233
LAPORAN TAHUNAN Annual Report
6. Kajian Struktur Pasar, Perilaku dan Kinerja Pasar Beras di Indonesia.
Kajian ini dilakukan dalam rangka
m e n d u k u n g kinerja komersial
Perum BULOG dan menyediakan channel
distribution bagi UPGB yang telah terbentuk
selama ini serta sebagai respon terhadap
situasi kegiatan bisnis perdagangan beras yang terus berubah agar
Perum BULOG mampu menyusun strategi yang akurat sehingga dapat bersaing dengan kompetitor.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keadaan industri perberasan dari tingkat petani, dan pedagang
pengepul, pedagang besar dan industri perberasan serta menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri
perberasan dalam mendukung usaha komersial Perum BULOG. Penelitian dilakukan 5 provinsi yaitu Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Penentuan
lokasi ini dilakukan secara sengaja purposive dengan mempertimbangkan bahwa di wilayah tersebut
merupakan daerah produsen beras. Selain itu, beberapa ibukota provinsi di provinsi-provinsi tersebut
adalah daerah produsen beras dan juga daerah yang memiliki pengilingan gabah. Pengumpulan data di
lokasi penelitian dilakukan pada akhir tahun 2015.
Struktur pasar beras di tingkat pelaku usaha dari petani sampai pengusaha penggilingan yang berlokasi
di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan
termasuk kategori oligopsoni, sedangkan struktur pasar beras di tingkat pelaku usaha dari pengusaha
penggilingan sampai tingkat konsumen merupakan kategori oligopoli. Dalam melakukan penjualan beras,
pelaku pasar tidak melakukan perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis dengan sesama petanipedagang
sehingga menjadikan persaingan dalam industri perberasan semakin kompetitif.Dalam menentukan
harga gabahberas, para pelaku perdagangan di industri beras mengikuti mekanisme pasar walaupun
masih tetap mempertimbangkan harga standar 6. Review on Market Structure, Behavior and
Performance of Rice Market in Indonesia This study was conducted
in order to support the commercial performance
of Perum BULOG and provide channel
distribution for UPGB that has been formed so far
as well as in response to the changing business
activities of rice trading business so that Perum
BULOG able to formulate an accurate strategy so that it can compete with the competitors. This research was
conducted to know the condition of rice industry from farmer level, and collecting trader, wholesaler and rice
industry, and to analyze the structure, behavior and performance of rice industry in supporting commercial
business of Perum BULOG. The study was conducted in 5 provinces, namely South Sumatra, West Java,
Central Java, East Java, and South Sulawesi and West Nusa Tenggara. Determination of this location is done
purposively purposive taking into account that in the region is a rice producer area. In addition, some
provincial capitals in these provinces are the regions of rice producers and also areas that have grain milling.
Data collection at the research sites was conducted at the end of 2015.
The structure of the rice market at the level of business executors from farmers to milling entrepreneurs
located in South Sumatra, West Java, Central Java, East Java, West Nusa Tenggara and South Sulawesi
including oligopsoni category, while the rice market structure at the level of business executors from milling
entrepreneurs to the consumer level is an oligopoly category. In conducting the sale of rice, market
participants do not enter into agreements either written or unwritten with fellow farmerstraders are making
competition in the rice industry more competitive. In determining the price of grainrice, trade executors in
the rice industry follow market mechanisms although they still consider the government standard price,
known as the cost of goods purchased HPP issued
234
LAPORAN TAHUNAN Annual Report
dari pemerintah, yang dikenal dengan Harga Pokok pembelian HPP yang diterbitkan melalui Instruksi
Presiden No. 5 Tahun 2015. Berdasarkan hasil kajian dari beberapa Divre dengan resume sebagai berikut:
a. Sumatera Selatan
• Kendala-kendala yang ditemui petani antara lain adanya kelangkaan pupuk atau kualitas pupuk
tidak sesuai standar, banyaknya irigasi yang rusakkurang memadai dan digunakan untuk
budidaya ikan, minimnya modalakses modal perbankan. Sedangkan kendala yang dialami
oleh pengumpul, pengusaha penggilingan, pedagang grosir, dan pedagang eceran adalah
jaringan dan modal.
• Sebagian besar pelaku pasar tidak melakukan perjanjian penjualan baik tertulis maupun tidak
tertulis dengan sesama petanipedagang. • Sampai saat ini tidak ada kerjasama dalam hal
pembentukan harga. Setiap pelaku usaha murni sendiri-sendiri untuk menetapkan harganya sesuai
biaya produksi dan juga mempertimbangkan HPP gabahberas sesuai Inpres yang berlaku.
