Aspek Moral Ekonomi Pedagang

luar atau kelompok mereka Kamanto, 2004:130. Seseorang itu termasuk kedalam beberapa kelompok yang baginya adalah kelompok dalam dan selebihnya baginya adalah kelompok luar. Dalam in-group terdapat perasaan persaudaraan sedangkan dalam out-group terdapat perasaan yang lebih dingin. Anggota-anggota dalam in-group menunjukkan adanya kerja sama, hubungan yang baik good will, saling membantu, dan saling menghormati. Mereka mempunyai perasaan solidaritas, kesetiaan terhadap kelompoknya dan kesediaan berkorban demi kelompoknya. Tetapi sikap mereka terhadap orang lain atau luar kelompoknya selalu menunjukkan kebencian, perasaan menghina, dan permusuhan.

2.4 Aspek Moral Ekonomi Pedagang

H.D. Evers dalam Damsar 2000: 90-92 mengemukakan bahwa moral ekonomi pedagang timbul ketika mereka menghadapi permasalahan dalam aktivitas jual beli. Para pedagang seringkali mengalami dilema. Moral ekonomi pedagang, menurut H.D. Evers timbul karena adanya pertentangan dalam diri pedagang sendiri. Apabila yang menjual dengan harga yang tinggi, maka dagangannya tidak akan laku atau laris. Apabila pedagang menjual dagangannya dengan harga murah, sedangkan modal sangat mahal, maka kerugian yang akan dialami. Dalam keadaan seperti itu, menurut H. D. Evers dalam Damsar 2000: 92 pedagang berusaha mencari jalan keluar sendiri. Di antaranya adalah dengan memilih jalan untuk merantau atau membuka usaha di negeri orang. Sehingga pertentangan batin pun tidak ada lagi. H.D. Evers memandang bahwa pedagang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah manusia yang kreatif dan dinamis. Hal didasarkan kepada para pedagang tidak tertumpu pada norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Mereka bisa menyelesaikan permasalahan pribadi tanpa melanggar norma-norma yang ada. Menurut Damsar 2000, pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan mengalami hal sama. Baik masyarakat nelayan maupun masyarakat metropolis. Apabila mereka menghadapi masalah yang disebut dengan masalah subsistensi keselamatan pribadi atau resiprositas maka mereka akan mencoba untuk melakukan tindakan-tindakan yang baru, seperti menjual, menggadai, meminjam uang berhutang dan lain sebagainya atau bahkan mencuri sekalipun. Tujuan dari itu semua adalah untuk mengamankan posisi mereka dalam aktivitas perekonomian guna menghadapi persaingan yang ada. Melihat dilema yang dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers dalam Damsar 2000 menemukan lima solusi atau jalan keluar yang berbeda dengan apa yang dilakukan pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu: 1. Imigrasi Penduduk Minoritas Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui imigrasi atau dengan etnogenesis yaitu munculnya identitas baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya tersebut secara efektif dapat mengurangi dilema pedagang. Untuk menghindari dilema tersebut maka lebih baik merantau migrasi ke daerah lain dan melakukan aktivitas perdagangan di sana. 2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Muncul dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerjasama tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Seperti pedagang kredit yang ada di Sumatera Barat, mereka dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai pemasok kebutuhan sandang baru sedangkan pedagang sendiri memperoleh untung yang relatif besar karena harga ditetapkan relatif lebih tinggi dari harga pasaran. Ini berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pedesaan Sumatera Barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komunitas moral sendiri yaitu agama Islam dan agama Kristen. 3. Akumulasi Status Kehormatan Budaya Melalui akumulasi modal budaya berarti adanya peningkatan derajat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sesuai dengan studi Geertz tentang peranan santri pada sektor perdagangan orang Jawa bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan kaum santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang kikir dan tamak tetapi sebaliknya dianggap orang yang berbudi baik dan bermurah hati. 4. Munculnya Pedagang Kecil yang bercirikan “Ada Uang Ada Barang” Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di Jawa, Evers melihat bahwa para pedagang bakul kurang ditundukkan oleh tekanan solidaritas jika dibandingkan dengan pedagang yang lebih besar. Pedagang bakul akan bersikeras melakukan transaksi dalam bentuk “ada uang ada barang” dan menghindari masalah utang piutang dengan pelanggan. Apabila ada UNIVERSITAS SUMATERA UTARA permintaan kredit maka akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan sangat dibatasi sehingga tidak muncul resiko perkreditan. Dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh pedagang kecil tersebut, memungkinkan pedagang untuk menghindari dilema yang biasanya dialaminya. 5. Depersonalisasi ketidakterlekatan Hubungan-Hubungan Ekonomi Jika ekonomi pasar berkembang dan relatif tidak terlekat atau terdiferensiasi maka dilema pedagang ditransformasikan ke dalam dilema sosial pasar ekonomi kapitalis. Evers melihat bahwa suatu ekonomi modern memerlukan rasionalisasi hubungan-hubungan ekonomi dan keunggulan produktivitas di satu sisi dan di sisi yang lain keadilan sosial dan redistribusi dibutuhkan untuk mempertahankan legitimasi penguasa serta tatanan sosial dan politiknya. Aspek moral yang muncul dari sikap para pedagang tidak lepas dari munculnya keterlekatan baik antar sesama pedagang maupun dengan para pembeli. Menurut Granovetter dalam Damsar 2002:146 keterlekatan adalah tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat embedded dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor. Ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan hubungan sosial. Aspek moralitas pedagang juga muncul akibat adanya jaringan sosial, jaringan sosial memberikan berbagai kemudahan untuk mengakses berbagai macam barang dan sumber daya langka seperti informasi, barang, jasa kekuasaan dan sebagainya. Ketika seorang pembeli dan penjual pada suatu pasar tradisional berinteraksi dalam suatu transaksi bisnis dan berakhir dengan jual beli maka hal tersebut bisa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi simpul bagi terbentuknya ikatan pelanggan antara mereka berdua. Adapun keuntungan yang mungkin akan diperoleh pembeli antara lain kepastian dan ketepatan informasi harga suatu barang, diskon, kredit hutang dan lainnya. Sedangkan keuntungan dipihak pedagang adalah kepastian pembeli. Jika ada kepastian pembeli dimasa akan datang, maka kepastian akan memperoleh laba merupakan konsekuensi logis dari keadaan sebelumnya. Ikatan pelanggan yang terajut antara keduanya dapat memudahkan pembentukan hubungan baru dengan pihak lain, ikatan pelanggan antara kedua belah pihak dimungkinkan diperluas dengan mengikutkan beberapa orang lain yang memiliki hubungan dengan pihak pembeli misalnya dengan anggota keluarga luas dari pembeli seperti; kakak, adik, orang tua, paman, tante, dan lainnya. Ikatan pelanggan menuntun para individu baik pembeli maupun penjual untuk berpikir, berperilaku, dan bertindak seperti harapan peran yang seharusnya dimainkan oleh masing-masing pihak sesuai dengan posisi dan status masing- masing. Dalam ikatan pelanggan, antara pembeli dan penjual memiliki suatu derajat kepercayaan dan tingkat keuntungan bersama antara kedua belah pihak. Melalui derajat kepercayaan dan tingkat keuntungan yang diperoleh mereka terikat satu sama lain, berbagai kemudahan yang diperoleh para anggota kelompok untuk mengakses bermacam barang atau jasa dan sumber langka lainnya seperti informasi, barang, jasa, kekuasaan dan sebagainya. Misalnya ketika seorang pengunjung yang berasal dari Sumatera Barat pergi ke pasar induk Tanah Abang Jakarta untuk membeli busana baik untuk keperluan konsumsi pribadi maupun untuk kepentingan bisnis untuk di perdagangkan kembal, akan berusaha untuk mendapat berbagai kemudahan melalui keanggotaan dari suatu UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kelompok etnik yaitu sebagai seorang suku Minangkabau. Ketika dia mengetahui bahwa sipenjual dari barang diperlukannya adalah orang Minangkabau pula maka dia akan mencoba menjalin ikatan kelompok suku Minangkabau. Melalui ikatan kelompok suku Minangkabau, aktor pembeli merajut simpul jaringan melalui komunikasi yang dilakukan melalui bahasa daerah Minangkabau dan menelusuri jejak keminangkabauan melalui percakapan yang dilakukan. Dalam kenyataannya, cara seperti itu akan melicinkan para aktor untuk mendapat harga yang lebih miring dibanding dengan pembeli yang berasal dari etnik lain.

