy Sutadi, 2000: 35 menyebutkan bahwa “anak autis
memiliki gangguan perilaku yang ditandai dengan perilaku yang berlebihan excessive dan perilaku yang sangat kurang deficit seperti impulsive, repetitive,
dan pada waktu tertentu terkesan merasa dan melakukan perilaku yang monoton.“
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat ditegaskan bahwa karakteristik anak autis merupakan perilaku khas yang sering dimunculkan anak
yang berbeda dari perilaku anak pada umumnya. Karakteristik anak autis tersebut meliputi gangguan dalam hal interaksi sosial, gangguan dalam komunikasi, dan
gangguan dalam berperilaku. Gangguan dalam segi interaksi biasanya terlihat dengan tidak adanya timbal
balik anak autis dengan orang lain sehingga anak cenderung suka menyendiri dan menarik diri dari lingkungan. Gangguan dalam segi komunikasi dapat terlihat dari
cara berbicara anak autis, yaitu anak mengalami kesulitan pada bahasa verbal maupun non verbal. Bahasa yang digunakan cenderung monoton, bahkan tidak
jarang anak autis dalam berkomunikasi dengan orang lain cenderung membeo yaitu ketika diberi pertanyaan anak tidak menjawab pertanyaan melainkan mengikuti
kalimat pertanyaan yang diberikan.
Sedangkan karakteristik anak autis dalam hal berperilaku ini terbagi menjadi dua bagian yaitu perilaku yang berlebihan excessive dan perilaku yang
berkekurangan deficient. Sehingga perilaku yang dimunculkan tidak sesuai dengan perilaku yang biasa ditunjukkan oleh anak pada usianya. Perilaku
berlebihan dimunculkan oleh anak seperti bersikap agresif, tantrum, berlebihan terhadap rangsang, dan hiperaktif. Perilaku berkekurangan biasanya terlihat dengan
anak menarik diri, hipoaktif, kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.
3.
Penanganan Anak Autis
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah anak autis dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan maka semakin banyak jenis terapi atau
penanganan yang diterapkan yang bertujuan untuk membantu anak penyandang autis mengejar ketertinggalan mereka dan membentuk perilakunya agar bisa lebih
diterima oleh orang lain. Tingkat keparahan autis yang bervariasi antara satu individu dengan yang
lainnya menyebabkan tidak ada satu penanganan yang cocok untuk semua individu yang menderita autis. Sehingga banyak penanganan untuk diberikan kepada anak
autis yang disesuaikan dengan tingkat keparahan dan kebutuhan anak autis. Pamuji 2007: 15 menjelaskan bahwa ada beberapa jenis terapi yang biasa digunakan
u ntuk menangani anak autis yaitu; “a terapi mediakmentosa obat, b terapi
wicara, c pendidikan kebutuhan khusus, d terapi okupasi, dan e terapi perilaku.
” Pengkajian terkait terapi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Terapi medikamentosa obat
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autis mempunyai beberapa gejala yang menyertai gangguan autis, seperti perilaku agresif atau
hiperaktivitas. Pada anak yang mengalami keadaan yang demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian obat-obatan secara tepat. Pemberian obat-
obatan ini berfungsi untuk mengurangi perilaku yang berlebih dan obat-obatan ini diberikan secara cermat agar memperoleh pengaruh positif terhadap
perkembangan anak. b.
Terapi wicara Terapi wicara seringkali dibutuhkan untuk memperlancar bahasa anak.
Menerapkan terapi wicara pada anak autis berbeda dengan anak lain. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan
bicara pada anak autis. c.
Pendidikan kebutuhan khusus Pendidikan pada tahap awal diterapkan guru untuk satu anak. Cara ini paling
efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam satu kelas besar. Secara bertahap anak dimasukkan dalam kelompok kelas untuk dapat
mengikuti pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu dominan, karena yang diharapkan adalah anak dengan
gangguan autis dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang terstruktur sangat
dianjurkan dalam penerapan pembelajaran untuk anak autis baik pembelajaran di rumah maupun di sekolah. Mereka dilatih untuk mandiri, terutama dalam
hal bantu diri. d.
Terapi okupasi Sebagian individu dengan gangguan autis mempunyai perkembangan motorik
terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi diberikan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan otot halus
seperti tangan. Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan menulis dan melakukan segala pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan
motorik halus. e.
Terapi perilaku Terapi perilaku merupakan salah satu dari berbagai jenis terapi yang sampai
saat ini masih digunakan untuk membentuk dan mengembangkan perilaku pada anak autis yang tidak sesuai. Perilaku ini sangat penting untuk membantu
penyandang autis untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Terapi perilaku biasanya diberikan kepada anak autis yang belum memiliki
kepatuhan dan kontak mata, sehingga terapi perilaku difungsikan sebagai
pembentukan kepatuhan dan kontak mata sebagai kunci dasar untuk memberikan penanganan lebih lanjut. Terapi perilaku berupaya untuk
melakukan perubahan pada anak autis, dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan belum ada ditambahkan. Terapi
perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavior Analysis. Dalam terapi perilaku fokus penanganan terletak pada pemberian penguatan
yang positif setiap kali anak merespon dengan benar dan sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Dari berbagai jenis terapi yang diterapkan untuk penanganan anak autis, maka dapat diketahui bahwa masing-masing terapi saling berkaitan dan bisa
diterapkan bersamaan serta saling menunjang antara terapi satu dengan yang lain dan bahkan dapat memberikan hasil yang lebih optimal. Jenis terapi yang dapat
digunakan untuk penanganan anak autis antara lain; a terapi mediakmentosa yaitu terapi dengan pemberian obat, biasanya digunakan untuk mengurangi hiperaktif
pada anak, b terapi wicara yang bertujuan untuk meningkatkan komunikasi pada anak autis, c pendidikan khusus yaitu digunakan selain untuk menunjang akademik
juga untuk melatihkan kemandirian anak, d terapi okupasi yang berfungsi untuk menguatkan kemampuan motorik halus, e terapi perilaku yang berfungsi
memodifikasi perilaku-perilaku abnormal yang dimunculkan oleh anak autis, sehingga perilakunya dapat terbentuk seperti perilaku pada umumnya.