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh para penjual.
b. Jawa Barat • Kendala-kendala yang biasa ditemui antara lain
adanya kelangkaan pupuk atau kualitas pupuk tidak sesuai standar, benih bersubsidi tidak sesuai
varietas yang ditanam, banyaknya irigasi yang rusak, minimnya modalakses modal perbankan,
tempo pembayaran tidak tepat waktu seperti yang dijanjikan, traktor atau alat mekanik banyak
dikuasai oleh pengusaha bukan petani. Sedangkan kendala yang dialami oleh pengumpul, pengusaha
penggilingan, pedagang grosir, dan pedagang eceran adalah jaringan dan modal.
• Tidak ada kerja sama antar sesama pelaku usaha. Pelaku pasar tidak melakukan perjanjian
tidak tertulis penjualan dengan sesama petani pedagang ataupun pengusaha penggilingan.
• Sampai saat ini tidak ada kerjasama dalam hal pembentukan harga. Setiap pelaku usaha murni
sendiri-sendiri untuk menetapkan harganya sesuai biaya produksi dan juga mempertimbangkan HPP
gabahberas sesuai Inpres yang berlaku. through Presidential Instruction No. 5 Year 2015. Based
on the results of several Divre studies with resumes as follows:
a. South Sumatera • Constraints encountered by farmers include the
scarcity of fertilizer or the quality of fertilizer does not meet the standards, the number of irrigation
damaged inadequate and used for ish farming, lack of capital access to banking capital. While
the constraints experienced by collectors, mills, wholesalers, and retail traders are networks and
capital.
• Most market participants do not enter into written or unwritten sales agreements with
fellow farmers traders. • Until now there is no cooperation in terms of
price formation. Each pure business executors individually to set the price according to the cost
of production and also consider the HPP grain rice according to the Presidential Instruction.
• Rice buyersconsumers tend to be passive in determining prices, they tend to accept the price
set by the sellers. b. West Java
• Constraints commonly encountered include the scarcity of fertilizer or the quality of fertilizer is
not appropriate standards, subsidized seeds are not appropriate varieties grown, the number
of damaged irrigation, lack of capitalaccess to banking capital, not timely payment time as
promised, tractor or many mechanical devices dominated by non-farmers. While the constraints
experienced by collectors, mills, wholesalers, and retail traders are networks and capital.
• There were no cooperation between fellow business executors. Market participants do not
enter into unscheduled sales agreements with fellow farmers traders or mills.
• Until now there were no cooperation in terms of price formation. Each pure business executor
individually to set the price according to the cost of production and also consider the HPP grain
rice according to the Presidential Instruction.
235
LAPORAN TAHUNAN Annual Report
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh para penjual.
c. Jawa Tengah • Kendala-kendala yang biasa ditemui antara lain
adanya kelangkaan pupuk dari Pemerintah, adanya tambahan biaya untuk pengiriman, irigasi
yang kurang baik, kekurangan pasokan air, over produksi saat panen raya sehingga harga jatuh
turun.
• Kendala yang dihadapi oleh pengusaha penggilingan antara lain resiko kualitas yang
tidak bisa konsisten, kualitas gabah karena membeli gabah dalam karung, mesin giling
yang mendadak rusak, gabah tidak bersih masih banyak kotoran disaat giling, pembayaran yang
terlambat dari waktu yang telah ditentukan, dan perubahan harga yang mendadak.
• Meskipun pada kenyataannya industri perberasan di Jawa Tengah hampir tidak ada kerjasama antar
sesama pelaku usaha, namun terdapat sedikit ditemukan kerjasama antara petani dengan
rumah makan atau distributor, atau antara penggilingan dengan Pasar Induk Cipinang dan
LotteMart, namun hanya sebagian kecil saja.
• Sampai saat ini tidak ada kerjasama dalam hal pembentukan harga. Setiap pelaku usaha murni
sendiri-sendiri untuk menetapkan harganya sesuai biaya produksi dan juga mempertimbangkan HPP
gabahberas sesuai Inpres yang berlaku.
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh penjual.
d. Jawa Timur • Kendala-kendala yang biasa ditemui petani
antara lain banyaknya irigasi yang rusak, minimnya modalakses modal perbankan, harga
yang luktuatif. Sedangkan kendala yang dialami pengumpul dan pedagang yaitu terkait jaringan
dan modal.
• Tidak ada kerja sama antar sesama pelaku usaha. Pelaku pasar tidak melakukan perjanjian
tidak tertulis penjualan dengan sesama petani pedagang ataupun pengusaha penggilingan.
