196
BAB IV TEKAD KAUM BRAHMANA
No. Data
Konteks Gaya Bahasa
Daya Bahasa
1 “Dengan  namamu  yang  baru,  Arok,  Sang
Pembangun,  kau  adalah  garuda  harapan kaum brahmana.” 165
Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe saat upacara pemberian nama.
Epitet Deklarasi
2 “Para  dewa  tidak  tunjukkan  padamu  untuk
jadi talapuan.” 165 Dituturkan  Dang  Hyang  Lohgawe  saat
upacara pemberian nama. Apostrof
Klaim 3
“Kau  akan  kembalikan  cakrawati  Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” 165
Dituturkan Dang
Hyang Lohgawe
Lohgawe saat upacara pemberian nama. Apostrof
Optimis 4
Perhatiannya lebih tertarik pada kelilingnya- gunung-gemunung  yang  serasa  tiada  kan
habis-habisnya,  berlapis-lapis  menyentuh langit. 166
Arok dan
Dang Hyang
Lohgawe melakukan perjalanan jauh.
Simile ‘Jelas’
informasi
5 “... Mungkinkah ke Kawi?” 168
Dituturkan oleh Arok setelah ditanya oleh gurunya hendak pergi kemana mereka.
Metonimia Tanya
6 “…  Dibandingkan  dengan  karunia  yang
pernah diberikan Sri Erlangga, uh, itu bukan karunia,  sama  dengan  tulang  dilemparkan
pada anjing kelaparan. …” 168 Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe
ketika  mereka  melakukan  perjalanan  ke Kawi.  Lohgawe  menyampaikan  untuk
kesekian  kalinya  ketidaksukaannya  pada Sri Erlangga.
Sarkasme Cemooh
7 Jalan  itu  turun-naik,  gelap  oleh  payungan
pepohonan. 170 Keadaan  dan  suasana  di  dalam  hutan
selama  perjalanan  menuju  ke  gunung Kawi.
Zeugma ‘Jelas’
informasi 8
Naskah  itu  meriwayatkan  kebesaran  Buddha Mahayana,  seluruhnya  dalam  Sansakerta
Saat  beristirahat  di  dalam  gua,  Arok menemukan  naskah  yang  meriwayatkan
Alegori ‘Jelas’
informasi
tanpa  ada  sepatah  kata  Jawa  pun.  la terpesona
oleh penggambaran
tentang mahaguru  Dharmakirti  dan  Suarnadwipa,
yang  menjadi  jiwa  kebesaran  Sriwijaya, tentang  Wajrabodhi  yang  menyebarkan
Tantrayana  di  Sriwijaya  dan  Cina,  tentang mahaguru  Dharmapala  dan  Perguruan
Tinggi  Nalanda,  murid  dan  mahaguru Dignaga  dan  Perguruan  Tinggi  Kansyi,
tentang  Nagarjuna,  tentang  Aryadewa, tentang  Dipangkara,  yang  setelah  belajar  di
Sriwijaya  kembali  ke  Tibet  dan  melakukan pembaharuan
kepercayaan Buddha
di negerinya. 170-173
kebesaran Buddha Mahayana.
9 Langit dan bulan tidak nampak oleh mereka.
Hanya pokok, cabang, ranting dan dedaunan seperti  tembok  memagari  sinar  obor  damar
itu. 173 Keadaan  dan  suasana  di  dalam  hutan
selama  perjalanan  menuju  ke  gunung Kawi.
Simile ‘Jelas’
informasi
10 Seperti  monyet  ia  berpindah-pindah  dari
pokok  ke  pokok  lain  yang  lebih  besar  dan lebih tinggi.
Keadaan  dan  suasana  di  dalam  hutan selama  perjalanan  menuju  ke  gunung
Kawi. Simile
‘Jelas’ informasi
11 Dilihatnya langit di atas dengan bulan penuh
tersenyum pada dunia. 174 Saat  Arok  berada  di  atas  pohon  untuk
mencari  tahu  apa  yang  terjadi  di  sekitar hutan.
