RENSTRA KESDM 2015-2019
47
• Dari hasil audit maupun hasil monitoring pada sektor bangunan ditemukan 2 perusahaan yang  mengkonsumsi  energi lebih dari 6.000
TOE  pertahun  atau setara dengan 21.000.000 kWh listrik  per tahun. Pada  sektor industri terdapat 20 industri yang mengkonsumsi energi
lebih dari 6.000 TOE per tahun.
15. Penerimaan Sektor ESDM
Sektor ESDM memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sekitar 20 per tahun. Penerimaan  sektor ESDM tahun 2010-2014 selalu
mengalami peningkatan dan melebihi target APBN. Penerimaan sektor ESDM terdiri dari penerimaan migas, mineral dan batubara, panas bumi
dan penerimaan lainnya. Penerimaan sektor ESDM tahun 2014 mencapai Rp. 464 triliun,  meningkat 161 dibandingkan tahun 2010 sebesar Rp.
289 triliun.  Penerimaan migas berkontribusi paling besar dibandingkan penerimaan sektor ESDM lainnya. Meskipun produksi minyak bumi lebih
rendah dari target, namun kontribusi migas terhadap penerimaan negara selalu melebihi target.
Gambar I-33 Penerimaan Negara dari Sektor ESDM Tahun 2010-2014
•
Selain itu, mineral dan  batubara juga  cenderung ditonjolkan sebagai sumber penerimaan negara. Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat dari
tahun ke tahun kontribusi mineral dan batubara terus meningkat secara signifikan dalam penerimaan negara Sektor ESDM pada APBN. Tidak
jarang ketika belanja negara membengkak maka sektor mineral dan batubara  menjadi  salah satu penyeimbang,  dengan melakukan
BAB SA TU
RENSTRA KESDM 2015-2019
48
peningkatan produksi dan ekspor,  sehingga penerimaan negara dari mineral dan batubara  meningkat.  Penerimaan EBTKE, utamanya
dikontribusikan dari penerimaan panas bumi dari PNBP yang nilainya masih dibawah Rp. 1 triliun dan belum termasuk penerimaan pajak.
Penerimaan sektor ESDM tersebut, tidak termasuk deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM
yaitu PPN, PBBKB dan  PBB serta usaha pertambangan KP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati.
16. Subsidi dan Harga Energi
Pada medio 2010-2014 total subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM, BBN, LPG, dan listrik cenderung meningkat.  Subsidi energi pada tahun
2010 sebesar Rp. 140,46 triliun dan meningkat menjadi Rp. 314,75 triliun pada tahun 2014, yang terdiri dari subsidi BBM, LPG  dan BBN  sebesar
Rp. 229 triliun dan Subsidi listrik sebesar Rp. 85,75 triliun
Data subsidi energi tahun 2014 unaudited
Gambar I-34 Subsidi Energi Tahun 2010-2014
Kenaikan subsidi BBM disebabkan karena konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dolar.
Sebaliknya penurunan subsidi  disebabkan oleh konsumsi BBM yang dibawah kuota, menguatnya nilai tukar rupiah dan yang paling signifikan
adalah kenaikan harga jual BBM.  Pada  tanggal 22 Juni 2013 dilakukan penyesuaian harga BBM untuk Premium dan Solar masing-masing
menjadi sebesar Rp. 6.500liter dan Rp. 5.500liter,  sehingga  subsidi BBM dapat dihemat. Alhasil,  realisasi subsidi BBM tahun 2013 lebih
RENSTRA KESDM 2015-2019
49
rendah dari tahun sebelumnya, dan realisasi volume BBM hanya sekitar 46,3  juta KL atau dibawah target APBN-P 2013 sebesar 48 juta KL.
Namun, realisasi subsidi BBM tahun 2013 tersebut masih lebih besar dari target APBN-P 2013.
Data realisasi subsidi tahun 2014 unaudited
Gambar I-35 Target APBN-P dan Realisasi Subsidi BBM  LPG
Sementara itu, untuk mengendalikan besaran subsidi listrik, Pemerintah bersama PT PLN Persero melakukan langkah-langkah upaya penurunan
Biaya Pokok Penyediaan BPP Tenaga Listrik. Tarif Tenaga Listrik TTL disesuaikan secara bertahap menuju harga keekonomian.
Pada tahun 2013 telah dilaksanakan penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap dan pada akhir tahun 2013 terdapat 4 empat golongan
tarif yang diterapkan tarif non subsidi yaitu golongan pelanggan Rumah Tangga Besar R-3 daya 6.600 VA keatas, golongan pelanggan Bisnis
Menengah B-2 daya 6.600 VA s.d 200 kVA, golongan pelanggan Bisnis Besar B-3 daya di atas 200 kVA, dan golongan pelanggan Kantor
Pemerintah Sedang P-1 daya 6.600 VA s.d 200 kVA. Untuk keempat golongan pelanggan tarif non subsidi tersebut pada tahun 2014
diterapkan tarif adjustment  yang dilakukan dengan mengacu pada perubahan indikator ekonomi makro yaitu kurs, ICP dan inflasi.
BAB SA TU
RENSTRA KESDM 2015-2019
50
Gambar I-36 Perkembangan BPP dan TTL
17. Investasi sektor ESDM