Namun ada beberapa pelaku pasar yang • Rice buyers consumers tend to be passive in
determining prices, they tend to accept the price set by the sellers.
c. Central Java • Constraints commonly encountered include the
scarcity of fertilizer from the Government, the additional cost for shipping, irrigation is not
good, shortage of water supply, over production during the harvest so that prices fall.
• Constraints faced by the milling entrepreneurs include inconsistent quality risks, grain quality
due to buy grain in sacks, suddenly damaged rollers, unhulled grain still a lot of dirt while
milling, late payments over time Determined, and sudden price changes.
• Despite the fact that the rice industry in Central Java has almost no cooperation among business
executors, there is little co-operation between farmers and restaurants or distributors, or
between mills with Cipinang and LotteMart, but only a small portion.
• Until now there were no cooperation in terms of price formation. Each pure business executor
individually to set the price according to the cost of production and also consider the HPP grain
rice according to the Presidential Instruction.
• Rice buyersconsumers tend to be passive in determining prices, they tend to accept the price
set by the sellers. d. East Java
• Constraints commonly encountered by farmers include the number of damaged irrigation, lack
of capitalaccess to banking capital, luctuating prices. While the constraints experienced by
collectors and traders are related to networks and capital.
• There were no cooperation between fellow business executors. Market participants do not
enter into unscheduled sales agreements with fellow farmertraders or mills. But there are
some market participants who make unwritten
236
LAPORAN TAHUNAN Annual Report
melakukan kesepakatan tidak tertulis untuk menentukan harga gabah pada suatu waktu.
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh para penjual.
e. Sulawesi Selatan • Kendala-kendala yang biasa ditemui petani
antara lain banyaknya irigasi yang rusak, minimnya modalakses modal perbankan, harga
yang luktuatif. Sedangkan kendala yang dialami oleh pengumpul yaitu jaringan dan modal.
• Tidak ada kerja sama antar sesama pelaku usaha. Pelaku pasar tidak melakukan perjanjian
tidak tertulis penjualan dengan sesama petani pedagang ataupun pengusaha penggilingan.
Namun ada kesepakatan tidak tertulis untuk menentukan harga gabah pada suatu waktu.
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh para penjual.
f. Nusa Tenggara Barat • Kendala-kendala yang biasa ditemui petani
antara lain banyaknya irigasi yang rusak, minimnya modalakses modal perbankan, harga
yang luktuatif. Sedangkan kendala yang dialami pengumpul dan pedagang yaitu terkait jaringan
dan modal.
• Sebagian besar petani tidak ada kerja sama antarsesama pelaku usaha., namun ada
beberapa petani melakukan perjanjian dalam menjual gabahberas namun tidak dilakukan
secara tertulis.
• Sampai saat ini tidak ada kerjasama dalam hal pembentukan harga. Setiap pelaku usaha murni
sendiri-sendiri untuk menetapkan harganya sesuai biaya produksi dan juga mempertimbangkan HPP
gabahberas sesuai Inpres yang berlaku.
• Pembeli beraskonsumen cenderung pasif dalam menentukan harga, mereka cenderung
menerima dengan harga yang sudah ditetapkan oleh para penjual.
agreements to determine the price of grain at a time.
• Rice buyersconsumers tend to be passive in determining prices, they tend to accept the price
set by the sellers. e. South Sulawesi
• Constraints commonly encountered by farmers include the number of damaged irrigation, lack
of capital access to banking capital, luctuating prices. While the constraints experienced by the
collector of networks and capital.
• There were no cooperation between fellow business executors. Market participants do not
enter into unscheduled sales agreements with fellow farmers traders or mills. However there
is an unwritten agreement to determine the price of grain at a time.
• Rice buyers consumers tend to be passive in determining prices, they tend to accept the price
set by the sellers. f. West Nusa Tenggara
• Constraints commonly encountered by farmers include the number of damaged irrigation, lack
of capital access to banking capital, luctuating prices. While the constraints experienced by
collectors and traders are related to networks and capital.
• Most farmers have no cooperation between businessmen, but some farmers have agreements
in selling grain rice but not in writing.
• Until now there were no cooperation in terms of price formation. Each pure business executors
individually to set the price according to the cost of production and also consider the HPP grain
rice according to the Presidential Instruction.
• Rice buyers consumers tend to be passive in determining prices, they tend to accept the price
set by the sellers.
237
LAPORAN TAHUNAN Annual Report
7. Kajian Public Stockholding dalam WTO serta Kebijakan Perdagangan Internasional