TEKAD KAUM BRAHMANA Daya bahasa dalam gaya bahasa pada novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.

196

BAB IV TEKAD KAUM BRAHMANA

No. Data Konteks Gaya Bahasa Daya Bahasa 1 “Dengan namamu yang baru, Arok, Sang Pembangun, kau adalah garuda harapan kaum brahmana.” 165 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama. Epitet Deklarasi 2 “Para dewa tidak tunjukkan padamu untuk jadi talapuan.” 165 Dituturkan Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama. Apostrof Klaim 3 “Kau akan kembalikan cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” 165 Dituturkan Dang Hyang Lohgawe Lohgawe saat upacara pemberian nama. Apostrof Optimis 4 Perhatiannya lebih tertarik pada kelilingnya- gunung-gemunung yang serasa tiada kan habis-habisnya, berlapis-lapis menyentuh langit. 166 Arok dan Dang Hyang Lohgawe melakukan perjalanan jauh. Simile ‘Jelas’ informasi 5 “... Mungkinkah ke Kawi?” 168 Dituturkan oleh Arok setelah ditanya oleh gurunya hendak pergi kemana mereka. Metonimia Tanya 6 “… Dibandingkan dengan karunia yang pernah diberikan Sri Erlangga, uh, itu bukan karunia, sama dengan tulang dilemparkan pada anjing kelaparan. …” 168 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe ketika mereka melakukan perjalanan ke Kawi. Lohgawe menyampaikan untuk kesekian kalinya ketidaksukaannya pada Sri Erlangga. Sarkasme Cemooh 7 Jalan itu turun-naik, gelap oleh payungan pepohonan. 170 Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi. Zeugma ‘Jelas’ informasi 8 Naskah itu meriwayatkan kebesaran Buddha Mahayana, seluruhnya dalam Sansakerta Saat beristirahat di dalam gua, Arok menemukan naskah yang meriwayatkan Alegori ‘Jelas’ informasi tanpa ada sepatah kata Jawa pun. la terpesona oleh penggambaran tentang mahaguru Dharmakirti dan Suarnadwipa, yang menjadi jiwa kebesaran Sriwijaya, tentang Wajrabodhi yang menyebarkan Tantrayana di Sriwijaya dan Cina, tentang mahaguru Dharmapala dan Perguruan Tinggi Nalanda, murid dan mahaguru Dignaga dan Perguruan Tinggi Kansyi, tentang Nagarjuna, tentang Aryadewa, tentang Dipangkara, yang setelah belajar di Sriwijaya kembali ke Tibet dan melakukan pembaharuan kepercayaan Buddha di negerinya. 170-173 kebesaran Buddha Mahayana. 9 Langit dan bulan tidak nampak oleh mereka. Hanya pokok, cabang, ranting dan dedaunan seperti tembok memagari sinar obor damar itu. 173 Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi. Simile ‘Jelas’ informasi 10 Seperti monyet ia berpindah-pindah dari pokok ke pokok lain yang lebih besar dan lebih tinggi. Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi. Simile ‘Jelas’ informasi 11 Dilihatnya langit di atas dengan bulan penuh tersenyum pada dunia. 174 Saat Arok berada di atas pohon untuk mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan. Simile Rangsang 12 Kini ia mulai dapat menangkap, samar, seperti desir angin lalu: mantra. 174 Saat Arok berada di atas pohon untuk mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan. Simile Rangsang 13 “Husy. Tak aku benarkan kau ulangi Dituturkan oleh Lohgawe yang melarang Tautologi Protes pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Tidak benar. Menyesatkan.” 175 Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan. 14 “… Ampuni kami, ya, Mahadewa, keagungan Prambanan tidak mampu menolak pengaruh sesat itu. …” 176 Dituturkan oleh Lohgawe ketika mengetahui di depan ada upacara Maithuna. Apostrof Sesal 15 “… Kalasan telah memberikan pengayoman pada mereka. Mataram dipindahkan dan pengaruh itu lebih ke timur oleh Sri Baginda Dyah Balitung, kemudian ke timur lagi oleh Mpu Sindok. Waktu itu di timur sini masih bersih, belum ada pengaruh seperti itu. Hyang Agastya tetap dimuliakan. Sri Teguh Dharmawangsa malah telah mengirimkan armada untuk menumpas induk gerakan itu Sriwijaya. Selanjutnya kau tahu sendiri: kalah. Mendang kalah, ganti kena serbu, Sri Dharmawangsa sendiri gugur. Nanti kau akan juga dengar dan banyak guru yang patut kau muliakan.” 