196
BAB IV TEKAD KAUM BRAHMANA
No. Data
Konteks Gaya Bahasa
Daya Bahasa
1 “Dengan namamu yang baru, Arok, Sang
Pembangun, kau adalah garuda harapan kaum brahmana.” 165
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama.
Epitet Deklarasi
2 “Para dewa tidak tunjukkan padamu untuk
jadi talapuan.” 165 Dituturkan Dang Hyang Lohgawe saat
upacara pemberian nama. Apostrof
Klaim 3
“Kau akan kembalikan cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” 165
Dituturkan Dang
Hyang Lohgawe
Lohgawe saat upacara pemberian nama. Apostrof
Optimis 4
Perhatiannya lebih tertarik pada kelilingnya- gunung-gemunung yang serasa tiada kan
habis-habisnya, berlapis-lapis menyentuh langit. 166
Arok dan
Dang Hyang
Lohgawe melakukan perjalanan jauh.
Simile ‘Jelas’
informasi
5 “... Mungkinkah ke Kawi?” 168
Dituturkan oleh Arok setelah ditanya oleh gurunya hendak pergi kemana mereka.
Metonimia Tanya
6 “… Dibandingkan dengan karunia yang
pernah diberikan Sri Erlangga, uh, itu bukan karunia, sama dengan tulang dilemparkan
pada anjing kelaparan. …” 168 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe
ketika mereka melakukan perjalanan ke Kawi. Lohgawe menyampaikan untuk
kesekian kalinya ketidaksukaannya pada Sri Erlangga.
Sarkasme Cemooh
7 Jalan itu turun-naik, gelap oleh payungan
pepohonan. 170 Keadaan dan suasana di dalam hutan
selama perjalanan menuju ke gunung Kawi.
Zeugma ‘Jelas’
informasi 8
Naskah itu meriwayatkan kebesaran Buddha Mahayana, seluruhnya dalam Sansakerta
Saat beristirahat di dalam gua, Arok menemukan naskah yang meriwayatkan
Alegori ‘Jelas’
informasi
tanpa ada sepatah kata Jawa pun. la terpesona
oleh penggambaran
tentang mahaguru Dharmakirti dan Suarnadwipa,
yang menjadi jiwa kebesaran Sriwijaya, tentang Wajrabodhi yang menyebarkan
Tantrayana di Sriwijaya dan Cina, tentang mahaguru Dharmapala dan Perguruan
Tinggi Nalanda, murid dan mahaguru Dignaga dan Perguruan Tinggi Kansyi,
tentang Nagarjuna, tentang Aryadewa, tentang Dipangkara, yang setelah belajar di
Sriwijaya kembali ke Tibet dan melakukan pembaharuan
kepercayaan Buddha
di negerinya. 170-173
kebesaran Buddha Mahayana.
9 Langit dan bulan tidak nampak oleh mereka.
Hanya pokok, cabang, ranting dan dedaunan seperti tembok memagari sinar obor damar
itu. 173 Keadaan dan suasana di dalam hutan
selama perjalanan menuju ke gunung Kawi.
Simile ‘Jelas’
informasi
10 Seperti monyet ia berpindah-pindah dari
pokok ke pokok lain yang lebih besar dan lebih tinggi.
Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung
Kawi. Simile
‘Jelas’ informasi
11 Dilihatnya langit di atas dengan bulan penuh
tersenyum pada dunia. 174 Saat Arok berada di atas pohon untuk
mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan.
Simile Rangsang
12 Kini ia mulai dapat menangkap, samar,
seperti desir angin lalu: mantra. 174 Saat Arok berada di atas pohon untuk
mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan.
Simile Rangsang
13 “Husy. Tak aku benarkan kau ulangi Dituturkan oleh Lohgawe yang melarang
Tautologi Protes
pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Tidak benar. Menyesatkan.” 175
Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna upacara persetubuhan untuk
memuja kesuburan.