Simile Rangsang
12 Kini  ia  mulai  dapat  menangkap,  samar,
seperti desir angin lalu: mantra. 174 Saat  Arok  berada  di  atas  pohon  untuk
mencari  tahu  apa  yang  terjadi  di  sekitar hutan.
Simile Rangsang
13 “Husy.  Tak  aku  benarkan  kau  ulangi  Dituturkan  oleh  Lohgawe  yang  melarang
Tautologi Protes
pendapat  busuk  seperti  itu.  Salah.  Keliru. Tidak benar. Menyesatkan.” 175
Arok  untuk  tidak  berpendapat  mengenai Maithuna  upacara  persetubuhan  untuk
memuja kesuburan.
14 “… Ampuni kami, ya, Mahadewa, keagungan
Prambanan  tidak  mampu  menolak  pengaruh sesat itu. …” 176
Dituturkan oleh
Lohgawe ketika
mengetahui di
depan ada
upacara Maithuna.
Apostrof Sesal
15 “…  Kalasan telah memberikan pengayoman
pada  mereka.  Mataram  dipindahkan  dan pengaruh itu lebih ke timur oleh Sri Baginda
Dyah  Balitung,  kemudian  ke  timur  lagi  oleh Mpu  Sindok.  Waktu  itu  di  timur  sini  masih
bersih,  belum  ada  pengaruh  seperti  itu. Hyang  Agastya  tetap  dimuliakan.  Sri  Teguh
Dharmawangsa  malah  telah  mengirimkan armada  untuk  menumpas  induk  gerakan  itu
Sriwijaya.  Selanjutnya  kau  tahu  sendiri: kalah.  Mendang kalah,  ganti kena serbu,  Sri
Dharmawangsa  sendiri  gugur.  Nanti  kau akan  juga  dengar  dan  banyak  guru  yang
patut kau muliakan.” 176 Dituturkan
oleh Lohgawe
ketika mengetahui
di depan
ada upacara
Maithuna. Alegori
‘Jelas’ informasi
16 “… Bahkan abu dari pemandangan tadi tak
patut kau singgung dengan jari kakimu. …” 176
Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok  untuk  tidak  berpendapat  mengenai
Maithuna  upacara  persetubuhan  untuk memuja kesuburan.
Hiperbola Klaim
17 “…  Garuda  Untuk  kau  hanya  korban
terbaik,  hidup  terbaik,  dan  kalaupun  punah, punah yang terbaik pula.” 176
Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok  untuk  tidak  berpendapat  mengenai
Maithuna  upacara  persetubuhan  untuk memuja kesuburan.
Epizeukis puji
18 “Punah  adalah  tugas  satria,  dengan
peninggalan  terbaik  adalah  sebaik-baik punah.” 176
Dituturkan  oleh  Lohgawe  ketika  mereka membahas tentang Maithuna.
Epanalepsis Deklarasi
19 “Kesalahan  tindakan  tak  pernah  terampuni,
kecuali hanya oleh Hyang Mahadewa. Untuk itu  ada  Hyang  Mahadewa,  karena  manusia
tidak bersifat pengampun.” 178 Dituturkan  oleh  Lohgawe  saat  Arok
menanyakan  penyembah  Budha  dari Nikayo Mahayana.
Apostrof Dogma
20 “Makin  jauh  dari  Mahadewa  dia  semakin
kejam. …” 179 Dituturkan  oleh  Lohgawe  kepada  Arok
ketika  ia  bertanya  apakah  manusia  kejam sudah pada dasarnya.
Apostrof Dogma
21 “Ya,  Bapa,  oleh  Tunggul  Ametung  dan  Sri
Baginda,  ditumpas  segala  yang  cenderung pada kemegahan Hyang Mahadewa Syiwa.”
179 Dituturkan  oleh  Arok  saat  Lohgawe
memintanya  mengatakan  sesuatu  tentang manusia.
