Persiapan Sebelum Melaksanakan Tatalaksana Perilaku Terhadap Anak

Dalam melakukan kegiatan menciptakan kepatuhan dan kontak mata, langsung diberikan setelah anak berada di dalam kelas dan langsung masuk kedalam materi pembelajaran. Masing-masing sekolah memberikan kegiatan sebelum anak menerima pembelajaran di ruang kelas, yaitu dengan kegiatan senam pagi.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Tatalaksana Perilaku Dengan Metode

Lovaas Applied Behavior Analysis ABA Pelaksanaan pembelajaran tatalaksana perilaku dengan metode Lovaas di bedakan menjadi empat pokok pembahasan, yaitu: a kurikulum yang diterapkan dalam pembelajaran tatalaksana perilaku dengan metode Lovaas oleh sekolah, b Teknik penatalaksanaan perilaku dengan metode Lovaas, c Penilaian proses pembelajaran dengan metode Lovaas, d Evaluasi proses pembelajaran dengan metode Lovaas. Masing-masing pokok bahasan akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kurikulum Tatalaksana Perilaku dengan Metode Lovaas Applied

Behavior Analysis ABA Kurikulum dalam metode Lovaas ABA yang diterapkan kepada anak autis mencakup berbagai ketrampilan yang diperlukan anak. Kurikulum ini dimulai dari hal-hal kecil dengan tingkat yang bertahap dengan cara membiasakan anak. Menurut Handojo 2009:254 tahapan dalam mengajarkan anak adalah dengan : 1. Dimulai dengan memberikan materi untuk pembentukan kontak mata dan kepatuhan pada anak 2. Setelah materi pertama sudah bisa dikuasai anak maka anak diajarkan untuk kemampuan menirukan dan berlanjut kepada kemampuan bahsa reseptif atau kognitif 3. Kemampuan akademik baru diajarkan apabila anak sudah menguasai kemampuan bahasa reseptif 4. Pada tahap awal terapi harus dimulai dari aktifitas yang kecil, akan tetapi pemberian aktifitas ini tergantung dengan kondisi kemmapuan anak, jika kemampuan anak tinggi maka aktifitas bisa ditambah. 5. Urutan aktifitas dilaksanakan secara konsisten 6. Diterapkannya siklus DTT dalam mengajarkan aktifitas pada anak. Kurikulum yang diterapkan kepada anak autis mengikuti tahap kondisi dan perkembangan anak. Meskipun dalam Lovaas sudah ada penjabaran kurikulum dan materi yang harus diajarkan kepada anak, akan tetapi penerapan di sekolah pengambilan data belum sepenuhnya memakai kurikulum Lovaas dalam pembelajaran, sehingga dimasing-masing sekolah masih belum memiliki pedoman yang baku, tetapi ketiga sekolah memiliki kesamaan dalam menggunakan acuan pembelajaran yaitu dimasing-masing sekolah, baik SLB Bina Anggita, SLB Fajar Nugraha, dan SLB Citra Mulia Mandiri menerapkan kurikulum untuk anak tunagrahita yang dimodifikasi untuk pembelajaran akademik. Sedangkan untuk non akademik mengacu pada kurikulum yang diterapkan di Lovaas. Sebelum menentukan materi yang diberikan kepada anak, guru terlebih dahulu melakukan observasi kurang lebih selama tiga bulan, untuk mengenali kondisi anak, kebutuhan anak, serta imbalan reward yang sesuai untuk anak. Setelah data tentang perkembangan dan kebutuhan anak terkumpul, guru baru merancang materi yang akan diberikan kepada anak selama satu semester dengan berpedoman kurikulum tunagrahita dan Lovaas. Kurikulum tunagrahita yang diberikan biasanya terkait dengan akademik yang dipadukan dengan Lovaas terkait penatalaksanaan perilakunya. Sehingga dalam pelaksanaan pemberian tatalaksana perilaku tidak ada waktu khusus, melainkan dijadikan satu dengan pelajaran akademik. Materi yang diberikan kepada masing-masing subjek penelitian berbeda-beda, dan tidak semua materi yang dijadikan pedoman pembelajaran dapat diajarkan semuanya kepada anak. Di SLB Bina Anggita untuk subjek DFR pedoman pembelajaran yang diterapkan meskipun sudah dibuat sesuai dengan akademik yang dicapai anak dengan usia anak, akan tetapi dalam praktiknya materi yang dijadikan pedoman belum dapat diterapkan. Hal ini dikarenakan kondisi anak yang belum mampu untuk mengikuti perintah, dan materi-materi yang diberikan. Sehingga dalam belajar sebatas mengenal benda-benda sekitar dan warna, itupun masih terbatas untuk benda yang sering dibawa anak. Sedangkan untuk mengenal warna, anak baru dikenalkan dengan warna merah dan hijau. Tidak jauh berbeda dengan subjek EAH pedoman pembelajaran sudah dibuat seperti anak SD yaitu diberikan permata pelajaran, meskipun dalam praktiknya anak masih sebatas diberikan identifikasi, mengenal, dan menyamakan. Di SLB Fajar Nugraha kurikulum yang digunakan tidak jauh berbeda dengan SLB Bina Anggita. Penerapan kurikulum serta pemberian materi dalam tatalaksana perilaku untuk anak AFN dan FCM dapat dikatakan sesuai dengan pedoman kurikulum yang terdapat di Lovaas, hanya saja tidak semua materi mampu diberikan kepada anak karena mengingat kondisi anak yang beragam dan karakteristik serta perilaku yang belum tentu sesuai dengan usianya. Begitu juga dengan pedoman kurikulum yang diterapkan di SLB Citra Mulia Mandiri. Yang penerapannya sudah sesuai dengan pedoman pembelajaran pada Lovaas hanya saja tetap dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak, dan tidak semua materi pada jenjang pendidikan awal dapat diterapkan. Terkait dengan pembuatan dan perbaikan kurikulum yang diterapkan di ketiga sekolah, belum memenuhi kriteria kurikulum yang di jelaskan dalam Lovaas, yaitu perbaikan kurikulum belum bisa dilaksanakan setiap trimester sekali. Guru cenderung membuat dan menggunakan kurikulum selama satu semester bahkan ada guru yang menerapkan rancangan kurikulumnya sampai satu tahun ajaran.

