107 apakah penerapan model Quantum Learning berbantuan media Puzzle dapat
meningkatkan hasil belajar membaca aksara Jawa nglegena pada siswa kelas III SDN 2 Pekaja, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.
Hipotesis dari rumusan masalah tersebut yaitu penerapan model Quantum Learning berbantuan media Puzzle dapat meningkatkan keterampilan membaca
aksara Jawa nglegena pada siswa kelas III SDN 2 Pekaja Kabupaten Banyumas. Pemaparan mengenai hasil penelitian ini sebagai berikut.
4.3.1.1 Performansi Guru
Hasil pengamatan performansi guru pada siklus I sudah memenuhi indikator keberhasilan, yaitu nilai minimal 71 dengan kategori B baik. Nilai performansi
guru dalam menyusun RPP siklus I sebesar 74 dan nilai dalam melaksanakan pembelajaran sebesar 77,5. Hasil rekapitulasi menunjukkan nilai performansi guru
pada siklus I sebesar 76,33 dengan kategori B baik. Nilai performansi guru dalam menyusun RPP siklus II sebesar 86,77 dan nilai dalam melaksanakan
pembelajaran sebesar 88. Hasil rekapitulasi menunjukkan nilai performansi guru pada siklus II sebesar 87,59 dengan kategori A baik sekali. Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan performansi guru, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Learning berbantuan media Puzzle dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran membaca aksara Jawa nglegena di kelas III SDN 2 Pekaja Kabupaten Banyumas. Peningkatan kualitas pembelajaran
membaca aksara Jawa nglegena meliputi peningkatan performansi guru, aktivitas,
108 belajar siswa dan hasil belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan
penelitian ini telah tercapai, rumusan masalah telah terpecahkan, dan hipotesis penelitian juga telah terbukti.
4.3.1.2 Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca aksara Jawa nglegena sudah cukup baik. Hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 69,89
dengan kategori keaktifan siswa aktif. Akan tetapi, presentase keaktifan siswa belum memenuhi indikator keberhasilan yaitu 70. Hal tersebut dikarenakan
siswa kurang dapat bekerjasama dengan teman sekelompoknya. Siswa belum bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing, setelah menerima Puzzle,
siswa asik bermain sendiri. Saat proses pembelajaran berlangsung terdapat beberapa siswa yang berbicara sendiri. Selain itu siswa juga masih merasa malu
untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas, serta ada beberapa siswa yang tidak bisa menyusun Puzzle tepat waktu.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa
persentase keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 69,89 dengan kategori aktif. Persentase keaktifan belajar siswa pada siklus II meningkat menjadi 88,43
dengan kategori keaktifan belajar sangat aktif. Artinya terjadi peningkatan persentase keaktifan belajar siswa sebesar 18,55. Pada siklus II, siswa sudah mulai
dapat bekerjasama dengan teman sekelompoknya. Perhatian siswa selama pelaksanaan siklus II juga mengalami peningkatan. Siswa sudah dapat
bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan kepadanya. Siswa tidak lagi
109 berbicara sendiri pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Siswa juga
sudah tidak malu dan berani untuk menyatakan pendapatnya. Siswa lebih antusias untuk mengukuti pembelajaran dan dapat menyelesaikan tugas tepat waktu. Hal
tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa pada siklus II. Aktifitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan, dari
kategori aktif ke kategori sangat aktif.
4.3.1.3 Hasil Belajar Siswa