ketidakmampuan mengerti rakyatnya, mengerti kepentingannya, mengerti apa yang dibutuhkan. Daya keluh muncul pada tuturan
V.40 karena Lohgawe merasa menderita dengan kepempimpinan sejak Sri Erlangga sampai Tunggul Ametung karena tidak mampu
dalam banyak hal seperti tidak mampu mengerti kawulanya, tidak mengerti apa yang dibutuhkan, tidak mengerti akan kepentingannya.
Pada data IX.5 menggunakan gaya bahasa ironi. Maksud dari tuturan IX.5 ialah anak buah Kebo Ijo yang ditahan oleh Arok bisa
membuka rahasia Kebo Ijo. Daya keluh muncul karena Kebo Ijo merasa khawatir jika rahasia terbongkar oleh anak buahnya yang
ditahan oleh Arok. Daya keluh seperti yang telah diuraikan di atas adalah
kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa sinekdok seperti pada tuturan
”Tumapel terus-menerus menyalahkan kami.” Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan ungkapan rasa yang keluar dari
penduduk desa Bantar karena perasaan menderita selama duapuluh tahun.
m. Daya Pinta
Pinta, menurut KBBIoffline ialah permintaan. Biasanya mitra tutur meminta sesuatu kepada lawan tutur untuk melakukan atau
memberikan apa yang mitra tutur butuhkan atau inginkan. V.19
“Tolonglah leher sahaya ini, Yang Mulia Ratu.” 230
Konteks:
Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ratu Angabaya menahannya karena memiliki persoalan dan harus diselesaikan
mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri.
VI.23
“Ya Mahadewa, beri aku kekuatan.” 294 Konteks:
Dituturkan oleh Rimang ketika ia dan Gusti Putra melawan para jajaro yang sedang memperkosa seorang wanita.
VII.23 “Coba katakan padaku yang masih bodoh ini” 334
Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes ketika diberi kesempatan dari
Tunggul Ametung untuk berbincang dengan Arok.
VII.35 “Duh, anakku, jangan kaget telah aku serahkan hidup dan
mati ayahmu pada musuh- musuhnya.” 345
Konteks: Dituturkan kepada Ken Dedes kepada anak di dalam rahimnya
sesampainya tiba di Bilik Agung.
X.35 “Nyatakan
sesuatu pada
kami, Arok
“NyatakanNyatakan” 543
Konteks: Dituturkan oleh pasukan dari luar kota kepada Arok
memintanya menyatakan sesuatu.
Gaya bahasa sinekdok ada pada data V.19 muncul pada kalimat
“Tolonglah leher sahaya…” maksud dari data V.19 ialah Tunggul Ametung meminta kepada Sri Ratu Angabaya untuk tidak
menghukumnya dengan hukuman pancung atas kesalahan yang telah ia lakukan. Daya pinta muncul karena Tunggul Ametung meminta
kepada ratu Angabaya untuk menyelematkan nyawanya. Gaya bahasa apostrof nampak pada tuturan VI.33 yang
ditunjukkan dengan kata Mahadewa. Makna yang terkandung dari tuturan VI.33 ialah Rimang memohon kepada Hyang Mahadewa
supaya memberinya kekuatan untuk melawan jajaro. Daya yang
muncul dari data VI.33 ialah daya pinta ditunjukkan dengan kata beri. Dalam konteks ini, Rimang meminta kekuatan kepada Hyang
Mahadewa supaya memberikannya kekuatan. Kekuatan di sini muncul dari keyakinannya kepada Hyang Mahadewa selaku dewa sesembahan
yang kedudukannya paling tinggi. Efek dari tuturan VI.33 ialah penutur merasa mendapat kekuatan baru karena kepercayaannya pada
Tuhan yang disembah. Data VII.23 menggunakan gaya bahasa litotes. Gaya bahasa
litotes digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Kata yang menunjukkan adanya penggunaan gaya bahasa litotes ialah pada
penggalan kalimat “…yang masih bodoh ini...” Maksud dari tuturan ini ialah Ken Dedes meminta Arok menjelaskan padanya mengenai
wanita. Pada zamannya, Ken Dedes kategori sebagai wanita yang pandai, cerdas, dan terpelajar. Di sini Ken Dedes merendahkan diri di
hadapan Arok yang dianggapnya pandai walaupun baru pertama kali bertemu. Data VII.23 mengandung daya pinta karena meminta lawan
tutur melakukan sesuatu yang diminta oleh mitra tutur. Ditunjukkan dengan kalimat “coba katakan padaku..” Di sini Ken Dedes meminta
Arok untuk menjelaskan pengertian tentang wanita. Gaya bahasa epizeukis ada pada data X.41 ditunjukkan
dengan mengulang kata nyatakan. Maksud dari tuturan tersebut ialah pasukan Arok dari luar kota meminta Arok untuk menyatakan seuatu
kepada mereka entah apapun itu. Daya pinta muncul karena pasukan Arok memintanya untuk berbicara.
Daya pinta seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui penggunaan gaya bahasa
litotes, yang mengandung pesan supaya lawan tutur melakukan sesuatu yang dikehendaki mitra tutur. Perhatikan contoh VII.23
“Coba katakan padaku yang masih bodoh ini”. Tuturan tersebut secara langsung meminta mitra tutur agar menjelaskan padanya mengenai hal
yang belum diketahui oleh penutur.
n. Daya Harap