14 “… Ampuni kami, ya, Mahadewa, keagungan
Prambanan tidak mampu menolak pengaruh sesat itu. …” 176
Dituturkan oleh
Lohgawe ketika
mengetahui di
depan ada
upacara Maithuna.
Apostrof Sesal
15 “… Kalasan telah memberikan pengayoman
pada mereka. Mataram dipindahkan dan pengaruh itu lebih ke timur oleh Sri Baginda
Dyah Balitung, kemudian ke timur lagi oleh Mpu Sindok. Waktu itu di timur sini masih
bersih, belum ada pengaruh seperti itu. Hyang Agastya tetap dimuliakan. Sri Teguh
Dharmawangsa malah telah mengirimkan armada untuk menumpas induk gerakan itu
Sriwijaya. Selanjutnya kau tahu sendiri: kalah. Mendang kalah, ganti kena serbu, Sri
Dharmawangsa sendiri gugur. Nanti kau akan juga dengar dan banyak guru yang
patut kau muliakan.” 176 Dituturkan
oleh Lohgawe
ketika mengetahui
di depan
ada upacara
Maithuna. Alegori
‘Jelas’ informasi
16 “… Bahkan abu dari pemandangan tadi tak
patut kau singgung dengan jari kakimu. …” 176
Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok untuk tidak berpendapat mengenai
Maithuna upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan.
Hiperbola Klaim
17 “… Garuda Untuk kau hanya korban
terbaik, hidup terbaik, dan kalaupun punah, punah yang terbaik pula.” 176
Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok untuk tidak berpendapat mengenai
Maithuna upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan.
Epizeukis puji
18 “Punah adalah tugas satria, dengan
peninggalan terbaik adalah sebaik-baik punah.” 176
Dituturkan oleh Lohgawe ketika mereka membahas tentang Maithuna.
Epanalepsis Deklarasi
19 “Kesalahan tindakan tak pernah terampuni,
kecuali hanya oleh Hyang Mahadewa. Untuk itu ada Hyang Mahadewa, karena manusia
tidak bersifat pengampun.” 178 Dituturkan oleh Lohgawe saat Arok
menanyakan penyembah Budha dari Nikayo Mahayana.
Apostrof Dogma
20 “Makin jauh dari Mahadewa dia semakin
kejam. …” 179 Dituturkan oleh Lohgawe kepada Arok
ketika ia bertanya apakah manusia kejam sudah pada dasarnya.
Apostrof Dogma
21 “Ya, Bapa, oleh Tunggul Ametung dan Sri
Baginda, ditumpas segala yang cenderung pada kemegahan Hyang Mahadewa Syiwa.”
179 Dituturkan oleh Arok saat Lohgawe
memintanya mengatakan sesuatu tentang manusia.
Apostrof Keluh
22 Dalam rembang cahaya bulan menerobosi
dedaunan mereka melihat sesosok tubuh sedang duduk seorang diri di bawah
sebatang pohon raksasa. 180 Lohgawe
dan Arok
meneruskan perjalanan ke Gunung Kawi.
Personifikasi ‘Jelas’
informasi
23 Mereka berjalan berjingkat, cepat, seperti
kucing, tanpa membangkitkan bunyi. 180 Dalam perjalanan mereka melihat sosok
tubuh duduk seorang diri di bawah sebatang pohon raksasa.
Simile ‘Jelas’
informasi 24
“Dua ratus tahun, mereka sudah meruyaki dunia seperti kudis. …” 180
Dituturkan oleh Lohgawe. Ia mulai melanjutkan ketidaksukaannya pada Sri
Erlangga. Simile
Cemooh
25 Ia teliti daerah seluas mata memandang.
180 Arok belum pernah melewati daerah yang
dilalui dengan mahagurunya. Hiperbola
‘Jelas’ informasi
26 Mereka melangkah maju beriringan, hati-
hati seperti takut menerbitkan bunyi. 181 Setibanya perjalanan mereka berhenti di
sebuah candi. Simile
‘Jelas’ informasi
27 Mereka berjalan menuju torana, melewati
patung-patung penjaga
dengan wajah
bergerak-gerak terkena goyangan api obor- obor
damar, seperti
hidup dan
memperhatikan kedatangan mereka. 181 Setibanya perjalanan mereka berhenti di
sebuah candi. Simile
‘Jelas’ informasi
28 Kalamakara di atasnya muncul dari batu,
seperti hendak mengucapkan selamat datang dan menyelirkan lidah pengasihnya. 181
Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi.