Apostrof Keluh
22 Dalam  rembang  cahaya  bulan  menerobosi
dedaunan  mereka  melihat  sesosok  tubuh sedang  duduk  seorang  diri  di  bawah
sebatang pohon raksasa. 180 Lohgawe
dan Arok
meneruskan perjalanan ke Gunung Kawi.
Personifikasi ‘Jelas’
informasi
23 Mereka  berjalan  berjingkat,  cepat,  seperti
kucing, tanpa membangkitkan bunyi. 180 Dalam  perjalanan  mereka  melihat  sosok
tubuh  duduk  seorang  diri  di  bawah sebatang pohon raksasa.
Simile ‘Jelas’
informasi 24
“Dua  ratus  tahun,  mereka  sudah  meruyaki dunia seperti kudis. …” 180
Dituturkan  oleh  Lohgawe.  Ia  mulai melanjutkan  ketidaksukaannya  pada  Sri
Erlangga. Simile
Cemooh
25 Ia  teliti  daerah  seluas  mata  memandang.
180 Arok belum pernah melewati daerah yang
dilalui dengan mahagurunya. Hiperbola
‘Jelas’ informasi
26 Mereka  melangkah  maju  beriringan,  hati-
hati seperti takut menerbitkan bunyi. 181 Setibanya  perjalanan  mereka  berhenti  di
sebuah candi. Simile
‘Jelas’ informasi
27 Mereka  berjalan  menuju  torana,  melewati
patung-patung penjaga
dengan wajah
bergerak-gerak  terkena  goyangan  api  obor- obor
damar, seperti
hidup dan
memperhatikan kedatangan mereka. 181 Setibanya  perjalanan  mereka  berhenti  di
sebuah candi. Simile
‘Jelas’ informasi
28 Kalamakara  di  atasnya  muncul  dari  batu,
seperti hendak mengucapkan selamat datang dan menyelirkan lidah pengasihnya. 181
Setibanya  perjalanan  mereka  berhenti  di sebuah candi.
Simile ‘Jelas’
informasi 29
Di  sebelah  utara  mereka  berhenti  dan mengangkat  sembah  kepada  Hyang  Durga
yang  bersemayam  pada  sebuah  relung samar,
hanya nampak
jelas puncak
hidungnya  yang  menari-nari  dengan  sinar api. 181
Lohgawe memberi sembah kepada patung Hyang Batari Durga.
Klimaks Seremoni
30 “…  Berilah  anak  ini  kecerdasan  yang
mencukupi, ya, Hyang Ganesya.” 182 Dituturkan  Lohgawe  setibanya  di  depan
patung Hyang Ganesha. Apostrof
Pinta 31
Sinar  obor  bermain-main  pada  perutnya yang  buncit  dan  jenggitnya  yang  terasa
kurang panjang. 182 Lohgawe sedang memberi sembah kepada
Hyang Bathara Guru. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
32 Pintu  pun  terbuka  dan  sinar  damar
membungah menyambut mereka. 182 Setibanya  perjalanan  mereka  berhenti  di
sebuah candi. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
33 “Dirgahayu,  dirgahayu,  dirgahayu,  ya
Mahaguru.” 182 Dituturkan  oleh  berpuluh-puluh  orang
para brahmana
yang menyambut
kedatangan Lohgawe. Epizeukis
Harap
34 Semua  keluar  untuk  melakukan  hajad
masing-masing, kemudian
menyongsong Hyang Surya. 183
Semua peserta pertemuan tinggi brahmana telah
selesai melakukan
upacara pembukaan sidang kaum brahmana.