b. Teknik Penatalaksanaan perilaku anak autis dengan metode Lovaas

Pentalaksanaan perilaku pada anak autis dijelaskan oleh Sukinah dalam jurnal pendidikan khusus November 2005: 132 harus memperhatikan empat unsur utama yaitu instruksi, respon, prompt, dan imbalan. Instruksi yang dimaksud dalam penatalaksanaan perilaku ini harus diberikan secara jelas, singkat dan konsisten. Jelas adalah perintah yang diberikan harus sesuai dengan apa yang ingin diajarkan dan hanya mengajarkan satu aktifitas. Singkat yaitu instruksi hanya terdiri dari satu kata seperti “tirukan, lihat, ambil.” Sedangkan instruksi harus konsisten adalah kata yang digunakan oleh guru untuk satu instruksi pada tahap awal harus ajeg tidak berubah sampai akhir. Instruksi yang diberikan oleh guru nantinya akan menimbulkan respon yang memiliki tahapan yaitu benar, setengah benar, salah, atau bahkan tidak merespon sama sekali. Jika dalam memberikan respon terhadap suatu instruksi ternyata anak merespon salah maka berikan umpan balik dengan lisan “tidak”, kemudian berikan instruksi ulang dan jika masih salah sampai pada instruksi ketiga maka berikan bantuan yang biasa disebut dengan prompt dan jika anak benar maka berikan imbalan. Prompt merupakan bentuk bantuan atau arahan yang diberikan oleh co- therapist prompter kepada anak untuk melakukan suatu perintah jika anak tersebut