52
4. Pelaihan CosingPerhitungan Kebutuhan Pembiayaan SPM.
Pelaihan ini diikui oleh Bidang Sosial Budaya BAPPEDA, Bidang YANKES, Bidang KESGA, Bidang P2PL Dinas Kesehatan. Pelaihan cosingperhitungan
pembiayaan SPM ini merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 317MENKESSKV2009 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan KabupatenKota.
Sebagai indaklanjut dari pelaihan ini masing-masing peserta menghitung kebutuhan pembiayaan SPM sesuai dengan bidangnya YANKES, KESGA
dan P2PL selanjutnya dilakukan review dan evaluasi bersama dibawah koordinasi BAPPEDA terhadap proses cosingperhitungan perencanaan
pembiayaan SPM.
5. Lokakarya seminasi hasil.
Lokakarya cosingperhitungan perencanaan pembiayaan SPM Kesehatan dimaksudkan sebagai bagian dari strategi advokasi kepada pemerintah
daerah eksekuif dan legislaive BAPPEDA, Bagian Organisasi, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Komisi D dan Badan
Anggaran DPRK serta dinas tehnis terkait lainnya, sehingga menghasilkan komitmen bersama untuk dukungan kebijakan perencanaan dan anggaran
pelaksanaan SPM oleh pengambil kebijakan
6. Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan Pembiayaan SPM.
Kinerja memberikan Asistensi untuk memasikan penyusunan RKA berbasis SPM merujuk pada dokumen cosingperhitungan pembiayaan SPM untuk
Tahun I yakni Tahun 2014.
7. FGD Focus Group Discussion.
Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi yang melibatkan stakeholder kabupaten BAPPEDA, Komisi D DPRK, Mulistakeholder
Forum Kesehatan serta parapihak terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk mengideniikasi sumber pembiayaan perencanaan pencapaian SPM apakah
dari alokasi dana OTSUSDAK atau sumber lainnya dan dikuatkan dengan Surat Edaran Gubernur tentang Kriteria Umum dan Khusus Penyusunan
Program dan Kegiatan Dana OTSUS dan TDBH Migas Tahun 2014 sebagai salah satu basis argument advokasi.
53
C. Dampak dan Perubahan
1. Perubahan pola pikir para stakeholder dalam perencanaan dan penganggaran. Sehingga perencanaan yang dilakukan sudah lebih
parisipaif yang merujuk SPM sesuai dengan kebutuhan pelayanan dasar bagi masyarakat dan gap yang terjadi di masyarakat dan puskesmas.
2. Peningkatan pemahaman seluruh stakeholder Kesehatan Dinas, Puskesmas,
Bidan Desa telah memahami indicator dan target pecapaian Standar Pelayanan Minimal. Penigkatan pemahaman ini menjadi modal dasar
masyarakat MSF, media, dan lintas sector dalam menilai akuntabilitas dari perencanaan dan penganggaran daerah.
3. Mendapat dukungan yang besar dari BAPPEDA dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten melalui Komisi D dan Badan Anggaran. Dengan
demikian, Dinas Kesehatan dengan mudah dapat memberi argumentasi dari peningnya perencanaan dan penganggaran SPM tersebut.
4. Sebagai dasar akuntabilitas dan tranparansi, Dinas Kesehatan memiliki
dokumen perencanaan pembiayaan standar pelayanan minimal yang memproyeksikan kebutuhan anggaran pembiayaan SPM selama 5 tahun dan
digunakan sebagai rekomendasi penyusunan rencana kerja anggarannya dalam seiap tahun anggaran. Dokumen ini dapat diakses oleh siapapun.
54
5. Meningkatnya alokasi anggaran pemenuhan pencapaian SPM dalam Datar
Pelaksanaan Anggaran DPA Dinas Kesehatan Tahun 2014 sebesar Rp. 3.877.482.460,- terjadi peningkatan 35 dibandingkan dengan tahun 2012.
D. Pembelajaran
Beberapa pembelajaran dari proses perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Bener Meriah adalah:
1. Keterlibatan muli pihak dalam perubahan suatu kebijakan menjadi factor
kunci penerapan standar pelayanan minimal; 2.
Keterbukaan Dinas Kesehatan sejak proses penyusunan perencanaan sampai penganggaran penyusunan Dokumen Pelaksanaan AnggaranDPA
imbul karena baiknya proses komunikasi dan koordinasi yang dibangun secara intensif dengan pihak terkait;
3. Hasil analisis gap dan cosing SPM yang lebih evidence based menjadi alat advokasi utama terhadap kebutuhan anggaran SPM di Bener Meriah. Hasil
ini memudahkan Dinas Kesehatan dalam advokasi pihak terkait dengan penganggaran di daerah.
4. Pengawalan dan advokasi yang dilakukan oleh berbagai pihak sejak dari
proses perencanaan sampai penganggaran menjadikan alokasi SPM idak hilang dalam proses negosiasi dengan pengambil kebijakan anggaran pada
ingkat kabupaten. 5.
Banyak kebijakan pusat belum terinformasikan dengan tepat di daerah. Penyampaian informasi yang tepat dan terus menerus kepada berbagai
pihak merupakan factor lain dalam meningkatkan pemahaman Dinas Kesehatan dan pihak terkait dalam memahami adanya regulasikebijakan
yang bersifat mandatory untuk dilaksanakan.
E. Rekomendasi
1. Maksimalkan peran dan fungsi Bagian Organisasi dan Tata Laksana
di Sekretariat Daerah untuk menyusun mekanisme monitoring dan melaksanakan evaluasi secara berkala dalam pelaksanaan dan penerapan
SPM. 2. Diperlukan mekanisme penghargaan dan sangsi dalam pelaksanaan dan
penerapan SPM. 3. Dibutuhkan komitmen dan indakan nyata dari pimpinan daerah eksekuif
dan legislaive dalam memasikan pelaksanaan pembangunan Kesehatan yang berorientasi pada standar pelayanan publik.
