7. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah
Telah diuraikan di atas, konstruktivisme merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang menuntut agar individu bisa menemukan dan membuat
konsepnya sendiri yang muncul dari pendangan dan gamabaran individu itu sendiri serta berdasarkan inisiatif individu, seperti yang telah dinyatakan oleh
Brooks bahwa “the constructivism approach stimulates learning only around
concept in whicht the students have a prekindled interst
29
. Pembelajaran sejarah yang membahas tentang masa lalu sangat berkaitan
dengan waktu. Sejarah ialah ilmu tentang waktu
30
. Maka konstruktivisme sangat penting untuk proses pembelajaran sejarah. Dengan pendekatan konstruktivisme
ini pembelajaran sejarah akan menjadi lebih menarik karena siswa dapat menemukan dan membuat konsep pemahaman mereka sendiri untuk memahami
pelajaran sejarah. Dengan konsrtuktivisme dalam pembelajaran sejarah, siswa dituntut untuk bergerak lebih aktif dan mengoptimalkan serta memaksimalkan
potensi yang ada dalam diri siswa itu sendiri sehingga siswa mampu mengolah dan mengembangkan potensi yang ada dalam proses pembelajaran. Bagi kaum
konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan sesuatu kegiatan yang memungkinkan bisa membangun
pengetahuannya sendiri.
31
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme:
29
Sigit Mangun Wardoyo, op.cit., hlm. 23.
30
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 14.
31
Paul Suparno, Filasafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 2012, hlm. 65.
1. Siswa membawa pengetahuan awal yang khas dan keyakinan-keyakinan pada
situasi pembelajaran; 2.
Pengetahuan dibangun secara unik dan individupersonal dalam berbagai cara, lewat berbagai perangkat, sumber-sumber, dan konteks;
3. Belajar merupakan proses yang aktif dan reflektif;
4. Belajar adalah proses membangun. Kita dapat mempertimbangkan keyakinan
dengan mengasimilasi, mengakomodasi, atau bahkan menolak informasi baru; 5.
Interaksi sosial mengenalkan perspektif ganda pada pembelajaran; Belajar dikendalikan secara internal dan dimediasi oleh siswa
32
. Dalam pembelajaran sejarah, siswa perlu untuk mampu mengkonstruksi
pengetahuannya agar ilmu yang disampaikan dapat mereka pahami dengan mudah. Di sisi lain agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya dengan
baik, guru juga harus mampu memberikan contoh yang konkret agar siswa semakin mudah dalam mengolah daya pikirnya. Maka di sini tugas guru adalah
membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai situasi yang konkret maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan dan
situasi siswa.
33
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengetian yang berbeda.
34
Siswa harus punya pengalaman dengan membuat pemahaman mereka sendiri dengan dalam proses belajar. Mereka harus bisa membuat
hipotesis, memahami konsep-konsep dengan pemikiran mereka sendiri, memecahkan persoalan serta mengadakan atau membuat refleksi untuk
membentuk konstruksi yang baru.
32
Moh Yamin, Teori dan Metodologi Pembelajaran, Madani, Malang, 2015, hlm. 71.
33
Paul Suparno, op.cit., hlm. 69.
34
Ibid, hlm. 63
Dalam aliran konstruktivisme, guru bukanlah seorang yang mahatahu dan siswa bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Dalam proses
pembelajaran siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal
guru dan murid bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan murid lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun
pengetahuan.
35
8. Pembelajaran Kooperatif