Sastra  di  SMA.  Penelitian  tersebut  mengkaji  gaya  bahasa  yang  terdapat dalam  novel  AAC  karya  Habiburrahman  El  shirazy  dan  gaya  bahasa  yang
mendominasi  serta  implementasinya  dalam  pengajaran  sastra  di  SMA. Pendekatan  yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
stilistika yang menganalisis penggunaan sistem tanda yang mengandung ide, gagasan,  dan  nilai  estetis  tertentu  sekaligus  untuk  memahami  makna  yang
terkandung di dalamnya. Data penelitian berupa penggalan teks dalam novel AAC yang diduga berisi kalimat-kalimat bergaya bahasa tertentu. Hasil dari
penelitian  ini  ialah  ditemukan  jenis-jenis  gaya  bahasa  dalam  novel  AAC meliputi  gaya  bahasa  klimaks,  antiklimaks,  paralelisme,  antitesis,  repetisi,
hiperbola,  silepsis,  aliterasi,  litotes,  asonansi,  eufemisme,  pleonasme, paradoks,  retoris,  personifikasi,  ironi,  sarkasme,  metafora,  simile,  dan
metonimia.  Gaya  bahasa  yang  dominan  dalam  novel  AAC  ,  yaitu  gaya bahasa  hiperbola.  Implikasi  gaya  bahasa  dalam  novel  AAC  terhadap
pengajaran sastra di SMA menitikberatkan pada sumber bahan ajar.
5.1. Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Menurut Tarigan 1985: 6 gaya bahasa dibagi menjadi empat, yaitu  1  gaya  bahasa  perbandingan,  2  gaya  bahasa  perulangan,  3
gaya  bahasa  pertautan,  4  gaya  bahasa  pertentangan.  Berikut  akan dipaparkan jenis-jenis majas yang terdapat dalam gaya bahasa.
1. Gaya bahasa perbandingan
Gaya bahasa perbandingan membandingkan sesuatu dengan sesuatu  hal  yang  lain  dan  mencoba  menemukan  ciri-ciri  yang
menunjukkan  kesamaan  antara  kedua  hal  tersebut.  Beberapa contoh  gaya  bahasa  yang  termasuk  majas  perbandingan  adalah
sebagai berikut. a.  Perumpamaan atau simile
Perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingan dua hal yang  pada  hakikatnya  berlainan  dan  sengaja  dianggap  sama.
Contoh: Pasukan  Tumapel  itu  berbaris  laju  ke  selatan
seakan  hendak  menggempur  Kediri  Arok  Dedes, 2006: 391.
b.  Metafora Metafora  semacam  analogi  yang  membandingkan  dua  hal
secara  langsung,  tetapi  dalam  bentuk  singkat:    bunga  bangsa, buaya  darat,  dll.  Metafora  sebagai  perbandingan  langsung
tidak  menggunakan  kata  seperti,  bak,  bagai,  dan  sebagainya sehingga  pokok  pertama  langsung  dihubungkan  dengan  pokok
kedua. Misalnya: Ia  menjadi  kecil  hati  tanpa  Belakangka,  apalagi
catak  dan  saga  sudah  mendekati  habisnya  Arok Dedes, 2006: 504.
c.  Alegori Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang.
Biasanya  mengandung  sifat  moral  atau  spiritual  manusia. Contoh:  kisah Hyang Pancagina Arok Dedes, 2006: 384.
d.  Personifikasi Gaya  bahasa  yang  melekatkan  sifat  manusia  kepada  barang
atau benda yang tidak bernyawa. Contoh: Mereka  maju  lagi  dan  matari  pun  hilang  ditelan
oleh  pegunungan  dan  puncak  rimba  Arok  Dedes, 2006: 517.
e.  Pleonasme dan tautologi Pleonasme  adalah  gaya  bahasa  yang  pemakaian  katanya
berlebihan.  Tautologi  adalah  gaya  bahasa  yang  mengandung kata  yang  berlebihan  yang  pada  dasarnya  mengandung
perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya: “Husy.  Tak  aku  benarkan  kau  ulangi  pendapat
busuk  seperti  itu.  Salah.  Keliru.  Tidak  benar. Menyesatkan Arok Dedes, 2006: 175.
f.  Depersonifikasi Gaya  bahasa  depersonifikasi  atau  pembendaan,  adalah
kebalikan  dari  gaya  bahasa  personifikasi  atau  penginsanan. Misalnya:
Kalau  dikau  menjadi  samodra,  maka  daku  menjadi bahtera Tarigan, 1985: 22.
g.  Antitesis Antitesis  adalah  sejenis  gaya  bahasa  yang  mengadakan
komparasi atau perbandingan antara dua antonim. Misalnya: Kemudian  datanglah  bencana  itu-bencana  yang
berisi karunia para dewa Arok Dedes, 2006:94.
h.  Perifrasis Perifrasis  adalah  sejenis  gaya  bahasa  yang  agak  mirip  dengan
pleonasme,  yaitu  mempergunakan  kata-kata  lebih  banyak daripada yang dibutuhkan. Misalnya:
Ia  sendiri  meningkat  ke  atas  melalui  cara  yang demikian juga. Arok Dedes, 2006: 41.
2. Gaya bahasa perulangan