Denda Adat

5.5. Denda Adat

Hari masih pagi, masih jam 08.30 WIT. Puskesmas baru saja buka saat seorang perempuan M uyu berjalan menuju gerbang Puskesmas. Perempuan yang t erlihat masih sangat muda it u menggendong bayinya sambil memegang payung. Hari ini Sabt u, t anggal 21 Juni 2014, Puskesmas ada jadw al pelayanan unt uk kesehat an bayi.

Baru saja sampai pint u masuk Puskesmas, perempuan muda M uyu it u menoleh, mendengar t eriakan yang memanggil- manggil namanya. “ Hei ke sini kau... bayar dulu dendanya! Berhent i dulu! ” t eriak seorang laki-laki M uyu dengan sangat lant ang.

“ Ah... urusan apa it u... saya t ra peduli...! ” perem puan it u bert eriak membalas sambil berlari t erbirit -birit masuk ke dalam Puskesmas.

Sepert i t idak t erima, laki-laki berambut gimbal it u masuk menyusul ke dalam Puskesmas sambil bert eriak-t eriak kasar, “ Ke sini kau... berhent i dulu! Enak saja bersalin di rumah orang. Buang sial... gak mau bayar denda! Bayar dulu! ”

Sambil menggendong bayinya, perempuan M uyu it u dengan sangat ket akut an bersembunyi di ruang kepala Puskesmas. Sayangnya Thadeus Kambayong (54 t ahun), Kepala Puskesmas M indipt ana, yang diharapkannya bisa memberinya perlindungan sedang t idak berada di t empat . Dia sedang mengambil raport anaknya.

Lelaki it u t erus berusaha mencari-cari si perempuan M uyu sambil t et ap bert eriak-t eriak. Terdengar beberapa kali suara- suara keras semacam pukulan. “ Kau it u sudah bikin sial rumah orang, harus bayar denda! Ayo keluaaar! ” akhirnya lelaki M uyu it u menemukan t empat persembunyian si perempuan.

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Dengan sesenggukan perempuan it u menjaw ab,” Kami akan bayar... kami sedang kumpul-kumpul uang...” . Tangis ket akut an perempuan M uyu it u t erdengar semakin keras, karena bayinya yang baru merumur enam bulan juga ikut menjerit ket akut an.

“ Tidak bisa! Bayar sekarang! ” t ukas lelaki berbadan gempal it u. Laki-laki it u bersikap sepert i mau memukul si perempuan M uyu. M eski akhirnya pukulannya diarahkan ke t embok Puskesmas.

Sust er Rosa M ianip (52 t ahun) yang melihat kejadian it u t urut berbicara, ” Hei Lukas! Jangan bikin ribut di sini! Pergi sana! Nant i kau bikin rusak Puskesmas lagi! Keluar! ”

Lelaki it u melengos, sambil t et ap bert eriak-t eriak memaki si perempuan M uyu yang berurai air mat a. Sampai akhirnya perempuan it u bisa melepaskan diri, lari t erbirit -birit keluar Puskesmas sambil menjerit -jerit . Sement ara lelaki it u t et ap saja bert eriak-t eriak menagih denda.

“ Akan kulaporkan kau...! ” ancam si perempuan M uyu sambil berlari. “ Laporkan saja! Ayo baw a sini suamimu! Enak saja gak mau bayar denda! It u lapor sekalian ke Koramil at au Polsek, saya t idak t akut ! ” balas si lelaki. Sampai seperempat jam kemudian lelaki M uyu it u t et ap saja bert eriak-t eriak t ak jelas.

Lelaki it u berangsur agak t enang set elah ada seorang anggot a Koramil 1711-02 Dist rik M indipt ana yang dat ang menenangkannya.

Kejadian it u t ak cukup berhent i sampai di sit u, sorenya suami si perempuan M uyu dat ang sambil membaw a parang. Cekcok dan adu mulut t ak t erelakkan. Unt ung saja t idak sampai ada kejadian berdarah. Kesepakat an soal pembayaran denda bisa diselesaikan secara adat .

Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua

*** Lelaki M uyu berbadan gempal dengan penampilan

rambut gimbal semacam Bob M arley 220 it u adalah Lucas Kindom (38 t ahun). Sedang si perempuan M uyu it u sebenarnya adalah

keponakannya sendiri, anak dari adik ibu Lucas yang t inggal di Kampung Kamka.

Kejadian beraw al pada t anggal 24 Desember 2013 lalu, saat si keponakan bersalin di ruang t amu rumah Lukas Kindom. Sebenarnya perempuan M uyu it u hendak bersalin di Puskesmas, t et api karena masih pembukaan dua, masih perlu w akt u cukup lama unt uk sampai pada pembukaan penuh, maka dia memilih ist irahat dahulu di rumah Lukas yang t idak lain adalah Om-nya. Rumah Lukas Kindom yang t erlet ak di dekat Puskesmas memang lebih masuk akal dipakai sebagai t empat ist irahat daripada dia pulang ke rumahnya sendiri di Kampung Kamka.