2.5 Orientasi Subyektif dalam Hubungan Sosial : Variabel-variabel Berpola

Dokumen yang terkait

Dampak Alokasi Dana Desa (ADD) terhadap Pengembangan Ekonomi di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan

53 254 99

Moral Ekonomi Pedagang Komunitas Etnik India

2 72 88

MORAL EKONOMI PEDAGANG KAKI LIMA(Studi Tentang Moral Ekonomi Pedagang Kaki Lima Di Pasar Sore Kota Batu)

0 4 2

Migran Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor (Studi Perbandingan Pedagang Suku Jawa, Sunda dan Minang)

0 4 123

POLA INTERAKSI SOSIAL PEDAGANG "GARENDONG" DI KOTA PAYAKUMBUH (STUDI TERHADAP PEDAGANG YANG TERDAFTAR PADA IKATAN PEDAGANG KELILING PASAR IBUH KOTA PAYAKUMBUH).

4 14 7

JARINGAN SOSIAL PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI (Studi Terhadap Pedagang Pasar Raya Inpres Di Kota Padang).

0 0 1

JARINGAN SOSIAL PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL PASCA RENOVASI ( Studi Kasus Jaringan Sosial Antara Pedagang Distributor, Pedagang Grosir dan Pedagang Ecer Kelontong di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang Pasca Renovasi).

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Sosial - Jaringan Sosial Dan Moral Ekonomi Pedagang Pekanan (Studi Kasus Terhadap Pedagang Etnis Minang Yang Berjualan Di Perkebunan Wilayah Kota Pinang, Labuhanbatu Selatan)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Jaringan Sosial Dan Moral Ekonomi Pedagang Pekanan (Studi Kasus Terhadap Pedagang Etnis Minang Yang Berjualan Di Perkebunan Wilayah Kota Pinang, Labuhanbatu Selatan)

0 0 17

JARINGAN SOSIAL DAN MORAL EKONOMI PEDAGANG PEKANAN (Studi Kasus Terhadap Pedagang Etnis Minang yang berjualan di Perkebunan

0 0 10