Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sastra merupakan wadah komunikasi kreatif dan imajinatif. Sastra bukan hanya cerita khayal semata tetapi salah satu media menjembatani hubungan realita dan fiksi, hal ini mendukung kecenderungan manusia yang menyukai realita dan fiksi. Dalam kenyataannya, karya sastra bukan hanya berdasarkan imajinasi saja. Karya sastra terinspirasi dari kenyataan dan imajinasi. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi menurut pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri dan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Selain itu, fiksi juga merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni Nurgiyantoro, 2007: 2-3. Novel sebagai salah satu bentuk karya fiksi yang memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik dan imajinatif. Persoalan yang dibicarakan dalam novel ialah persoalan tentang manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Sayuti 2000: 6 jika novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama. Bukti dari pendapat di atas ada dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ini, ia buat selama di penjara di Pulau Buru dan selesai pada tanggal 24 Desember 1976. Novel ini menceritakan kisah kudeta pertama ala Jawa dalam sejarah Indonesia. Dalam novel ini, ia tidak memotret fakta sejarah melainkan berkeinginan menghidupkan sejarah dengan pendapat dan pengalaman pribadi yang ia alami. Selain itu, Pram hendak mempersoalkan keabsahan perpindahan kekuasaan pemerintahan dari Orde Soekarno ke Orde Soeharto selepas peristiwa yang terjadi tahun 1965. Ia menceritakan kudeta Arok yang berbelit- belit terhadap Akuwu Tumapel Hun, 2011: 304. Selain itu, Kisah Arok Dedes yang merupakan sejarah abad 13 ini yang diceritakan Pramoedya jauh dari versi asli yang diceritakan dalam Kitab Pararaton ataupun Nagarakertagama karena menolak seluruh dongeng, aroma mistik, dan hal yang irasional. Joesoef Ishak melalui Hun 2011: 304 mengatakan ba hwa “tidak mengherankan bila pembaca setelah mengikuti kisah Arok Dedes walau tidak disuruh asosiasi mereka dengan sendirinya pindah dari abad 13 langsung ke abad 20 di tahun 1965-an. Untuk menyampaikan seluruh ide dalam novel, pengarang juga tidak bisa lepas dari penggunaan dan pengolahan bahasa untuk menghasilkan novel yang bagus. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya mengandung unsur keindahan. Keindahan dalam novel dibangun oleh pengarang melalui seni kata. Seni bahasa berupa kata-kata yang indah terwujud dalam ekspresi jiwa. Hal tersebut senada dengan pendapat Nurgiyantoro 2005: 272, yaitu bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih baik untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah satu unsur terpenting, maka bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra. Dengan demikian, sebuah novel dikatakan menarik apabila informasi yang diungkapkan, disajikan, dengan bahasa yang menarik dan mengandung nilai estetik. Begitu pula dengan gaya bahasa yang merupakan salah satu unsur menarik dalam sebuah bacaan. Pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang dihasilkan. Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus pembawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karya sastra, hampir sebagian besar dipengaruhi oleh pengarang dalam memainkan bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang pengarang satu dengan pengarang lainnya berbeda. Sebab gaya bahasa merupakan bagian dari ciri khas seorang pengarang. Sesuai dengan pendapat Keraf 2010: 113 yang menyatakan gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Begitu pula dengan Pramoedya Toer salah satu sastrawan terbaik Indonesia yang berhasil mengisahkan keadaan Indonesia yang berlatar belakang sejarah dalam bentuk fiksi. Pram termasuk sastrawan yang menganut paham realisme sosialis di mana pada setiap kreativitas karya berdasar kenyataan Riffai, 2010. Ia tetap menggunakan media bahasa sebagai kekuatan dengan tetap berada di wilayah sastra, meski kisah yang dibawakannya sarat muatan politik. Dari cara pandang dan paham yang ia anut, pastinya setiap karya yang ia hasilkan menunjukkan jiwa dan kepribadiannya. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap pemilihan kata dan penggunaan gaya bahasa dalam setiap karyanya. Setiap penggunaan gaya bahasa tak bisa lepas dari makna apa yang terkandung di dalamnya karena makna yang terkandung di dalam gaya bahasa memiliki kekuatan atau daya tersendiri yang mampu menghipnotis pembacanya. Ciri khas yang dimiliki Pramodya Ananta Toer dalam setiap karyanya melalui untaian kata yang ia rangkai memiliki daya pikat tersendiri bagi penikmat karyanya sehingga dapat mempengaruhi dan menginspirasi bagi pembacanya. Kekuatan seorang pengarang ada di dalam bahasa yang digunakan. Setiap bahasa yang digunakan pengarang memiliki daya tersendiri. Daya yang dimiliki oleh bahasa atau yang biasa disebut dengan daya bahasa merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca Yule, 2006: 3. Dalam hal ini pragmatik mengkaji mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya. Menurut Rahardi 2006: 20 konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan background knowledge yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks memiliki fungsi yang penting dan memang harus ada untuk membuat sebuah tuturan benar-benar bermakna. Lebih dari itu, salah satu kajian pragmatik adalah mengupas mengenai daya bahasa. Oleh karena itu, daya bahasa itu sendiri merupakan kekuatan bagi sastrawan untuk menyampaikan makna, informasi, maksud melalui fungsi komunikatif bahasa sehingga pendengar atau pembaca mampu menangkap segala informasi yang ingin disampaikan Yuni, 2009. Dengan memanfaatkan segala daya atau kekuatan yang dimiliki oleh bahasa serta mengambil sesuatu atau nilai yang dapat dipetik dari kekuatan yang terdapat di dalam bahasa yang digunakan oleh para pengarang maupun sastrawan khususnya novel pasti terkandung kekuatan di dalamnya di mana kekuatan daya bahasa itu bisa mempengaruhi pembacanya. Dengan adanya penggunaan gaya bahasa, diharapkan dapat memperkuat daya bahasa dalam sastra, serta memperindah sastra itu sendiri. Penelitian mengenai daya bahasa ini tergolong jenis penelitian baru di bidang pragmatik. Peneliti memilih jenis penelitian tentang daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa pada novel karena penelitian mengenai daya bahasa yang sudah ada sampai sejauh ini baru meneliti tentang daya bahasa yang terungkap pada seni retorika di panggung politik. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Anderson 1990, Quanita 2009, Baryadi 2012 tentang Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan, serta Ari Subagyo 2012 tentang Bahasa dan Kepempimpinan Soegija Pranata dan Abdulrahman Wahid. Di dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan daya bahasa apa saja yang terungkap melalui gaya bahasa dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Peneliti memilih novel ini karena novel ini sangat menarik dan gaya bahasa yang dituliskan Pram lebih kurang sesuai dengan keadaan masyarakat zaman tersebut dan novel ini sangat kental dengan budaya Hindu. Dengan demikian, dengan adanya penelitian ini akan dapat diketahui daya bahasa apa saja yang terdapat dalam novel tersebut melalui gaya bahasa.

B. Rumusan Masalah