Epitet ‘Jelas’
informasi 35
Di  mana  pun  mereka  bertemu  selalu  Arok membayangkan
tingkah kaum
Asidenton ‘Jelas’
perasaan  tak  puas  terhadap  raja-raja keturunan
Erlangga juga
yang diperbincangkan:  Jayantaka,  Jayawarsa,
Sekartaji,  Kamesywara-I,  Kamesywara-I  I, Jayabaya, Jayasaba, Kretajaya. 184
brahmana ketika bertemu. informasi
36 “Kami  di  Bali  semua  mengerti,  mengapa
pada  akhirnya  Putri  Dewi  Mahendradatta berpaling  pada  Hyang  Durga.  Artinya
setelah  suaminya,  Sri  Udayana  mangkat. Mahadewa  Syiwa  kehilangan  cakrawatinya
di  Bali.  Sampai  sekarang  pun  pemelihara pura  Kutri,  selalu  seorang  brahmana  Syiwa,
tidak  disukai  oleh  masyarakat  Wisynu. Sejauh  mengenai  diri  pribadi,  itu  tidak
mengapa, karena semua itu berpangkal pada
masa jauh silam ….” 185 Dituturkan  oleh  Kuntridenta  yang  mulai
menyinggung  Erlangga  lagi  dalam  sidang tahunan kaum Brahmana.
Apostrof Dogma
37 Suaranya  lambat  tapi  tinggi  seperti  bunyi
genta kuningan. 185 Kutridenta  mulai  menyinggung  Erlangga
lagi dengan
menggunakan bahasa
Sansekerta. Simile
Rangsang
38 “Makin lama makin banyak rontal menyesap
ajaran lain dan mendirikan dewa-dewa baru dari  kaum  Buddha,  seakan  titiah  ini  sengaja
hendak  dicairkan  jadi  bubur,  campur  aduk
tidak menentu.” 186 Dituturkan
seorang brahmana
dari mataram,
Resi Andaru,
menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang
Mahadewa. Simile
Protes
39 “…  Mereka  kehilangan  makna  dan
tanggungjawab  pada  sesama  manusia  dan para  dewa,  memuja  kebebasan  mutlak  dan
pelepasan  kama  dengan  rumus  falsafi, Dituturkan
seorang Brahmana
dari mataram,
Resi Andaru,
menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang
Mahadewa. Apostrof
klaim
kemudian memadukan diri sendiri pada para dewa dan berseakan sang dewa itu sendiri.”
187 40
Penutup dan
semua laporan
adalah pembacaan  tulisan  Mpu  Parwa  terbaru,
dalam  Jawa,  yang  berkisah  tentang  para petani  yang  dalam  rombongan  besar
bersenjata  penggada  kayu  telah  menyerang kahyangan
untuk mengusir
Hyang Mahadewa  Syiwa.  Mereka  itu  dipimpin  oleh
seorang  pemuda  yang  tidak  ketahuan asalnya, bersenjata cakra, tak henti-hentinya
meniup sangkakala dan dapat berjalan tanpa
menginjakkan kaki pada bumi. … 187-189 Acara sidang seluruh brahmana telah usai
dan  ditutup  dengan  tulisan  Empu  Parwa yang  berkisah  tentang  para  petani  yang
menyerang kahyangan. Alegori
‘Jelas’ informasi
41 “Sepenuhnya  tepat,  benar,  tiada  cacat,”
188 Dituturkan  oleh  Lohgawe  ketika  acara
terakhir pertemuan
seluruh kaum
brahmana  ditutup  oleh  pembacaan  tulisan Empu  Parwa  terbaru  yang  mengisahkan
tentang  para  petani  yang  menyerang kahyangan.
Tautologi Klaim
42 “Pada tahun Saka 909 itu,” ia meneruskan,
“sedang  diadakan  pesta  perkawinan  antara dua  putri  Sri  Dharmawangsa  dengan
Pangeran Erlangga,
putra Udayana
Dharmadayana.  Pangeran  Erlangga  waktu itu masih seorang bocah berumur tujuhbelas,
belum cukup ilmu, kurang pengetahuan, baik dan
guru maupun
ibunya, Putri
Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe saat  melengkapi  bagian  yang  terlupa  dari
kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori
‘Jelas’ informasi
Mahendradatta. Sri
Dharmawangsa berusaha
melaksanakan amanat
ayahandanya,  Sri  Makutawangsa,  untuk mendirikan
Hyang Syiwa
di Bali.