Simile ‘Jelas’
informasi 29
Di sebelah utara mereka berhenti dan mengangkat sembah kepada Hyang Durga
yang bersemayam pada sebuah relung samar,
hanya nampak
jelas puncak
hidungnya yang menari-nari dengan sinar api. 181
Lohgawe memberi sembah kepada patung Hyang Batari Durga.
Klimaks Seremoni
30 “… Berilah anak ini kecerdasan yang
mencukupi, ya, Hyang Ganesya.” 182 Dituturkan Lohgawe setibanya di depan
patung Hyang Ganesha. Apostrof
Pinta 31
Sinar obor bermain-main pada perutnya yang buncit dan jenggitnya yang terasa
kurang panjang. 182 Lohgawe sedang memberi sembah kepada
Hyang Bathara Guru. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
32 Pintu pun terbuka dan sinar damar
membungah menyambut mereka. 182 Setibanya perjalanan mereka berhenti di
sebuah candi. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
33 “Dirgahayu, dirgahayu, dirgahayu, ya
Mahaguru.” 182 Dituturkan oleh berpuluh-puluh orang
para brahmana
yang menyambut
kedatangan Lohgawe. Epizeukis
Harap
34 Semua keluar untuk melakukan hajad
masing-masing, kemudian
menyongsong Hyang Surya. 183
Semua peserta pertemuan tinggi brahmana telah
selesai melakukan
upacara pembukaan sidang kaum brahmana.
Epitet ‘Jelas’
informasi 35
Di mana pun mereka bertemu selalu Arok membayangkan
tingkah kaum
Asidenton ‘Jelas’
perasaan tak puas terhadap raja-raja keturunan
Erlangga juga
yang diperbincangkan: Jayantaka, Jayawarsa,
Sekartaji, Kamesywara-I, Kamesywara-I I, Jayabaya, Jayasaba, Kretajaya. 184
brahmana ketika bertemu. informasi
36 “Kami di Bali semua mengerti, mengapa
pada akhirnya Putri Dewi Mahendradatta berpaling pada Hyang Durga. Artinya
setelah suaminya, Sri Udayana mangkat. Mahadewa Syiwa kehilangan cakrawatinya
di Bali. Sampai sekarang pun pemelihara pura Kutri, selalu seorang brahmana Syiwa,
tidak disukai oleh masyarakat Wisynu. Sejauh mengenai diri pribadi, itu tidak
mengapa, karena semua itu berpangkal pada
masa jauh silam ….” 185 Dituturkan oleh Kuntridenta yang mulai
menyinggung Erlangga lagi dalam sidang tahunan kaum Brahmana.
Apostrof Dogma
37 Suaranya lambat tapi tinggi seperti bunyi
genta kuningan. 185 Kutridenta mulai menyinggung Erlangga
lagi dengan
menggunakan bahasa
Sansekerta. Simile
Rangsang
38 “Makin lama makin banyak rontal menyesap
ajaran lain dan mendirikan dewa-dewa baru dari kaum Buddha, seakan titiah ini sengaja
hendak dicairkan jadi bubur, campur aduk
tidak menentu.” 186 Dituturkan
seorang brahmana
dari mataram,
Resi Andaru,
menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang
Mahadewa. Simile
Protes
39 “… Mereka kehilangan makna dan
tanggungjawab pada sesama manusia dan para dewa, memuja kebebasan mutlak dan
pelepasan kama dengan rumus falsafi, Dituturkan
seorang Brahmana
dari mataram,
Resi Andaru,
menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang
Mahadewa. Apostrof
klaim
kemudian memadukan diri sendiri pada para dewa dan berseakan sang dewa itu sendiri.”
