melalui prosedur yang sistematis dan berdasarkan pada prinsip-prinsip teori pembelajarannya.
4. Metode Lovaas Applied Behavior Analysis ABA adalah cara pembelajaran
anak autis untuk mengubah perilaku anak, dengan memecah suatu kegiatan menjadi kegiatan yang lebih kecil, terstruktur, terarah, dan terukur, dengan
pemberian reirforcement positif setiap kali anak berespon benar dan tidak ada hukuman apabila anak melakukan kesalahan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Anak Autis
1. Pengertian Anak Autis
Anak autis merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus, dimana ia suka menyendiri, tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Sujarwanto 2005:167
menjelaskan bahwa “autis merupakan kelainan dalam perkembangan sistem saraf
pada seseorang yang terjadi sejak lahir ataupun saat balita. ” Istilah autis
diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943, yang merupakan seorang dokter kesehatan jiwa anak. Leo Kanner menjabarkan dengan sangat rinci gejala-gejala
aneh yang ditemukan pada 11 orang pasien kecilnya yang terlihat memiliki banyak persamaan gejala pada anak-anak ini, namun yang sangat menonjol adalah anak-
anak ini sangat asyik dengan dunianya sendiri dan menolak interaksi dengan orang
di sekitarnya.
Handojo 2003: 12 mengatakan bahwa “autis berasal dari kata Auto yang
berarti sen diri.” Penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri, tidak mau
melihat orang lain, takut terhadap lingkungan yang baru, tidak tampak ekspresi senang atau sedih, dan tidak mau disentuh , dipegang, atau dipeluk orang lain
bahkan anak yang menglami gangguan autis sulit untuk melakukan sosialisasi dengan teman sebayanya sehingga cenderung untuk menyendiri. Hal ini sejalan
dengan pendapat Yosfan 2005: 14 yang mengartikan “autis sebagai suatu paham
yang hanya tertarik pada dunianya sendiri. Perilakunya timbul semata-mata karena dorongan dari dalam dirinya. Penyandang autis seakan-akan tidak peduli dengan
stimulus-stimulus yang datang dari orang lain. ” Seorang anak autis akan terlihat
sangat linglung, terkucil atau terasing, bahkan mereka tidak ingin melakukan kontak mata dengan orang lain, juga tidak berbicara atau bermain seperti yang
dilakukan anak lain. Mereka cenderung mengulang-ulang gerakan dan tingkah laku
tertentu secara terus menerus dan berlebihan, lagi, lagi dan lagi.
Rudi Sutadi dkk, 2003: 10 menyatakan bahwa “autis merupakan gangguan
perkembangan yang berhubungan dengan perilaku yang umumnya disebabkan oleh kelainan
struktur otak atau fungsi otak.” Dapat diketahui bahwa kelainan struktur otak pada anak autis terdapat pada Lobus Parientalis otaknya, yang menyebabkan
anak tidak memberikan respon terhadap lingkungan, dan kelainan pada system limbic yang menyebabkan gangguan pada fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi.
Ditinjau dari segi perilaku, anak-anak penyandang autis cenderung untuk melukai dirinya sendiri, tidak percaya diri, bersikap agresif, menanggapi secara kurang atau
bahkan berlebihan terhadap suatu stimuli eksternal, dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya secara tidak wajar Mirza Maulana, 2008:13.
Prasetyono 2008:11 berpendapat bahwa “autis merupakan kumpulan
sindrom yang mengganggu saraf.” Bentuk gangguan seperti ini dapat mengganggu perkembangan anak, diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak dan