hal yang kurang mengenakkan. Nampak pada kalimat “… Juga
sahaya tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang pernah saya temui, hanya mengecam-ngecam, menyumpahi, dan
mengutuk. Tak seorangpun berniat menghadap Sri Baginda Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya...” maksud dari tuturan
tersebut ialah secara langsung penutur menyampaikan pendapatnya kepada mitra tutur tentang hal yang tidak ia sukai. Tuturan tersebut
secara langsung memprotes mitra tutur oleh penutur karena suatu hal yang kurang berkenan.
f. Daya Cemooh
Cemooh juga salah satu bentuk ejekan tetapi lebih kasar dari pada sindiran. KBBIoffline mengatakan jika cemooh sebuah ejekan,
hinaan. Cemooh untuk menghina orang yang kedudukannya lebih rendah. Di bawah ini contoh daya perintah yang terungkap.
III.29 “Kalian kaum brahmana lebih pongah dalam pikiran, tapi
menunduk-nuduk merangkak- rangkak di hadapanku. …” 114
Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa
Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus.
VI.8 “Penangis di depanmu itu, Arok, adalah gadis terganas
dari seluruh rombongannya. Tak ada di antara mereka yang dikasihnya ampun. Haus darah dia Arok. Hampir-hampir tak
pernah bicara. Lebih sering melamun.” 275
Konteks: Dituturkan Tanca kepada Arok ketika Arok bertemu kembali
dengan Umang setelah sekian lama tak berjumpa.
VI.58 “… Tidak pernah bisa menghormati orang. Juga tidak bisa
menghormati dirinya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang perlu dihormatinya.” 319
Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan Arok sampai ke
pekuwuan dan menghadap Tunggul Ametung.
VII.15 “Sama dengan semua anak buahnya: gesit, kurus, dengan
mata menyala-
nyala seperti si kelaparan melihat makanan.” Konteks:
Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ken Dedes meminta izin untuk bertemu dengan jago Lohgawe.
VII.16 “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan
pongah di mata si miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah berani terkesan dewa di mata si
pengecut, juga sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan
mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah
berani. …” 328
Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes ketika suaminya bertanya apa itu
kesan.
IX.7 “Kebo Ijo memang terlalu dungu, dan nama sahaya sudah
terlanjur terbawa- bawa oleh si goblok itu.” 445
Konteks: Dituturkan oleh Empu Gandring saat tengah malam ada
seorang tamtama yang datang mengunjunginya.
IX.13 “Hanya Tunggul Ametung yang berani lakukan itu. Berani
karena bodohnya.” 450
Konteks: Dituturkan oleh Belakangka saat mengunjungi Kebo Ijo dan
mengajaknya naik ke kereta.
Data III.29 menggunakan gaya bahasa antiklimaks yang ditunjukkan dengan kata merunduk-runduk, merangkak-rangkak.
Gaya bahasa antiklimasks merupakan lawan dari gaya bahas klimaks di mana urut-urutan pemikirannya semakin menurun dari gagasan
sebelumnya. Makna yang terkandung dari tuturan III.29 ialah
menunjukkan sikap kaum brahmana jika bertemu Tunggul Ametung awalnya merunduk-runduk yang lama-lama menjadi merangkak-
rangkak sebagai tanda hormat terpaksa karena takut dibunuh. Daya cemooh hadir pada tuturan III.29 yang ditunjukkan pada penggalan
kalimat tapi menunduk-nuduk merangkak-rangkak di hadapanku. Efek dari tuturan III.29 iyalah Dedes merasa tersinggung dengan ucapan
Tunggul Ametung dan semakin membencinya. Dalam tuturan III.29 daya cemooh yang dituturkan oleh Tunggul Ametung ditunjukkan
kepada Dedes yang merupakan keturunan brahmani atas sikap kaum brahmana sombong di belakang Tunggul Ametung, tetapi di depannya
tidak berani berbuat apa-apa. Tunggul Ametung menghina kaum brahmana karena mereka takut kepada Tunggul Ametung yang
terkenal kejam dan tidak bisa berkutik di hadapannya. Gaya bahasa simile muncul pada tuturan VII.15 karena
membandingkan dua hal sekaligus dan dihubungkan dengan kata seperti. Yang dibandingkan dalam tuturan ini ialah anak buah Arok
yang gesit, kurus dengan mata menyala-nyala dengan orang yang kelaparan ketika melihat makanan. Dalam konteks ini Tunggul
Ametung sebenarnya ingin mengatakan bahwa sikap anak buah Arok sama saja dengan pengemis. Makna dari tuturan VII.15 ialah
Tunggul Ametung menghina pasukan Arok yang secara fisik dilihat seperti pengemis. Efek dari tuturan VII.15 ialah Ken Dedes semakin
semakin membenci Tunggul Ametung karena sifatnya yang tidak bisa
menghormati orang lain. Daya yang muncul yaitu daya cemooh karena tujuan Tunggul Ametung memang menghina pasukan Arok
yang terlihat seperti pengemis. Pada tuturan IX.7 menggunakan gaya bahasa sarkasme
karena mengandung celaan atau hinaan kepada mitra tuturnya. Pada data IX.7 penggunaan gaya bahasa sarkasme ditunjukkan dengan
penggunaan kalimat “…terlalu dungu, terbawa-bawa oleh si goblok
itu.” Makna kalimat tersebut menyatakan hinaan kepada Kebo Ijo karena kebodohannya yang sudah membawa nama Empu Gandring
dalam perkara pembunuhan Kidang Telarung ketika menghadap Ken Dedes. Daya cemooh muncul pada data IX.7 karena menunjukkan
hinaan, celaan kepada orang lain. Pada tuturan IX.7 daya hina muncul dengan penggunaan kata dungu dan bodoh. Tergolong daya
hina karena menghina seseorang dan langsung memberi cap bahwa Kebo Ijo sangat bodoh. Dengan adanya daya hina tersebut yang
dituturkan Empu Gandring kepada orang lain maka akan mempengaruhi pemikiran orang tersebut mengenai Kebo Ijo.
Daya cemooh seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa sarkasme yang
mengandung pesan hinaan kepada mitra tutur. Seperti pada tuturan “Kebo Ijo memang terlalu dungu, dan nama sahaya sudah terlanjur
terbawa- bawa oleh si goblok itu.” 445. Maksud dari tuturan tersebut
ialah Empu Gandring marah kepada Kebo Ijo karena telah membawa
namanya di hadapan Ken Dedes selaku paramesywari. Secara langsung tuturan tersebut menunjukkan celaan penutur kepada mitra
tutur karena rasa tidak suka.
g. Daya Nasihat