namanya di hadapan Ken Dedes selaku paramesywari. Secara langsung tuturan tersebut menunjukkan celaan penutur kepada mitra
tutur karena rasa tidak suka.
g. Daya Nasihat
Setiap orang pasti melakukan kesalahan. Ketika seseorang melakukan kesalahan, tentunya akan mendapat nasihat. Dengan diberi
nasihat, diharapkan orang tersebut menyadari kesalahannya dan berusaha tidak mengulanginya lagi karena nasihat itu sendiri berisi
anjuran, ajaran yang baik. Di bawah ini dipaparkan contoh gaya bahasa yang di dalamnya mengandung daya nasihat.
I.4 “Jangan menangis. Berterima kasihlah kepada para dewa.
Tak ada seorang wanita yang ditempatkan pada satu kedudukan oleh Yang Mulia Tunggul Ametung. …” 2
Konteks: Dituturkan oleh Gede Mirah ketika itu ia sedang merias,
mengagumi kecantikan Dedes, dan memberinya nasihat. Saat itu Dedes tertekan dengan pernikahannya dan tidak menyetujui
pernikahannya dengan Tunggul Ametung.
III.8 “Tak ada seorang pun di pekuwuan ini dapat dipercaya,
Yang Mulia. Hati- hati, waspadalah.” 102
Konteks: Dituturkan
oleh Rimang
kepada Ken
Dedes untuk
menghiburnya. III.82
“Barangsiapa tidak terlalu muda untuk jadi Paramesywari,
diapun cukup tua untuk mengetahui urusan negeri.” 158 Konteks:
Dituturkan oleh oleh Ken Dedes ketika ia meminta kepada Tunggul Ametung untuk mengetahui urusan negeri.
VII.40 “Dia memerlukan keadilan, dia harus belajar mengenalnya
dengan seluruh tubuh dan jiwanya, bukan hanya suara hampa
untuk bunga bibir dan bunga hati juga untukmu sendiri. …” 352
Konteks: Dituturkan oleh Arok kepada pengawalnya yang bertanya
tentang keputusan Arok kepada Bana.
X.15 “Belajar percaya, Kakanda, belajar mempercayai.” 502
Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes yang berusaha membujuk
suaminya untuk percaya kepada Arok.
Sedangkan pada data I.4 mengandung gaya bahasa apostrof karena menghadirkan dewa pada dialog tersebut. Ditunjukkan dengan
kalimat …berterima kasihlah kepada para dewa... Maksud dari
tuturan I.4 ialah supaya Ken Dedes bisa menerima pernikahannya dengan Tunggul Ametung karena hanya ia satu-satunya wanita yang
bisa menempati singgasana paramesywari Tumapel dan itu semua terjadi karena kehendak para dewa. Daya nasihat juga muncul pada
tuturan I.4 tercermin dari kalimat …jangan menangis. Berterima
kasihlah kepada para dewa… Di sini, Gede Mirah menasihat Dedes supaya jangan menangis dan bersyukur pada dewa atas karunia
pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Gaya bahasa tautologi nampak pada tuturan III.8 pada kata
hati-hati, waspadalah. Penggunaan kata hati-hati, waspadalah bisa dikatakan berlebihan karena mengandung pengulangan dari kata yang
memiliki arti yang sama. Makna yang terkandung dari tuturan III.8 mengandung penekanan agar Ken Dedes hati-hati terhadap orang di
pekuwuan. Tuturan III.8 mengandung daya nasihat isinya
memberikan nasihat kepada mitra tutur. Pada data III.8 kata hati- hati, waspadalah mengandung daya nasihat dengan harapan Ken
Dedes dapat lebih berhati-hati dan waspada kepada orang-orang di dalam pekuwuan karena semuanya tidak dapat dipercaya.
Gaya bahasa oksimoron ada pada data III.82 tampak pada kalimat
“…tidak terlalu muda … cukup tua” yang mempertentangkan usia yang masih muda untuk menjadi paramesywari tetapi tidak terlalu
tua untuk mengetahui urusan negeri. Data III.82 mengandung daya nasihat karena Ken Dedes berusaha menasihati Tunggul Ametung
saat ia mulai belajar mengetahui urusan negeri. Gaya bahasa metafora ada pada data VII.40 pada frasa bunga
bibir dan bunga hati. Bunga bibir ialah bahan pembicaraan, sedangkan bunga hati ialah kekasih. Maksud yang terkadung dari
tuturan VII.40 ialah pengawal Arok harus belajar untuk mengenal seluruh tubuh dan jiwanya sendiri sehingga tubuh dan jiwa tidak
hanya menjadi pembicaraan dan pujaan hati. Data VIII.40 mengandung daya nasihat karena berisi nasihat supaya lebih belajar
mengenal diri sendiri sampai sekecil-kecilnya. Gaya bahasa epizeukis juga muncul pada data X.15
ditunjukkan dengan pengulangan kata belajar percaya untuk mempertegas apa yang dimaksudkan. Maksud dari tuturan X.15
ialah Ken Dedes menasihati Tunggul Ametung agar belajar percaya kepada orang lain. Data X.15 mengandung daya nasihat tercermin
melalui kalimat belajar percaya, Kakanda, belajar mempercayai. Dalam konteks ini, Ken Dedes menasihati suaminya agar percaya
kepada orang lain dalam situasi yang sedang sulit. Dan gaya bahasa oksimoron juga nampak pada data III.82.
Yang menunjukkan gaya bahasa oksimoron ialah kata tua dan muda pada satu kalimat yang sama. Makna yang terkandung dari tuturan
III.82 ialah meskipun Ken Dedes tidak terlalu muda untuk menjadi seorang paramesywari tetapi kemampuan yang ia punya cukup banyak
untuk mengetahui urusan negeri. Daya nasihat pada tuturan III.82 yakni Ken Dedes diberi kesempatan untuk turut serta mengurus
Tumapel bersama Tunggul Ametung. Daya nasihat seperti yang terlah diungkapkan di atas adalah
kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa tautologi yang mengandung pesan memberi nasihat kepada mitra tutur. Nampak pada
data III.8 “Tak ada seorang pun di pekuwuan ini dapat dipercaya,
Yang Mulia. Hati- hati, waspadalah.” Maksud dari tuturan tersebut
ialah memberi nasihat kepada Ken Dedes selaku Paramesywari supaya berhati-hati karena di seluruh Tumapel tidak ada seorang yang bisa
dipercaya. Tuturan tersebut secara langsung menasihati mitra tutur supaya mitra tutur menjadi lebih tenang.
h. Daya Saran