kalimat. Kalimat pada hakikatnya adalah entitas produk struktural atau produk gramatikal, sedangkan tuturan atau ujaran itu merupakan hasil
atau produk dari tindakan verbal  yang hadir dalam proses pertuturan. Berkaitan  dengan  kenyataan  ini  maka  sesungguhnya  sebuah  tuturan
dapat dianggap sebagai  maujud tindak tutur, atau sebagai manifestasi dari  tindak  ujar,  tetapi  pada  sisi  lain  dapat  juga  dianggap  sebagai
produk dari tindak ujar itu sendiri Rahardi, 2007: 22.
Sebagai contoh saja sebagai seorang dosen di dalam kelas Anda
mengatakan,  ‘Papan  tulisnya  kotor’  kepada  para  mahasiswa,  maka sesungguhnya  produk  tindak  verbal  yang  diharapkan  dari  tuturan  itu
adalah  supaya  ada  tindakan  membersihkan  papan  tulis  itu  oleh  salah seorang  mahasiswa.  Sebenarnya  itulah  sesungguhnya  tuturan  yang
berdimensi produk tindak verbal.
3. Teori Tindak Tutur
Dari  sudut  pandang  pragmatik,  bahasa  merupakan  tindakan,  yang disebut tindakan verbal Wijana 1996: 12. Tindakan verbal adalah tindakan
yang  khas  menggunakan  bahasa.  Searle  1969  menyebut  tindakan  verbal dengan  istilah  tindak  tutur  atau  tindak  ujar  speech  act.  Tuturan  dapat
berupa  tuturan  lisan  dan  tuturan  tulis.  Dalam  tuturan  lisan,  kita  dapat menemukannya  dalam  kehidupan  sehari-hari  saat  kita  berkomunikasi
dengan  orang  lain.  Sedangkan  tuturan  tulis  adalah  tuturan  yang  berupa tulisan.  Khusus  dalam  penelitian  ini,  tuturan  yang  akan  dianalisis  adalah
tuturan  tulisan.  Teori  ini  berfungsi  untuk  menunjukkan  apakah  tuturan tulisan  yang  berupa  dialog  antar  tokoh  yang  terdapat  dalam  novel  Arok
Dedes mengandung unsur tindakan bahasa atau tidak.
Tindak  tutur  menurut  Yule  2006:  82  adalah  tindakan-tindakan yang  ditampilkan  lewat  tuturan.  Istilah  deskriptif  untuk  tindak  tutur  yang
berlainan digunakan
untuk maksud
komunikatif penutur
dalam menghasilkan tuturan. Penutur berharap maksud komunikatifnya dimengerti
oleh pendengarnya. Keadaan semacam ini disebut dengan peristiwa tutur. Teori  tindak  tutur  atau  speech  act  yang  dikemukakan  oleh  Austin
1978 dalam Pranowo, 2009: 34 dalam bukunya yang berjudul “How to do
things  with  words”  melihat  setiap  ujaran  dalam  tindak  komunikasi  selalu mengandung  tiga  unsur,  yaitu  1  tindak  lokusi  berupa  ujaran  yang
dihasilkan  oleh  seorang  penutur,  2  tindak  ilokusi  berupa  maksud  yang terkandung dalam ujaran, 3 tindak perlokusi  efek  yang ditimbulkan oleh
ujaran.  Tindak  tutur  ilokusi  sering  menjadi  kajian  utama  dalam  bidang pragmatik  Rahardi,  2009:  17.  Searle  1983,  dalam  Rahardi:  Ibid.  dan
Rahardi:  2005:  36-37  menggolongkan  tindak  tutur  ilokusi  dalam  lima macam bentuk tuturan, yakni
1  Asertif  assertives  atau  representatif,  yaitu  bentuk  tutur  yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan,
misalnya  menyatakan  stating,  menyarankan  suggeting, membual boasting, mengeluh complaining, dan mengklaim
claiming.
2  Direktif  direcitives  yakni  bentuk  tutur  yang  dimaksudkan penuturnya  untuk  membuat  pengaruh  agar  si  mitra  tutur
melakukan tindakan,
misalnya memesan
ordering, memerintah commanding, memohon requesting, menasihati
advising, dan merokomendasi recommeding. 3  Ekspresif  expressives  yakni  bentuk  tutur  yang  berfungsi
untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap  suatu  keadaan,  misalnya  berterima  kasih  thinking,
memberi selamat
congrangtulating, meminta
maaf pardoning,  menyalahkan  blaming,  memuji  praising,  dan
berbelasungkawa condoling. 4  Komisif cummissives yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk
menyatakan janji
atau penawaran,
misalnya berjanji
promosing,  bersumpah  vowing,  dan  menawarkan  sesuatu offering.
