m. Asidenton Asidenton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan
padat dan mampat di mana beberapa kata, frase atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Misalnya: Dan Tunggul Ametung hanya seorang jantan yang
tahu memaksa,
merusak, memerintah,
membinasakan, merampas. Arok Dedes, 2006: 13 n. Polisindenton
Polisindenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindenton. Misalnya:
Hanya babi dan anjing dan kucing berkeliaran di jalan-jalan. Arok Dedes, 2006: 469
4. Gaya bahasa pertentangan
Contoh macam-macam majas yang terdapat dalam gaya bahasa pertentangan adalah.
a. Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan
yang berlebih-lebihan. Misalnya: Dengan otot semacam ini duniapun dapat
dipanggulnya untuk hidupnya. Arok Dedes, 2006: 53
b. Litotes Litotes adalah gaya bahasa yang pengungkapannya menyatakan
sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif. Misalnya:
“Ampun, Yang Mulia, sahaya hanyalah sudra hina.” Arok Dedes, 2006: 385
c. Ironi Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang
bertentangan dengan maksud mengolok-olok. Misalnya: “Hanya Tunggul Ametung yang berani lakukan itu.
Berani karena bodohnya.” Arok Dedes, 2006: 450
d. Paradoks Paradoks adalah suatu pernyataan yang diartikan selalu
berakhir dengan pertentangan. Misalnya: Ia merasa sebatang kara di tengah keriuhan ini,
seorang yatim piatu di tengah-tengah padang batu. Arok Dedes, 2006: 546
e. Sinisme Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang
berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contohnya:
“Masih bocah tahu apa kau tentang urusan dewa?” Arok Dedes, 2006: 21
f. Oksimoron Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung
penegakan atau pendirian suatu hubungan sintaksis antara dua antonim. Misalnya:
Para perusuh itu takut atau sebaliknya patuh padanya. Arok Dedes, 2006: 389
g. Paronomasia Paronomasia adalah sejenis gaya bahasa yang berisi penjajaran
kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain. Misalnya: Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di
pantai tanjung hatimu. Tarigan, 1985: 64
h. Paralipsis Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula
yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu
sendiri. Misalnya: Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita
ini, maaf bukan, maksud saya mengabulkannya. Tarigan, 1985: 66
i. Zeugma dan Silepsis Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan
dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya
hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata pertama. Misalnya:
Ia tahu: hari ini adalah awal kemenangannya dan awal keruntuhan Tunggul Ametung. Arok Dedes,
2006: 339
j. Satire Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi secara
tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya
dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan. Misalnya:
kadang-kadang bernada ramah-tamah, kadang- kadang bernada pahit dan kuat, kadang-kadang
bernada menusuk dan memilukan. Tarigan, 1985: 69
k. Inuendo Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran
dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya: Abangku sedikit gemuk karena terlalu kebanyakan
makan daging berlemak. Tarigan, 1985: 73
l. Antifrasis Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah
kata dengan makna kebalikannya. Misalnya:
Memang engkau orang pintar Tarigan, 1985: 75
m. Klimaks Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan
yang makin lama makin mengandung penekanan. Misalnya: Ia turunkan lengannya, memalingkan muka,
menarik kendali kuda dan berjalan lambat-lambat meninggalkan tempat itu. Arok Dedes, 2006: 46
n. Antiklimaks Antiklimaks adalah kebalikan gaya bahasa klimaks. Misalnya:
“Ketiga, engkau mencoba mengadu domba antara Sang Akuwu, Sang Paramesywari dan aku melalui
pesuruhmu yang menamakan dirinya Kebo Ijo, …” Arok Dedes, 2006: 466
o. Apostrof Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat
dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Misalnya: “Betul, ya, bapa, tidak percuma Hyang Ganesya
menghias tangan yang satu dengan parasyu dan tangan lain dengan aksamala ketajaman dan irama
hidup...”. Arok Dedes, 2006: 63 p. Anastrof
Anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
Diceraikannya istrinya tanpa setahu sanak- saudaranya. Tarigan, 1985: 84
q. Apofasis Apofasis merupakan gaya bahasa yang dipergunakan oleh
penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya. Misalnya:
Destarnya tak
terawat dan
matanya kuyu
memandang jauh tanpa melihat. Arok Dedes, 2006: 497
r. Histeron Proteron Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang
merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis. Misalnya: Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut
orang yang berbicara terbata-bata itu. Tarigan, 1985: 87
s. Hipalase Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari
suatu hubungan alamiah antar dua komponen gagasan. Misalnya:
Aku menaiki sebuah kendaraan yang resah yang resah adalah aku, bukan kendaraan. Tarigan,
1985: 89
t. Sarkasme Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau
sindiran pedas dan menyakiti hati. Misalnya: “Kerbau betina pun takkan berbahagia dengan
orang dungu seperti itu, Tanca.” Arok Dedes, 2006: 282
u. Anafrasis Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan
komparasi atau perbandingan antara dua antonim. Misalnya: Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi
yang jelek itu. Tarigan, 1985: 75
v. Perifrasis Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan
pleonasme, yaitu mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Misalnya:
Arya Artya duduk pada sebongkah batu besar, kehilangan lidahnya. Arok Dedes, 2006: 399
6. Novel