176 Dituturkan oleh Lohgawe ketika mengetahui di depan ada upacara Maithuna. Alegori ‘Jelas’ informasi 16 “… Bahkan abu dari pemandangan tadi tak patut kau singgung dengan jari kakimu. …” 176 Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan. Hiperbola Klaim 17 “… Garuda Untuk kau hanya korban terbaik, hidup terbaik, dan kalaupun punah, punah yang terbaik pula.” 176 Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan. Epizeukis puji 18 “Punah adalah tugas satria, dengan peninggalan terbaik adalah sebaik-baik punah.” 176 Dituturkan oleh Lohgawe ketika mereka membahas tentang Maithuna. Epanalepsis Deklarasi 19 “Kesalahan tindakan tak pernah terampuni, kecuali hanya oleh Hyang Mahadewa. Untuk itu ada Hyang Mahadewa, karena manusia tidak bersifat pengampun.” 178 Dituturkan oleh Lohgawe saat Arok menanyakan penyembah Budha dari Nikayo Mahayana. Apostrof Dogma 20 “Makin jauh dari Mahadewa dia semakin kejam. …” 179 Dituturkan oleh Lohgawe kepada Arok ketika ia bertanya apakah manusia kejam sudah pada dasarnya. Apostrof Dogma 21 “Ya, Bapa, oleh Tunggul Ametung dan Sri Baginda, ditumpas segala yang cenderung pada kemegahan Hyang Mahadewa Syiwa.” 179 Dituturkan oleh Arok saat Lohgawe memintanya mengatakan sesuatu tentang manusia. Apostrof Keluh 22 Dalam rembang cahaya bulan menerobosi dedaunan mereka melihat sesosok tubuh sedang duduk seorang diri di bawah sebatang pohon raksasa. 180 Lohgawe dan Arok meneruskan perjalanan ke Gunung Kawi. Personifikasi ‘Jelas’ informasi 23 Mereka berjalan berjingkat, cepat, seperti kucing, tanpa membangkitkan bunyi. 180 Dalam perjalanan mereka melihat sosok tubuh duduk seorang diri di bawah sebatang pohon raksasa. Simile ‘Jelas’ informasi 24 “Dua ratus tahun, mereka sudah meruyaki dunia seperti kudis. …” 180 Dituturkan oleh Lohgawe. Ia mulai melanjutkan ketidaksukaannya pada Sri Erlangga. Simile Cemooh 25 Ia teliti daerah seluas mata memandang. 180 Arok belum pernah melewati daerah yang dilalui dengan mahagurunya. Hiperbola ‘Jelas’ informasi 26 Mereka melangkah maju beriringan, hati- hati seperti takut menerbitkan bunyi. 181 Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi. Simile ‘Jelas’ informasi 27 Mereka berjalan menuju torana, melewati patung-patung penjaga dengan wajah bergerak-gerak terkena goyangan api obor- obor damar, seperti hidup dan memperhatikan kedatangan mereka. 181 Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi. Simile ‘Jelas’ informasi 28 Kalamakara di atasnya muncul dari batu, seperti hendak mengucapkan selamat datang dan menyelirkan lidah pengasihnya. 181 Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi. Simile ‘Jelas’ informasi 29 Di sebelah utara mereka berhenti dan mengangkat sembah kepada Hyang Durga yang bersemayam pada sebuah relung samar, hanya nampak jelas puncak hidungnya yang menari-nari dengan sinar api. 181 Lohgawe memberi sembah kepada patung Hyang Batari Durga. Klimaks Seremoni 30 “… Berilah anak ini kecerdasan yang mencukupi, ya, Hyang Ganesya.” 182 Dituturkan Lohgawe setibanya di depan patung Hyang Ganesha. Apostrof Pinta 31 Sinar obor bermain-main pada perutnya yang buncit dan jenggitnya yang terasa kurang panjang. 182 Lohgawe sedang memberi sembah kepada Hyang Bathara Guru. Personifikasi ‘Jelas’ informasi 32 Pintu pun terbuka dan sinar damar membungah menyambut mereka. 182 Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi. Personifikasi ‘Jelas’ informasi 33 “Dirgahayu, dirgahayu, dirgahayu, ya Mahaguru.” 182 Dituturkan oleh berpuluh-puluh orang para brahmana yang menyambut kedatangan Lohgawe. Epizeukis Harap 34 Semua keluar untuk melakukan hajad masing-masing, kemudian menyongsong Hyang Surya. 