187 40
Penutup dan
semua laporan
adalah pembacaan tulisan Mpu Parwa terbaru,
dalam Jawa, yang berkisah tentang para petani yang dalam rombongan besar
bersenjata penggada kayu telah menyerang kahyangan
untuk mengusir
Hyang Mahadewa Syiwa. Mereka itu dipimpin oleh
seorang pemuda yang tidak ketahuan asalnya, bersenjata cakra, tak henti-hentinya
meniup sangkakala dan dapat berjalan tanpa
menginjakkan kaki pada bumi. … 187-189 Acara sidang seluruh brahmana telah usai
dan ditutup dengan tulisan Empu Parwa yang berkisah tentang para petani yang
menyerang kahyangan. Alegori
‘Jelas’ informasi
41 “Sepenuhnya tepat, benar, tiada cacat,”
188 Dituturkan oleh Lohgawe ketika acara
terakhir pertemuan
seluruh kaum
brahmana ditutup oleh pembacaan tulisan Empu Parwa terbaru yang mengisahkan
tentang para petani yang menyerang kahyangan.
Tautologi Klaim
42 “Pada tahun Saka 909 itu,” ia meneruskan,
“sedang diadakan pesta perkawinan antara dua putri Sri Dharmawangsa dengan
Pangeran Erlangga,
putra Udayana
Dharmadayana. Pangeran Erlangga waktu itu masih seorang bocah berumur tujuhbelas,
belum cukup ilmu, kurang pengetahuan, baik dan
guru maupun
ibunya, Putri
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari
kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori
‘Jelas’ informasi
Mahendradatta. Sri
Dharmawangsa berusaha
melaksanakan amanat
ayahandanya, Sri Makutawangsa, untuk mendirikan
Hyang Syiwa
di Bali.
Kenyataannya jadi berlainan. Erlangga bukan saja tidak menjadi penyembah Hyang
Syiwa, dia malah menyebarkan kejahilan Bali, memberanikan petani-petani itu untuk
memuliakan Hyang Wisynu saja, dewa mereka, dewa dan kaum tani yang takkan
pernah mendatangkan kebesaran itu.” 189 43
“Raja-raja kita selanjutnya, Rakai Warak, Rakai Garung, meneruskan pembangunan
candi-candi Buddha untuk dengan demikian mengarahkan seluruh rakyat Mataram, agar
binasa di bawah kaki Sang Buddha, dan lebih menyedihkan: untuk dilupakan oleh
Hyang
Mahadewa. Patung
dewa-dewa Buddha apa saja yang tidak dibikin oleh
pemahat terbaik Mataram? Suatu jaman memalukan yang seakan tiada kan habis-
habisnya. Kita baru bisa bernafas lega setelah Rakai Pikatan mengakhiri semua
hinaan ini. Raja besar dan bijaksana ini mengembalikan
kepercayaan diri
kita menutup jaman sengsara itu hampir-hampir
tanpa meneteskan darah, mengawini anak raja Sailendra Samaratungga itu, bernama
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari
kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori
‘Jelas’ informasi
Pramudawardhani, dan
menghalau pengganti mertuanya, Sri Balaputradewa,
keluar Jawa.”190 44
“Pengembalian cakrawati Hyang Syiwa dengan
terbangunnya Prambanan
nampaknya tidak cukup meyakinkan untuk menyuramkan kebesaran Sang Buddha.”
190 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe
saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Keluh
45 “Nah, Yang Terhormat Mpu Parwa, inilah
titik kekurangan dalam Kundalaya: ancaman menetap dan Buddha dan kepemurahan Sang
Hyang Mahadewa Syiwa.
