RENSTRA KESDM 2015-2019
7
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana Undang-Undang UU  Nomor  17  Tahun  2007  tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJP Tahun 2005-2025, terdapat 4
tahap  pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Nasional RPJMN 5 tahunan. Masing-masing periode RPJMN tersebut memiliki  tema
atau skala prioritas yang berbeda-beda.  Tema RPJMN tahun  2015-2019  atau RPJM ke-3,  adalah: “Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam SDA yang tersedia, Sumber Daya Manusia SDM
yang berkualitas, serta kemampuan Iptek”.  Dalam rangka mewujudkan tema tersebut, maka RPJMN tahun 2015-2019  telah ditetapkan melalui Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015 pada tanggal 8 Januari 2015.
Gambar I-1 Tema RPJMN dalam RPJPN 2005-2025
Sebagai landasan operasional dari RPJMN dimaksud, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM  menetapkan  Rencana Strategis Renstra
KESDM Tahun 2015-2019  yang  penyusunannya dilakukan bersinergi dengan RPJMN. Renstra KESDM tersebut, antara lain berisi mengenai:
1. Kondisi umum mapping, mencakup capaian kinerja tahun 2010-2014,
potensi dan tantangan.
2. Tujuan  dan Sasaran,  merupakan  cerminan dari Visi yang  mencakup
sasaran kuantitatif indikator kinerja yang harus dicapai pada tahun 2019.
3. Strategi,  merupakan  cara  atau  alat untuk mencapai  tujuan  dan sasaran
serta  menjawab  tantangan yang ada.  Strategi  mencakup kegiatan yang dibiayai APBN dan non-APBN serta kebijakan yang sifatnya implementatif.
BAB SA TU
RENSTRA KESDM 2015-2019
8
I.1. KONDISI UMUM DAN CAPAIAN SEKTOR ESDM
Sesuai amanat RPJMN Tahun 2010-2014,  KESDM  utamanya  mengemban tugas melaksanakan “Prioritas  Nasional ke-8 di Bidang Energi”. Sebagai
tolak  ukur keberhasilan pelaksanaan Prioritas  Nasional Bidang  Energi tersebut,  terdapat  6 indikator utama  yang harus dicapai pada akhir tahun
2014. Dari 6 indikator tersebut, 4 diantaranya berhasil dicapai dan 2 lainnya belum terealisasi, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I-1 Capaian Indikator Kinerja Prioritas Nasional Bidang Energi pada RPJMN Tahun 2010-2014
Belum tercapainya produksi minyak bumi disebabkan karena usia lapangan minyak Indonesia yang sudah tua, gangguan produksi dan faktor non-teknis.
Selain itu, akibat terlambatnya produksi minyak bumi secara full  scale  dari Blok Cepu yang merupakan satu-satunya penemuan cadangan minyak besar
di Indonesia sejak tahun 90-an. Target  full scale  blok Cepu  mengalami kemunduran dari semula tahun 2014, menjadi tahun 2015.
Belum  tercapainya target kapasitas terpasang panas bumi sebesar 5.000 MW di tahun 2014 selain karena target yang sangat tinggi, juga disebabkan karena
kendala  perizinan,  lahan, harga jual, negosiasi pengembang dengan PLN, dan benturan antar perundang-undangan. Selain itu, pengelolaannya cukup
kompleks karena terkait lintas kementerian antara lain KESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan,  Kementerian
BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan bahkan juga Pemerintah Daerah.
Upaya telah dilakukan, antara lain menetapkan Permen ESDM terkait kepastian harga, namun perlu didukung dengan perubahan peraturan yang
lebih tinggi dimana pembahasannya memakan waktu cukup lama dan melibatkan banyak stakeholders.  Salah satu upaya mengatasi hal tersebut,
Pemerintah bersama-sama dengan DPR-RI  telah berhasil menyelesaikan perubahan UU Panas Bumi  pada tahun 2014 melalui UU Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi.
RENSTRA KESDM 2015-2019
9
Selain  target pada RPJMN  Tahun  2010-2014  di atas, berikut ini adalah capaian sektor ESDM tahun  2010-2014  secara lebih luas, yang merupakan
pengalaman dan pertimbangan dalam menetapkan target-target kedepan:
1. Produksi Minyak dan Gas Bumi
Industri  minyak bumi nasional sudah tua, lebih dari 100 tahun,  dan produksinya  semakin menurun. Setelah  Indonesia  merdeka, puncak
produksi minyak terjadi sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 1977 dan 1995 yaitu masing-masing sebesar 1,68 juta barrel per day bpd dan 1,62 juta
bpd.  Setelah  tahun  1995,  produksi minyak Indonesia rata-rata  menurun dengan  natural  decline rate  sekitar 12.  Namun sejak tahun 2004
penurunan produksi minyak dapat ditahan dengan decline rate sekitar 3 per tahun.
Pada tahun 2014, produksi minyak bumi hanya sekitar 789 ribu bpd atau menurun menjadi 96  dibandingkan  tahun 2013 sebesar 824 ribu bpd.
Penurunan produksi tersebut,  selain  disebabkan  karena  usia lapangan minyak Indonesia yang sudah tua,  juga karena adanya  kendala teknis
seperti  unplanned shutdown, kebocoran pipa, kerusakan peralatan, kendala subsurface dan gangguan alam. Selain itu, terdapat kendala non
teknis terjadi seperti perizinan,  lahan, sosial dan keamanan. Selain itu, terlambatnya  peak production  dari  the giant field-Blok Cepu, akibat
pembebasan lahan yang berlarut-larut  menyebabkan  on-stream  proyek mundur menjadi tahun 2015.
Meskipun produksi minyak bumi tahun 2014 hanya sekitar 789 ribu bpd, namun jika dilihat minyak dan gas bumi  as a  single comodity,
produksinya mencapai 2,24  juta  barrel oil equivalen per day  boepd. Bahkan jika dilihat energi fosil sebagai satu kesatuan mencakup migas
Gambar I-2 Sejarah Produksi Minyak Indonesia
BAB SA TU
RENSTRA KESDM 2015-2019
10
Sebaliknya, produksi gas bumi Indonesia relatif meningkat sejak tahun 1970-an, meskipun akhir-akhir ini produksinya cederung stagnan pada
kisaran 8.000 mmscfd.  Sejak  tahun 2001, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, produksi gas bumi lebih besar dari minyak bumi. Pada
tahun 2014  produksi gas bumi sebesar 8.147  mmscfd.  Angka produksi gas tersebut berbeda dengan angka lifting  gas  yang pada tahun 2014
sebesar  6.838 mmscfd atau 1.221 ribu boepd. Produksi,  merupakan volume  gas yang tercatat di wellhead  dikurangi  pemakaian sendiri own
use  yaitu untuk gas re-injeksi dan gas lift. Sedangkan lifting  gas bumi adalah produksi dikurangi losses flare dan merupakan sejumlah volume
gas yang terjual terkontrak. Dalam penetapan APBN yang dipakai adalah lifting gas bumi karena dikaitkan dengan penerimaan negara. Namun, dari
sisi teknis produksi gas juga penting karena terkait dengan perhitungan cadangan reservoir performance migas.
2. Penyiapan Wilayah Kerja dan Eksplorasi Migas