183 Semua peserta pertemuan tinggi brahmana telah selesai melakukan upacara pembukaan sidang kaum brahmana. Epitet ‘Jelas’ informasi 35 Di mana pun mereka bertemu selalu Arok membayangkan tingkah kaum Asidenton ‘Jelas’ perasaan tak puas terhadap raja-raja keturunan Erlangga juga yang diperbincangkan: Jayantaka, Jayawarsa, Sekartaji, Kamesywara-I, Kamesywara-I I, Jayabaya, Jayasaba, Kretajaya. 184 brahmana ketika bertemu. informasi 36 “Kami di Bali semua mengerti, mengapa pada akhirnya Putri Dewi Mahendradatta berpaling pada Hyang Durga. Artinya setelah suaminya, Sri Udayana mangkat. Mahadewa Syiwa kehilangan cakrawatinya di Bali. Sampai sekarang pun pemelihara pura Kutri, selalu seorang brahmana Syiwa, tidak disukai oleh masyarakat Wisynu. Sejauh mengenai diri pribadi, itu tidak mengapa, karena semua itu berpangkal pada masa jauh silam ….” 185 Dituturkan oleh Kuntridenta yang mulai menyinggung Erlangga lagi dalam sidang tahunan kaum Brahmana. Apostrof Dogma 37 Suaranya lambat tapi tinggi seperti bunyi genta kuningan. 185 Kutridenta mulai menyinggung Erlangga lagi dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Simile Rangsang 38 “Makin lama makin banyak rontal menyesap ajaran lain dan mendirikan dewa-dewa baru dari kaum Buddha, seakan titiah ini sengaja hendak dicairkan jadi bubur, campur aduk tidak menentu.” 186 Dituturkan seorang brahmana dari mataram, Resi Andaru, menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang Mahadewa. Simile Protes 39 “… Mereka kehilangan makna dan tanggungjawab pada sesama manusia dan para dewa, memuja kebebasan mutlak dan pelepasan kama dengan rumus falsafi, Dituturkan seorang Brahmana dari mataram, Resi Andaru, menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang Mahadewa. Apostrof klaim kemudian memadukan diri sendiri pada para dewa dan berseakan sang dewa itu sendiri.” 187 40 Penutup dan semua laporan adalah pembacaan tulisan Mpu Parwa terbaru, dalam Jawa, yang berkisah tentang para petani yang dalam rombongan besar bersenjata penggada kayu telah menyerang kahyangan untuk mengusir Hyang Mahadewa Syiwa. Mereka itu dipimpin oleh seorang pemuda yang tidak ketahuan asalnya, bersenjata cakra, tak henti-hentinya meniup sangkakala dan dapat berjalan tanpa menginjakkan kaki pada bumi. … 187-189 Acara sidang seluruh brahmana telah usai dan ditutup dengan tulisan Empu Parwa yang berkisah tentang para petani yang menyerang kahyangan. Alegori ‘Jelas’ informasi 41 “Sepenuhnya tepat, benar, tiada cacat,” 188 Dituturkan oleh Lohgawe ketika acara terakhir pertemuan seluruh kaum brahmana ditutup oleh pembacaan tulisan Empu Parwa terbaru yang mengisahkan tentang para petani yang menyerang kahyangan. Tautologi Klaim 42 “Pada tahun Saka 909 itu,” ia meneruskan, “sedang diadakan pesta perkawinan antara dua putri Sri Dharmawangsa dengan Pangeran Erlangga, putra Udayana Dharmadayana. Pangeran Erlangga waktu itu masih seorang bocah berumur tujuhbelas, belum cukup ilmu, kurang pengetahuan, baik dan guru maupun ibunya, Putri Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori ‘Jelas’ informasi Mahendradatta. Sri Dharmawangsa berusaha melaksanakan amanat ayahandanya, Sri Makutawangsa, untuk mendirikan Hyang Syiwa di Bali. Kenyataannya jadi berlainan. Erlangga bukan saja tidak menjadi penyembah Hyang Syiwa, dia malah menyebarkan kejahilan Bali, memberanikan petani-petani itu untuk memuliakan Hyang Wisynu saja, dewa mereka, dewa dan kaum tani yang takkan pernah mendatangkan kebesaran itu.” 189 43 “Raja-raja kita selanjutnya, Rakai Warak, Rakai Garung, meneruskan pembangunan candi-candi Buddha untuk dengan demikian mengarahkan seluruh rakyat Mataram, agar binasa di bawah kaki