…” 191 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe
saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Deklarasi
46 “... Adalah sudah tepat bila berasal dan
segenggam tanah ladang petani-petani itu sendiri dan ditiupkan hidup di dalamnya oleh
Hyang
Mahadewa. Humalang
adalah Bathara Wisynu dalam tata cakrawarti
Syiwa, bukan terpisah daripadanya seperti anggapan dan pandangan kaum Wisynu dan
wangsa Isana ini.” “Ketahuilah, para Yang Terhormat, bahwa adalah jadi dharma kita
untuk menemukan Bathara Wisynu yang ditiupkan oleh Mahadewa itu dalam hidup
kita sekarang. Demi Hyang Mahadewa, Humalang itu akan muncul. Benarlah
ramalan Yang Terhormat Mpu Parwa. Kita harus tutup jaman kehinaan ini dengan
Kundalaya.” 191 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe
saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Dogma
47 “Hariwangsa, karya Mpu Panuluh, karya
raksasa dengan
16.ooo sanjak
itu, seluruhnya mengagungkan Wisynu yang
menitis dalam din Kresna. Dan bukankah Kresna dengan kebijaksanaannya itu tidak
lin daripada Sri Baginda Jayabaya sendiri? Untuk memasyhurkan namanya sebagai
Hyang Wisynu pada dunia, diperintahkannya melakonkan pada wayang permainan leluhur
para petani yang menolak para dewa kita itu. Untuk mengagungkan kemenangannya atas
Jambi
dan Selat
Semenanjung diperintahkannya Mpu Sedah menjawabkan
bagian perang dan Mahabharata, dan Dutaparwa
sampai Sauptikaparwa.
Barangkali karena semangat perangnya juga kepala Mpu Sedah dijatuhkannya dan
lehe rnya sebelum karyanya selesai ....“ 193
Dituturkan oleh brahmani Taripada dari Kalingga dalam uraiannya selama sehari
penuh menyoroti buku suci penganut Mahayana.
Apostrof Dogma
48 “Terkutuk dia oleh semua dewa” 196
Dituturkan oleh Empu Parwa karena tidak bisa mengendalikan amarahnya setelah
mengetahui anaknya Dedes diculik oleh Tunggul Ametung.
Apostrof Harap
49 “Prabu Salya bersiap-siap akan berangkat
ke medan-perang,
menjadi senapati
Kaurawa. Ia temui Paramesywari Dewi Setyawati, yang masyhur akan kecantikannya
.... seorang anak perempuan dan Resi Bagaspati, bernama Pujawati.” 197
Dituturkan oleh Arok saat diminta oleh gurunya
mengucapkan Salyaparwa
dengan bahasa Sansekerta. Alegori
Jelas
50 “Siapakah yang tidak mengenal riwayat
Putri Mahkota Dewi Sanggramawijaya, putri Sri Erlangga? …” 199
Dituturkan oleh Arok di hadapan seluruh kaum brahmana yang berbicara tentang
Salyaparwa dan hubungannya dengan Mpu Sedah.
Alusi Klaim
51 “Kekasih Hyang Wisynu: seorang sudra,
petani yang baik; kekasih Hyang Mahadewa: ahli dalam persoalan para dewa; kekasih
Hyang Kamajaya: seorang perjaka, muda, duapuluh tiga tahun, ganteng rupawan,
berbudi bahasa, penakluk hati wanita.
…”202 Arok berkisah tentang Kamesywara II di
hadapan seluruh brahmana. Alegori
Jelas
52 “… Siapakah yang bisa salahkan apabila
ada seorang gadis, anak seorang brahmana, yang tinggal di desa tetangga jatuh cinta
padanya? Siapakah yang bisa salahkan, .kalau sebaliknya pemuda kekasih para dewa
itu jatuh cinta pada Prabarini? Siapakah yang dapat salahkan, bila Sedah dan
Prabarini saling mengikat janji sehidup- semati, di alam kini maupun nanti?
” 202 Arok berkisah tentang Kamesywara II di
hadapan seluruh brahmana. Erotesis
Jelas
53 Bergumul dalam lumpur dan tanah tanpa
pujaan hati seakan ia telah ditinggalkan oleh para dewa. 203
Arok berkisah tentang Kamesywara II di hadapan seluruh brahmana.