Kenyataannya  jadi  berlainan.  Erlangga bukan  saja  tidak  menjadi  penyembah  Hyang
Syiwa,  dia  malah  menyebarkan  kejahilan Bali,  memberanikan  petani-petani  itu  untuk
memuliakan  Hyang  Wisynu  saja,  dewa mereka,  dewa  dan  kaum  tani  yang  takkan
pernah mendatangkan kebesaran itu.” 189 43
“Raja-raja  kita  selanjutnya,  Rakai  Warak, Rakai  Garung,  meneruskan  pembangunan
candi-candi  Buddha  untuk  dengan  demikian mengarahkan  seluruh  rakyat  Mataram,  agar
binasa  di  bawah  kaki  Sang  Buddha,  dan lebih  menyedihkan:  untuk  dilupakan  oleh
Hyang
Mahadewa. Patung
dewa-dewa Buddha  apa  saja  yang  tidak  dibikin  oleh
pemahat  terbaik  Mataram?  Suatu  jaman memalukan  yang  seakan  tiada  kan  habis-
habisnya.  Kita  baru  bisa  bernafas  lega setelah  Rakai  Pikatan  mengakhiri  semua
hinaan  ini.  Raja  besar  dan  bijaksana  ini mengembalikan
kepercayaan diri
kita menutup  jaman  sengsara  itu  hampir-hampir
tanpa  meneteskan  darah,  mengawini  anak raja  Sailendra  Samaratungga  itu,  bernama
Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe saat  melengkapi  bagian  yang  terlupa  dari
kisah yang dibuat Empu Parwa. Alegori
‘Jelas’ informasi
Pramudawardhani, dan
menghalau pengganti  mertuanya,  Sri  Balaputradewa,
keluar Jawa.”190 44
“Pengembalian  cakrawati  Hyang  Syiwa dengan
terbangunnya Prambanan
nampaknya  tidak  cukup  meyakinkan  untuk menyuramkan  kebesaran  Sang  Buddha.”
190 Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe
saat  melengkapi  bagian  yang  terlupa  dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Keluh
45 “Nah,  Yang  Terhormat  Mpu  Parwa,  inilah
titik kekurangan dalam Kundalaya: ancaman menetap dan Buddha dan kepemurahan Sang
Hyang Mahadewa Syiwa.
…” 191 Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe
saat  melengkapi  bagian  yang  terlupa  dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Deklarasi
46 “...  Adalah  sudah  tepat  bila  berasal  dan
segenggam  tanah  ladang  petani-petani  itu sendiri dan ditiupkan hidup di dalamnya oleh
Hyang
Mahadewa. Humalang
adalah Bathara  Wisynu  dalam  tata  cakrawarti
Syiwa,  bukan  terpisah  daripadanya  seperti anggapan  dan  pandangan  kaum  Wisynu  dan
wangsa  Isana  ini.”  “Ketahuilah,  para  Yang Terhormat,  bahwa  adalah  jadi  dharma  kita
untuk  menemukan  Bathara  Wisynu  yang ditiupkan  oleh  Mahadewa  itu  dalam  hidup
kita  sekarang.  Demi  Hyang  Mahadewa, Humalang  itu  akan  muncul.  Benarlah
ramalan  Yang  Terhormat  Mpu  Parwa.  Kita harus  tutup  jaman  kehinaan  ini  dengan
Kundalaya.” 191 Dituturkan  oleh  Dang  Hyang  Lohgawe
saat  melengkapi  bagian  yang  terlupa  dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof Dogma
47 “Hariwangsa,  karya  Mpu  Panuluh,  karya
raksasa dengan
16.ooo sanjak
itu, seluruhnya  mengagungkan  Wisynu  yang
menitis  dalam  din  Kresna.  Dan  bukankah Kresna  dengan  kebijaksanaannya  itu  tidak
lin  daripada  Sri  Baginda  Jayabaya  sendiri? Untuk  memasyhurkan  namanya  sebagai
Hyang Wisynu pada dunia, diperintahkannya melakonkan pada wayang permainan leluhur
para petani yang menolak para dewa kita itu. Untuk  mengagungkan  kemenangannya  atas
Jambi
dan Selat
Semenanjung diperintahkannya  Mpu  Sedah  menjawabkan
bagian  perang  dan  Mahabharata,  dan Dutaparwa
sampai Sauptikaparwa.