Sang Buddha, dan lebih menyedihkan: untuk dilupakan oleh Hyang Mahadewa. Patung dewa-dewa Buddha apa saja yang tidak dibikin oleh pemahat terbaik Mataram? Suatu jaman memalukan yang seakan tiada kan habis- habisnya. Kita baru bisa bernafas lega setelah Rakai Pikatan mengakhiri semua hinaan ini. Raja besar dan bijaksana ini mengembalikan kepercayaan diri kita menutup jaman sengsara itu hampir-hampir tanpa meneteskan darah, mengawini anak raja Sailendra Samaratungga itu, bernama Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori ‘Jelas’ informasi Pramudawardhani, dan menghalau pengganti mertuanya, Sri Balaputradewa, keluar Jawa.”190 44 “Pengembalian cakrawati Hyang Syiwa dengan terbangunnya Prambanan nampaknya tidak cukup meyakinkan untuk menyuramkan kebesaran Sang Buddha.” 190 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa. Apostrof Keluh 45 “Nah, Yang Terhormat Mpu Parwa, inilah titik kekurangan dalam Kundalaya: ancaman menetap dan Buddha dan kepemurahan Sang Hyang Mahadewa Syiwa. …” 191 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa. Apostrof Deklarasi 46 “... Adalah sudah tepat bila berasal dan segenggam tanah ladang petani-petani itu sendiri dan ditiupkan hidup di dalamnya oleh Hyang Mahadewa. Humalang adalah Bathara Wisynu dalam tata cakrawarti Syiwa, bukan terpisah daripadanya seperti anggapan dan pandangan kaum Wisynu dan wangsa Isana ini.” “Ketahuilah, para Yang Terhormat, bahwa adalah jadi dharma kita untuk menemukan Bathara Wisynu yang ditiupkan oleh Mahadewa itu dalam hidup kita sekarang. Demi Hyang Mahadewa, Humalang itu akan muncul. Benarlah ramalan Yang Terhormat Mpu Parwa. Kita harus tutup jaman kehinaan ini dengan Kundalaya.” 191 Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa. Apostrof Dogma 47 “Hariwangsa, karya Mpu Panuluh, karya raksasa dengan 16.ooo sanjak itu, seluruhnya mengagungkan Wisynu yang menitis dalam din Kresna. Dan bukankah Kresna dengan kebijaksanaannya itu tidak lin daripada Sri Baginda Jayabaya sendiri? Untuk memasyhurkan namanya sebagai Hyang Wisynu pada dunia, diperintahkannya melakonkan pada wayang permainan leluhur para petani yang menolak para dewa kita itu. Untuk mengagungkan kemenangannya atas Jambi dan Selat Semenanjung diperintahkannya Mpu Sedah menjawabkan bagian perang dan Mahabharata, dan Dutaparwa sampai Sauptikaparwa. Barangkali karena semangat perangnya juga kepala Mpu Sedah dijatuhkannya dan lehe rnya sebelum karyanya selesai ....“ 193 Dituturkan oleh brahmani Taripada dari Kalingga dalam uraiannya selama sehari penuh menyoroti buku suci penganut Mahayana. Apostrof Dogma 48 “Terkutuk dia oleh semua dewa” 196 Dituturkan oleh Empu Parwa karena tidak bisa mengendalikan amarahnya setelah mengetahui anaknya Dedes diculik oleh Tunggul Ametung. Apostrof Harap 49 “Prabu Salya bersiap-siap akan berangkat ke medan-perang, menjadi senapati Kaurawa. Ia temui Paramesywari Dewi Setyawati, yang masyhur akan kecantikannya .... seorang anak perempuan dan Resi Bagaspati, bernama Pujawati.” 197 Dituturkan oleh Arok saat diminta oleh gurunya mengucapkan Salyaparwa dengan bahasa Sansekerta. Alegori Jelas 50 “Siapakah yang tidak mengenal riwayat Putri Mahkota Dewi Sanggramawijaya, putri Sri Erlangga? …” 199 Dituturkan oleh Arok di hadapan seluruh kaum brahmana yang berbicara tentang Salyaparwa dan hubungannya dengan Mpu Sedah. Alusi Klaim 51 “Kekasih Hyang Wisynu: seorang sudra, petani yang baik; kekasih Hyang Mahadewa: ahli dalam persoalan para dewa; kekasih Hyang Kamajaya: seorang perjaka, muda, duapuluh tiga tahun, ganteng rupawan, berbudi bahasa, penakluk hati wanita. …”202 Arok berkisah tentang Kamesywara II di hadapan seluruh brahmana. Alegori Jelas 52 “… Siapakah yang bisa salahkan apabila ada seorang gadis, anak seorang brahmana, yang