Tapi apa lacur, t ernyat a bayinya keburu keluar, m aka mau t ak mau bidan Puskesmas menolong persalinan di ruang t amu rumah Lukas Kindom it u. Tak pelak ada darah t ercecer di t empat it u. Bagi masyarakat Et nik M uyu darah persalinan membaw a pengaruh yang buruk (ìpt èm ). Pengaruh dari haw a panas darah persalinan yang bisa menyebabkan sakit bagi orang yang t inggal di dekat nya. Karena it u am òp (pamali) bagi perempuan M uyu unt uk melahirkan di dalam rumah, dia harus diasingkan ke t empat lain, bévak.

Cerit era it u masih dit ambah adanya realit as lain, bidan yang menolong persalinan keponakan Lucas Kindom t ersebut t ak lama kemudian, pada bulan Desember 2013 jat uh sakit , dan pada bulan Februari 2014 akhirnya meninggal dunia. Realit as meninggalnya bidan penolong persalinan t ersebut dianggap

220 Penyanyi reggae asal Jam aica.

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Lukas Kindom sebagai fakt a t ambahan akibat ìpt èm persalinan keponakannya. Hal ini semakin menguat kan keinginan Lukas unt uk menunt ut denda pada keponakannya.

Apabila ada kejadian semacam it u, melahirkan di suat u t empat at au rumah orang lain, maka sudah suat u hal yang lazim

akan dikenakan denda pada keluarga yang bersangkut an. Denda adat yang dikenakan merupakan penggant i dari kerugian yang dit imbulkan sebagai akibat dari ìpt èm persalinan.

“ ...it u sudah biasa di sini pak... sudah um um. Karena diyakini m asyarakat sini darah persalinan it u bisa m enyebabkan sakit at au kesialan pada rum ah yang t erkena, bisa m enyebabkan jat uh sakit , jadi harus ada denda. It u sudaah! ” (Hendrikus Kam ben, 42 t ahun)

Senada dengan Hendrikus Kamben, Florent ina Ambokt em (40 t ahun) juga menut urkan bahw a denda juga bisa dikenakan sebagai akibat hilangnya kesakt ian (w aruk) laki-laki M uyu yang berada di t empat kejadian;

“ Risikonya it u pada diri kit a sendiri pak... keluarga kit a yang t inggal serum ah. Bila persalinan dilakukan di

rum ah, dema 221 yang m enghuni rum ah bisa m arah dan kasih sakit seluruh penghuni rum ah.... orang-orang yang

punya kem am puan m ant ra-m ant ra (w aruk) juga akan m arah-m arah pak, karena dia pu kem am puan akan pergi... bisa kena denda...” .

222 Sebagai laki-laki M uyu yang pernah mengikut i inisiasi , maka sudah t ent u Lucas Kindom meyakini dirinya mempunyai

221 Roh halus, lelembut at au dew a-dew i penguasa suat u t em pat . 222 Upacara pendew asaan bagi anak laki-laki M uyu tent ang filosofi hidup orang M uyu at au pendidikan karater.

Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua

w aruk (mant ra-mant ra kesakt ian) sebagaimana layaknya laki-laki M uyu lainnya. Lukas Kindom mengaku daya kemampuan w aruk- nya

ìpt èm persalinan keponakannya t ersebut . Hal inilah yang semakin mendorongnya unt uk t erus menunt ut segera diselesaikannya urusan denda adat ini.

menjadi berkurang

disebabkan

“ ...sa pu rum ah juga sudah dikot ori darah sa pu keponakan perem puan, dia kasih lahir anaknya di dalam rum ah. It u bisa jelek bagi orang yang t inggal di dalam sa punya rum ah. Bisa bikin penyakit bat uk, panas, sampai w aruk hilang...”

Unt uk semua “ kerugian” yang diderit anya, Lucas Kindom menunt ut adanya denda adat sebesar sepuluh jut a rupiah pada keponakannya. Berdasarkan kesepakat an akhir yang disaksikan oleh pihak kepolisian set empat , diberi t enggang w akt u t ert ent u pada pihak keponakan Lucas unt uk melunasi denda adat yang t elah disepakat i t ersebut .

Besaran denda adat yang dikenakan unt uk kasus sepert i ini sangat bervariasi, t ergant ung pada keyakinan seberapa besar kerugian yang dit imbulkan oleh ìpt ém perempuan M uyu yang sedang bersalin t erhadap t uan rumah. Semakin t inggi w aruk (kesakt ian) yang dimiliki t uan rumah, maka semakin t inggi denda yang bisa dikenakan, karena dia merasa kasus ini sangat merugikan;

“ ...besaran dendanya sangat t ergant ung pada dia pu barang-barang (jim at kesakt ian) dan dia pu kekuat an pak (w aruk). Sem akin dia pu it u sem akin besar dendanya... bisa sam pai puluhan jut a rupiah. Biasa ant ara sepuluh... dua puluh jut a...” (Pet rus Kom aop, 58 t ahun)

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014