Barangkali karena semangat perangnya juga kepala  Mpu  Sedah  dijatuhkannya  dan
lehe rnya sebelum karyanya selesai ....“ 193
Dituturkan  oleh  brahmani  Taripada  dari Kalingga  dalam  uraiannya  selama  sehari
penuh  menyoroti  buku  suci  penganut Mahayana.
Apostrof Dogma
48 “Terkutuk dia oleh semua dewa” 196
Dituturkan oleh Empu Parwa karena tidak bisa  mengendalikan  amarahnya  setelah
mengetahui  anaknya  Dedes  diculik  oleh Tunggul Ametung.
Apostrof Harap
49 “Prabu  Salya  bersiap-siap  akan  berangkat
ke medan-perang,
menjadi senapati
Kaurawa.  Ia  temui  Paramesywari  Dewi Setyawati, yang masyhur akan kecantikannya
....  seorang  anak  perempuan  dan  Resi Bagaspati, bernama Pujawati.” 197
Dituturkan  oleh  Arok  saat  diminta  oleh gurunya
mengucapkan Salyaparwa
dengan bahasa Sansekerta. Alegori
Jelas
50 “Siapakah  yang  tidak  mengenal  riwayat
Putri Mahkota Dewi Sanggramawijaya, putri Sri Erlangga? …” 199
Dituturkan  oleh  Arok  di  hadapan  seluruh kaum  brahmana  yang  berbicara  tentang
Salyaparwa  dan  hubungannya  dengan Mpu Sedah.
Alusi Klaim
51 “Kekasih  Hyang  Wisynu:  seorang  sudra,
petani yang baik; kekasih Hyang Mahadewa: ahli  dalam  persoalan  para  dewa;  kekasih
Hyang  Kamajaya:  seorang  perjaka,  muda, duapuluh  tiga  tahun,  ganteng  rupawan,
berbudi  bahasa,  penakluk  hati  wanita.
…”202 Arok  berkisah  tentang  Kamesywara  II  di
hadapan seluruh brahmana. Alegori
Jelas
52 “…  Siapakah  yang  bisa  salahkan  apabila
ada seorang  gadis, anak seorang  brahmana, yang  tinggal  di  desa  tetangga  jatuh  cinta
padanya?  Siapakah  yang  bisa  salahkan, .kalau sebaliknya pemuda kekasih para dewa
itu  jatuh  cinta  pada  Prabarini?  Siapakah yang  dapat  salahkan,  bila  Sedah  dan
Prabarini  saling  mengikat  janji  sehidup- semati, di alam kini maupun nanti?
” 202 Arok  berkisah  tentang  Kamesywara  II  di
hadapan seluruh brahmana. Erotesis
Jelas
53 Bergumul  dalam  lumpur  dan  tanah  tanpa
pujaan hati seakan ia telah ditinggalkan oleh para dewa. 203
Arok  berkisah  tentang  Kamesywara  II  di hadapan seluruh brahmana.
