RENSTRA KESDM 2015-2019
130
6. Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha
untuk mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka. Wilayah
terbuka yang ditetapkan menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus memiliki kriteria:
• Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar danatau kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi;
• Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional yang memadai;
• Wilayah tertinggal frontierremote area yang secara potensi dan teknis apabila dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan
membawa multiplier effect yang signifikan.
7. Menyempurnakan pengaturan pengembangan panas bumi termasuk
menyiapkan peraturan pelaksana turunan dari UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, antara lain:
• RPP Bonus Produksi Pengusahaan Panas Bumi; • RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung;
• RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; • Revisi Permen ESDM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi, dengan pokok substansi memperjelas metode evaluasi pada pelaksanaan pelelangan WKP Panas
Bumi sebagaimana tertuang pada Perubahan kedua PP No. 59 Tahun 2007; dan
• Revisi Permen ESDM No. 2 tahun 2009 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi.
8. Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kesiapan steam field
facilities dan pembangkit untuk memastikan tercapainya target produksi uap panas bumi.
9. Koordinasi dan fasilitasi dengan Pemda serta instansi terkait yang
menangani infrastruktur pendukung untuk pembangunan infrastruktur bidang panas bumi.
10. Koordinasi pembinaan dan pengawasan usaha mencakup penyerdahaan
perzinan, percepatan waktu perizinan, koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait.
11. Promosi, penyerbarluasan informasi dan kerjasama bidang panas bumi. 12. Memberikan insentif untuk pengembangan energi panas bumi.
13. Menyiapkan skenario penerapan teknologi binary
yang akan meningkatkan produksi listrik dengan tambahan harga sebesar USD 3-4
centskWh.
RENSTRA KESDM 2015-2019
131
Bahan Bakar Nabati dalam bentuk BBM Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung
kebijakan diversifikasi energi, terkait bahan bakar nabati sebagai BBM, antara lain:
1. Mendorong investasi baru dan peningkatan produksi biofuel
Rencana aksi Satuan
2015 2016
2017 2018
2019 Produksi biofuel
Juta KL 4,07
6,48 6,71 6,96 7,21
-Biodiesel Juta KL
3,91 6,31 6,53 6,77 7,02 -Bioetanol
Juta KL 0,16 0,17 0,18 0,19 0,19
2. Implementasi mandatori pencampuran BBN ke BBM sebagaimana
Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Permen Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan Pemanfaatan dan Tata Niaga
BBN sebagai Bahan Bakar Lain, khususnya kepada Pertamina dan PLN sebagai offtaker anchor buyer.
Rencana aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Transportasi dan Industri 10
20 20
20 20
Pembangkit listrik 25
30 30
30 30
3. Persiapan peningkatan persentase pencampuran biodiesel dari saat ini sebesar 10 menjadi 15. Tantangan implementasi B15 antara lain
disparitas yang cukup besar antara Harga Indeks Pasar HIP BBN dengan HIP BBM dan tidak tersedianya subsidi khusus BBN.
4. Mendorong perizinan Badan Usaha penyalur untuk memperluas
distribusi.
5. Penyiapan kebijakan pengaturan bahan baku BBN termasuk penyiapan
dedicated land untuk BBN atau penerapan DMO bagi bahan baku utama BBN, termasuk bahan baku pendukung.
6. Memperbaiki formula Harga Indeks Pasar HIP BBN agar lebih menarik,
dan memberikan subsidi BBN maksimal Rp. 4.000liter untuk biodiesel dan Rp. 3.000liter untuk bioetanol sebagai campuran BBM khususnya
BBM PSO.
7. Pengujian bersama penyiapan implementasi B-20, termasuk sinkronisasi