tinggal di desa tetangga jatuh cinta padanya? Siapakah yang bisa salahkan, .kalau sebaliknya pemuda kekasih para dewa itu jatuh cinta pada Prabarini? Siapakah yang dapat salahkan, bila Sedah dan Prabarini saling mengikat janji sehidup- semati, di alam kini maupun nanti? ” 202 Arok berkisah tentang Kamesywara II di hadapan seluruh brahmana. Erotesis Jelas 53 Bergumul dalam lumpur dan tanah tanpa pujaan hati seakan ia telah ditinggalkan oleh para dewa. 203 Arok berkisah tentang Kamesywara II di hadapan seluruh brahmana. Simile Jelas 54 Dengan bertompah tapas, bertongkat kayu penolak ular, berjubah pendek, dan berdestar serba hitam, laksana Bathara Kamajaya, ia berangkat ke Kediri. 204 Arok berkisah tentang Kamesywara II di hadapan seluruh brahmana. Simile Jelas 55 “Siapa gurumu, maka berani persembahkan Arok berkisah tentang Kamesywara II di Apostrof Klaim lehermu?” “Hyang Ganesha sendiri.” 204 hadapan seluruh brahmana. 56 “… Lihatlah, berapa banyak di antara kita sendiri yang sudah menyeberang pada kedudukan, wanita dan harta, seakan hendak mengikuti Yang Suci Belakangka? …” 209 Dituturkan oleh Lohgawe karena sidang menjadi kacau. Simile Klaim 57 “Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ 210 Dituturkan oleh Lohgawe untuk menyuruh Arok melanjutkan kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta. Epitet Puji 58 “Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ 210 Dituturkan oleh Lohgawe untuk menyuruh Arok melanjutkan kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta. Apostrof Puji 59 “Suaramu lantang, Arok, seakan semua dewa Khayangan memimpinmu.” 211 Dituturkan oleh Kutridenta kepada Arok menanyakan siapa guru sansekertanya. Simile Puji 60 “Barangsiapa tidak tahu kekuatan dirinya, dia tidak tahu kelemahan dirinya. …” 212 Dituturkan oleh Arok setelah Lohgawe memberi perintah untuk meneruskan pendapatnya tentang kaum brahmana. Oksimoron Klaim 61 “…, pada waktu kaum brahmana dalam duaratus tahun hanya bersilat lidah?” 213 Dituturkan oleh Lohgawe yang kaget melihat dharma yang dilakukan lalu membandingkan dengan kaum brahmana. Metafora Keluh 62 Mereka kemudian berbaris di malam hari menuju ke candi Agastya yang bermandikan sinar obor damar, di bawah gema puji- pujian yang dibubungkan ke kahyangan. 215 Menjelang penutupan acara, terucapkan janji peristiwa Dedes tidak akan terulang lagi. Masuklah pada upacara penutupan. Personifikasi ‘Jelas’ informasi 63 “Ya, Mahadewa Bathara Guru, kalau kami Dituturkan oleh Empu Parwa ketika Apostrof Harap duaratus tahun yang lalu dapat meletakkan mahkota di atas kepala Erlangga, tentulah kami tidak lebih keliru bila memberikan kepercayaan pada brahmana muda ini sebagai penutup dari ketiadadayaan dan kelalaian dan pertikaian antara kami sendiri selama ini.” 215 memimpin upacara penutupan. 64 Mereka kemudian berbaris berpradaksina mengelilingi candi, berhenti di depan Nandiswara dan Mahakala, seperti ular hendak memasuki liang. 215 Salah satu prosesi penutupan acara temu brahmana. Simile Seremoni 65 “Penutup pertemuan kami, ya Mahadewa, artikanlah itu sebagai awal selesainya kezaliman Wangsa Isana.” 215 Dituturkan oleh Empu Parwa ketika memimpin upacara penutupan. Apostrof Harap 66 Nyanyi puji-pujian membumbung menghalau burung-burung malam. 215 Salah satu prosesi penutupan acara temu brahmana. Personifikasi ‘Jelas’ informasi 67 Kemudian di sebelah barat tiang api melompat dari perut bumi, menusuk langit, kemudian pecah seperti payung dan turun lagi ke bumi. Mereka semua merasakan geletaran bumi, goncangan, perut bumi sendiri terasa mengelak. 216 Ketika prosesi penutupan itu berlangsung, gunung Kelud meletus. Simile ‘Jelas’ informasi 68 Kelud meletus. 216 Gunung Kelud meletus. Metonima ‘Jelas’ informasi

BAB V TUNGGUL AMETUNG