Daya Saran Daya Klaim

h. Daya Saran

Saran, menurut KBBIoffline adalah pendapat usul, anjuran, cita-cita yg dikemukakan untuk dipertimbangkan. Di dalam saran walaupun dikatakan secara langsung untuk mempengaruhi mitra tutur, tetapi tidak ada paksaan di dalamnya. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa saran yang dilakukan dalam satu gaya bahasa. V.31 “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” 240 Konteks: Dituturkan oleh Belakangka ketika mencoba menasihati Tunggul Ametung yang murka mendengar Lohgawe menolak datang ke pekuwuan. Dalam kalimat “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” V.31 sangat jelas langkah gaya bahasa klimaks yang dipakai yang ditunjukkan dengan kelompok kata didekati, dibaiki, diambil hatinya di mana kepentingannya makin lama makin meningkat. Data tersebut mengandung daya saran karena Ametung tidak menerima kata perintah apapun, hanya langkah klimaks untuk mencapai tujuan. Dan boleh dipilih oleh Ametung akan dipakai apa tidak cara tersebut. Daya saran seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang muncul melalui gaya bahasa klimaks yang mengandung pesan memberi saran kepada mitra tutur. Perhatikan data “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” Tuturan tersebut secara langsung menyarankan mitra tutur untuk melakukan sesuatu yang disarankan oleh penutur.

i. Daya Klaim

Klaim, menurut KBBIoffline adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak memiliki atau mempunyai atas sesuatu dan pengertian yang lain adalah pernyataan tentang suatu fakta atau kebenaran sesuatu. Untuk mengungkapkan klaim banyak teknik yang bisa dipakai, dengan cara kasar, maupun halus. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa klaim yang dilakukan dalam berbagai macam gaya bahasa. I.48 “Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah membikin kalian mengidap kemiskinan tidak terkira.” 19 Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. I.49 “Dengan segala yang diambil dari kalian Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk bercumbu dengan perawan-perawan kalian sampai lupa pada Hyang Wisynu.” 19 Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. II.11 “... Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat…” 63 Konteks: Dituturkan oleh Temu kepada Lohgawe. Temu mengagumi Hyang Ganesha. III.20 “Ayolah, kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk semua orang di luar kastanya. …” 113 Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus. Gaya bahasa antitesis ada pada data I.48 ditunjukkan dengan kalimat “Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu … mengidap kemiskinan…” maksud yang terkandung pada tuturan I.48 ialah kekuasaan Tunggul Ametung yang medapat berkat dari Hyang Wisynu tetapi rakyat yang dipimpinnya mengalami kemiskinan. Daya klaim muncul karena yang dituturkan oleh Borang adalah pernyataan dari sebuah kenyataan. Gaya bahasa apostrof ada pada data I.49 nampak pada kata Hyang Wisynu. Maksud dari tuturan I.49 ialah Hyang Wisynu dilupakan oleh Tunggul Ametung karena keegoisannya yang menikmati nikmat duniawi saja. Daya klaim muncul karena yang dikatakan Borang adalah sebuah pernyataan dari kenyataan yaitu Tunggul Ametung mengambil semua milii rakyat hanya untuk bercumbu dengan para perawan dan lupa pada Hyang Wisynu. Gaya bahasa anadiplosis ada pada data II.11 adalah gaya bahasa perulangan kalimat pada akhir baris digunakan lagi pada awal baris. Muncul pada kalimat hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama. Maksud dari tuturan II.11 ialah hidup tanpa irama seperti samadhi tanpa pusat. Daya klaim muncul dari data II.11 karena merupakan suatu pernyataan kebenaran. Gaya bahasa simile ada pada data III.20 yang muncul pada kalimat kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk. Maksud dari tuturan tersebut ialah kutukan yang dilontarkan Dedes semuanya sama seperti para brahmana yang mengutuk Tunggul Ametung. Daya klaim muncul karena apa yang dituturkan Tunggul Ametung adalah sebuah kebenaran yaitu para brahmana sering mengutukinya. Daya klaim seperti yang telah diuraikan di atas kekuatan bahasa yang muncul dari penggunaan gaya bahasa simile yang mengandung pesan jika penutur berhak untuk menyatakan dirinya diklaim karena apa yang dikatakan penutur kepada mitra tutur berdasarkan fakta yang ada. Tampak seperti pada tuturan “Ayolah, kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk semua orang di luar kastanya. …” Tuturan tersebut secara langsung menyatakan kepada mitra tutur jika penutur sudah sering dikutuk oleh banyak orang termasuk kaum brahmana.

j. Daya Deklarasi