Simile Jelas
54 Dengan bertompah tapas, bertongkat kayu
penolak ular,
berjubah pendek,
dan berdestar serba hitam, laksana Bathara
Kamajaya, ia berangkat ke Kediri. 204 Arok berkisah tentang Kamesywara II di
hadapan seluruh brahmana. Simile
Jelas
55 “Siapa gurumu, maka berani persembahkan Arok berkisah tentang Kamesywara II di
Apostrof Klaim
lehermu?” “Hyang Ganesha sendiri.” 204
hadapan seluruh brahmana. 56
“… Lihatlah, berapa banyak di antara kita sendiri yang sudah menyeberang pada
kedudukan, wanita dan harta, seakan hendak
mengikuti Yang Suci Belakangka? …” 209 Dituturkan oleh Lohgawe karena sidang
menjadi kacau. Simile
Klaim
57 “Bicara, kau, garuda kaum brahmana,
dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang
Muncukunda ....“ 210 Dituturkan
oleh Lohgawe
untuk menyuruh
Arok melanjutkan
kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Epitet Puji
58 “Bicara, kau, garuda kaum brahmana,
dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang
Muncukunda ....“ 210 Dituturkan
oleh Lohgawe
untuk menyuruh
Arok melanjutkan
kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Apostrof Puji
59 “Suaramu lantang, Arok, seakan semua
dewa Khayangan memimpinmu.” 211 Dituturkan oleh Kutridenta kepada Arok
menanyakan siapa guru sansekertanya. Simile
Puji 60
“Barangsiapa tidak tahu kekuatan dirinya, dia tidak tahu kelemahan dirinya. …” 212
Dituturkan oleh Arok setelah Lohgawe memberi perintah untuk meneruskan
pendapatnya tentang kaum brahmana. Oksimoron
Klaim
61 “…, pada waktu kaum brahmana dalam
duaratus tahun hanya bersilat lidah?” 213 Dituturkan oleh Lohgawe yang kaget
melihat dharma yang dilakukan lalu membandingkan dengan kaum brahmana.
Metafora Keluh
62 Mereka kemudian berbaris di malam hari
menuju ke candi Agastya yang bermandikan sinar obor damar, di bawah gema puji-
pujian yang dibubungkan ke kahyangan. 215
Menjelang penutupan acara, terucapkan janji peristiwa Dedes tidak akan terulang
lagi. Masuklah pada upacara penutupan. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
63 “Ya, Mahadewa Bathara Guru, kalau kami Dituturkan oleh Empu Parwa ketika
Apostrof Harap
duaratus tahun yang lalu dapat meletakkan mahkota di atas kepala Erlangga, tentulah
kami tidak lebih keliru bila memberikan kepercayaan pada brahmana muda ini
sebagai penutup dari ketiadadayaan dan kelalaian dan pertikaian antara kami sendiri
selama ini.” 215 memimpin upacara penutupan.
64 Mereka kemudian berbaris berpradaksina
mengelilingi candi, berhenti di depan Nandiswara dan Mahakala, seperti ular
hendak memasuki liang. 215 Salah satu prosesi penutupan acara temu
brahmana. Simile
Seremoni
65 “Penutup pertemuan kami, ya Mahadewa,
artikanlah itu sebagai awal selesainya kezaliman Wangsa Isana.” 215
Dituturkan oleh Empu Parwa ketika memimpin upacara penutupan.
Apostrof Harap
66 Nyanyi puji-pujian membumbung menghalau
burung-burung malam. 215 Salah satu prosesi penutupan acara temu
brahmana. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
67 Kemudian di sebelah barat tiang api
melompat dari perut bumi, menusuk langit, kemudian pecah seperti payung dan turun
lagi ke bumi. Mereka semua merasakan geletaran bumi, goncangan, perut bumi
sendiri terasa mengelak. 216 Ketika prosesi penutupan itu berlangsung,
gunung Kelud meletus. Simile
‘Jelas’ informasi
68 Kelud meletus. 216
Gunung Kelud meletus. Metonima
‘Jelas’ informasi
BAB V TUNGGUL AMETUNG