5  Deklarasi declarations
yaitu bentuk
tutur yang
menghubungkan  isi  tuturan  dengan  kenyataannya,  misalnya berpasrah  resigning,  memecat  dismissing,  membaptis
christening, memberi
nama naming,
mengangkat appointing,
mengucilkan excommuningcating,
dan menghukum sentencing.
Kelima  fungsi  umum  tindak  tutur  beserta  sifat-sifat  kuncinya  ini terangkum dalam tabel berikut.
Tabel : Lima Fungsi umum tindak tutur menurut Searle, dalam Yule, 2006: 95
Tipe tindak tutur Arah penyesuaian
P = penutur; X = situasi
Deklarasi Kata mengubah dunia
P menyebabkan X Representatif
Kata disesuaikan dengan dunia  P meyakini X Ekspresif
Kata disesuaikan dengan dunia  P merasakan X Direktif
Dunia disesuaikan dengan kata  P menginginkan X Komisif
Dunia disesuaikan dengan kata  P memaksudkan X
Contoh: “Bu,  uang  saya  sudah  menipis,  kemarin  uangnya  saya
pakai untuk membeli buku” merupakan tuturan lokusi. Tujuan dari kalimat tersebut  adalah  si  penutur  ingin  menyampaikan  kepada  ibunya  kalau
uangnya menipis dan meminta kiriman uang. Pengaruh dari kalimat tersebut adalah si Ibu penutur akan mengirimkan uang untuk anaknya.
Sejalan  dengan  pendapat  Austin,  Searle  1979  dalam  Pranowo, 2009:  35  menyatakan  dalam  satu  tindak  tutur  terkandung  tiga  macam
tindakan,  yaitu  1  pengujaran  yang  berupa  kata  atau  kalimat,  2  tindak proposisional  yang  berupa  acuan  dan  prediksi,  3  tindak  ilokusi  dapat
berupa pernyataan,  janji, dan sebagainya. Efek komunikatif perlokusi atau tindak  proposisional  yang  terkadang  memiliki  dampak  terhadap  perilaku
masyarakat.  Hal-hal  yang  bersifat  perlokutif  inilah  biasanya  muncul  dari maksud  yang  berada  di  balik  tuturan  atau  implikatur.  Implikatur  bisa
dikatakan  makna  tersirat  ya ng  berada  di  dalam  tuturan.  Misalnya,  “Dek,
minum secangkir cokelat lebih enak ya” maksud dari tuturan tersebut adalah si pacar minta dibuatkan secangkir cokelat.
Dalam  berkomunikasi  juga  diperlukan  sebuah  kesantunan  dalam berbahasa.  Bahasa  yang  santun  adalah  bahasa  yang  diterima  mitra  tutur
dengan  baik.  Ada  tujuh  prinsip  kesantunan  yang  dikemukakan  oleh  Leech 1983 dalam Pranowo, 2009: 35 yang dikenal dengan istilah maksim, yaitu
1  maksim  kebijaksanaan  memberi  keuntungan  bagi  mitra  tutur,  2 maksim  kedermawanan  memaksimalkan  kerugian  bagi  diri  sendiri,  3
maksim  pujian  memaksimalkan  pujian  kepada  mitra  tutur,  4  maksim kerendahan  hati  meminimalkan  pujian  terhadap  diri  sendiri,  5  maksim
kesetujuan  memaksimalkan  kesetujuan  terhadap  mitra  tutur,  6  maksim simpati memaksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur , 7 maksim
pertimbangan  meminimalkan  rasa  tidak  senang  pada  mitra  tutur  dan memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa suatu tindak tutur memiliki makna  lokusi,  ilokusi,  dan  perlokusi.  Berdasarkan  substansi  linguistik,
tindak tutur memiliki komponen dasar, yaitu a.  tindak  bertutur:    penutur  mengutarakan  tuturan  dari  bahasa
kepada mitra tutur di dalam konteks, b.  tindak  lokusi:    penutur  mengatakan  kepada  mitra  tutur  adanya
informasi, c.  tindak ilokusi:  penutur berbuat fungsi tertentu dalam konteks,
d.  tindak  perlokusi:    penutur  mempengaruhi  mitra  tutur  dalam cara tertentu sesuai konteks.
4. Daya Bahasa