Simile Jelas
54 Dengan  bertompah  tapas,  bertongkat  kayu
penolak ular,
berjubah pendek,
dan berdestar  serba  hitam,  laksana  Bathara
Kamajaya, ia berangkat ke Kediri. 204 Arok  berkisah  tentang  Kamesywara  II  di
hadapan seluruh brahmana. Simile
Jelas
55 “Siapa  gurumu,  maka  berani  persembahkan  Arok  berkisah  tentang  Kamesywara  II  di
Apostrof Klaim
lehermu?” “Hyang Ganesha sendiri.” 204
hadapan seluruh brahmana. 56
“…  Lihatlah,  berapa  banyak  di  antara  kita sendiri  yang  sudah  menyeberang  pada
kedudukan, wanita dan harta, seakan hendak
mengikuti Yang Suci Belakangka? …” 209 Dituturkan  oleh  Lohgawe  karena  sidang
menjadi kacau. Simile
Klaim
57 “Bicara,  kau,  garuda  kaum  brahmana,
dengan  berat  dan  ketajaman  parasyu  Hyang Ganesya,  dengan  ketajaman  kilat  Sang
Muncukunda ....“ 210 Dituturkan
oleh Lohgawe
untuk menyuruh
Arok melanjutkan
kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Epitet Puji
58 “Bicara,  kau,  garuda  kaum  brahmana,
dengan  berat  dan  ketajaman  parasyu  Hyang Ganesya,  dengan  ketajaman  kilat  Sang
Muncukunda ....“ 210 Dituturkan
oleh Lohgawe
untuk menyuruh
Arok melanjutkan
kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Apostrof Puji
59 “Suaramu  lantang,  Arok,  seakan  semua
dewa Khayangan memimpinmu.” 211 Dituturkan  oleh  Kutridenta  kepada  Arok
menanyakan siapa guru sansekertanya. Simile
Puji 60
“Barangsiapa  tidak  tahu  kekuatan  dirinya, dia tidak tahu kelemahan dirinya. …” 212
Dituturkan  oleh  Arok  setelah  Lohgawe memberi  perintah  untuk  meneruskan
pendapatnya tentang kaum brahmana. Oksimoron
Klaim
61 “…,  pada  waktu  kaum  brahmana  dalam
duaratus tahun hanya bersilat lidah?” 213 Dituturkan  oleh  Lohgawe  yang  kaget
melihat  dharma  yang  dilakukan  lalu membandingkan dengan kaum brahmana.
Metafora Keluh
62 Mereka  kemudian  berbaris  di  malam  hari
menuju  ke  candi  Agastya  yang  bermandikan sinar  obor  damar,  di  bawah  gema  puji-
pujian  yang  dibubungkan  ke  kahyangan. 215
Menjelang  penutupan  acara,  terucapkan janji  peristiwa  Dedes  tidak  akan  terulang
lagi. Masuklah pada upacara penutupan. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
63 “Ya,  Mahadewa  Bathara  Guru,  kalau  kami  Dituturkan  oleh  Empu  Parwa  ketika
Apostrof Harap
duaratus  tahun  yang  lalu  dapat  meletakkan mahkota  di  atas  kepala  Erlangga,  tentulah
kami  tidak  lebih  keliru  bila  memberikan kepercayaan  pada  brahmana  muda  ini
sebagai  penutup  dari  ketiadadayaan  dan kelalaian dan pertikaian antara kami sendiri
selama ini.” 215 memimpin upacara penutupan.
64 Mereka  kemudian  berbaris  berpradaksina
mengelilingi  candi,  berhenti  di  depan Nandiswara  dan  Mahakala,  seperti  ular
hendak memasuki liang. 215 Salah  satu  prosesi  penutupan  acara  temu
brahmana. Simile
Seremoni
65 “Penutup  pertemuan  kami,  ya  Mahadewa,
artikanlah  itu  sebagai  awal  selesainya kezaliman Wangsa Isana.” 215
Dituturkan  oleh  Empu  Parwa  ketika memimpin upacara penutupan.
Apostrof Harap
66 Nyanyi  puji-pujian membumbung menghalau
burung-burung malam. 215 Salah  satu  prosesi  penutupan  acara  temu
brahmana. Personifikasi
‘Jelas’ informasi
67 Kemudian  di  sebelah  barat  tiang  api
melompat  dari  perut  bumi,  menusuk  langit, kemudian  pecah  seperti  payung  dan  turun
lagi  ke  bumi.  Mereka  semua  merasakan geletaran  bumi,  goncangan,  perut  bumi
sendiri terasa mengelak. 216 Ketika prosesi penutupan itu berlangsung,
gunung Kelud meletus. Simile
‘Jelas’ informasi
68 Kelud meletus. 216
Gunung Kelud meletus. Metonima
‘Jelas’ informasi
BAB V TUNGGUL AMETUNG