55
4. Pasikan informasi kebijakanregulasi terkait, sebagai mandatory diketahui,
dipahami dan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupatenKota.
F. Pembiayaan
Dalam mengimplementasikan inisiaif ini idak diperlukan alokasi anggaran yang begitu besar, namun hanya dibutuhkan alokasi anggaran untuk keperluan
meeing package dan honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal selama 3 bulan. Untuk meeing package bersumber dari program
lembaga donor sebesar 1 juta rupiah dengan rincian 10 orang x Rp. 25.000 x 4 hari, sementara untuk honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal dan ruang pertemuan bersumber dari pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengan peraturan daerah terkait dengan
perjalanan dinas dan honorarium.
G. Tesimoni
H. Binakir, SKM Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah
“Dengan adanya SPM ini, akan membuat layanan kesehatan lebih efekif dan eisien. Harapannya adalah masyarakat yang dilayani lebih puas.”
Risnawai Kepala Puskesmas Simpang Tiga Bukit, Bener Meriah, Aceh
“Untuk program Kinerja yang dilakukan di puskesmas simpang iga itu banyak, terutama membantu dalam hal pembentukan pelayanan yaitu tentang SOP standar
pelayanan operasional, kemudian SPM. Itu banyak sekali manfaat yang diberikan kepada kita. Dengan adanya Kinerja, masukan, arahan dari mereka itu, sehingga
kita bisa memaksimalkan membuat SOP alur, SPM seperi apa sehingga bisa kita laksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh dinas itu sendiri.”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah Jl. Serule Kayu Komplek Perkantoran SETDAKAB Bener Meriah, Telpon : 0643-
7426250; Fax : 0643 – 7426037 Email : dinkes_benermeriahyahoo.com; Contact Person : Iswahyudi, Kabid YANKES; HP : 0813 6266 9690
56
4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal dalam Anggaran, Kabupaten Jember, Jawa Timur
Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal SPM kesehatan Kabupaten Jember hingga Tahun 2012 masih di bawah target nasional. Salah satu tantangan
terbesar yang dihadapi dinas kesehatan dalam pemenuhan SPM adalah keterbatasan anggaran. Meskipun dinas kesehatan telah mengumpulkan data
capaian SPM secara teratur, hasil evaluasi ini idak dimasukkan dalam rencana program dan anggaran mereka.
Sejak Tahun 2013, Dinas Kesehatan kabupaten Jember bermitra dengan Kinerja USAID untuk menganalisa capaian SPM mereka dan menghitung anggaran
yang diperlukan. Seluruh proses ini dilakukan dengan melibatkan parisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Menggunakan hasil
evaluasi SPM, masyarakat dan dinas kesehatan melakukan advokasi anggaran kepada pemerintah kabupaten. Melalui kemitraan yang kuat antara dinas dan
masyarakat, pemerintah Kabupaten mengganggarkan 14 milyar rupiah untuk pemenuhan SPM kerjasama di APBD Tahun 2014.
57
A. Situasi Sebelum Inisiaif
Hingga Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember belum mencapai
target standar pelayanan minimal SPM, terutama untuk indikator yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan data dinas kesehatan
Tahun 2012, rata-rata ingkat capaian SPM kesehatan di kabupaten ini sekitar
10 - 20 dibawah target nasional. Salah satu tantangan terbesar dalam pemenuhan target SPM ini adalah kurangnya
anggaran untuk mendukung pelaksanaan pedoman ini. Meskipun Pemerintah Kabupaten Jember telah menghitung capaian SPM
mereka sejak Tahun 2008 seperi yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741MENKESPERVII2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenKota mereka belum mengintegrasikan hasil evaluasi dalam perencanaan program dan anggaran. Hal ini menyebabkan
anggaran kesehatan idak direncanakan berdasarkan target indicator SPM.
B. Strategi Implementasi
Sejak Tahun 2013, Kinerja USAID bermitra dengan Dinas Kesehatan Jember dan empat puskesmas mitra. Kinerja USAID telah melakukan serangkaian kegiatan
untuk memahami, membuat strategi dan menerapkan pelayanan kesehatan yang berbasis standar pelayanan minimal. Pada saat yang sama, Kinerja
juga membantu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hak dasar kesehatannya terutama dalam peningkatan tata kelola persalinan aman, inisiasi
menyusu dini dan ASI Eksklusif. Selain itu, Kinerja meningkatkan kapasitas
masyarakat untuk ikut mengawasi penyediaan layanan kesehatan sebagai bagian dari upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Dinas kesehatan melibatkan forum muli-stakeholder forum muli-pemangku kepeninganFMS yang terdiri dari perwakilan masyarakat, pemerintah dan
media dalam seiap kegiatan kesehatan yang berkaitan dengan SPM, mulai dari peningkatan kapasitas hingga advokasi pemerintah kabupaten untuk
mengintegrasikan SPM kesehatan dalam perencanaan.
58
Tahapan kegiatan ini secara umum dibagi menjadi:
1. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah.
Langkah awal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman pemerintah dan masyarakat tentang penggunaan SPM sebagai panduan kualitas pelayanan
kesehatan melalui kegiatan training of trainer . Pada tahap awal ini, Kinerja
USAID memfasilitasi pemerintah kabupaten untuk membentuk trainer SPM yang terdiri dari perwakilan FMS, dinas kesehatan dan puskesmas. Tim
trainer tersebut bertugas untuk membantu puskesmas dan dinas kesehatan dalam seiap kegiatan SPM.
2. Analisa capaian SPM.