RENSTRA KESDM 2015-2019
76
kelangkaan dan mahalnya harga BBM dan LPG di remote area. Pembangunan infrastruktur pendistribusian BBM dan LPG sangat
vital untuk ditingkatkan demi mengurangi biaya transportasi yang mahal.
Permintaan tenaga listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10,1 per
tahun. Sementara itu, pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan hanya dapat memenuhi pertumbuhan listrik
sekitar 7 per tahun. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan tenaga listrik tersebut, mengakibatkan
kekurangan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah terutama di luar sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali tidak dapat dihindari.
Kondisi pertumbuhan penyediaan tenaga listrik yang rendah tersebut juga merupakan akibat krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada periode tahun 19981999, dimana pada saat itu pertumbuhan kapasitas terpasang hanya tumbuh sebesar 1,4.
d. Ketergantungan impor BBMLPG
Konsumsi BBM yang terus meningkat sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk, sementara
produksi minyak mentah dalam negeri terus mengalami penurunan dan kapasitas kilang yang stagnan menyebabkan impor minyak
mentah dan BBM terus meningkat. Ketergantungan Indonesia pada minyak mentah dan BBM impor sangat besar. Pembangunan Kilang
merupakan keniscayaan.
60 kebutuhan LPG dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Suksesnya program konversi minyak tanah ke LPG menyebabkan
konsumsi LPG domestik tumbuh drastis, sementara pasokan dan kilang LPG dalam negeri terbatas. Kondisi ini harus diantisipasi
karena subsidi LPG 3 kg semakin besar mengingat harga jual saat ini sebesar Rp. 4.250kg belum pernah mengalami kenaikan,
padahal harga keekonomian LPG sekitar Rp. 10.000kg. Subsidi LPG 3 kg tahun 2014 dapat mencapai sekitar Rp. 50 triliun.
e. Harga energi belum kompetitif dan subsidi energi tinggi
Pemberlakuan subsidi terhadap energi fosil utamanya BBM, membuat energi lainnya terutama energi baru dan terbarukan
EBT sulit berkembang dan tidak bisa kompetitif dengan energi fosil. Pengembangan EBT membutuhkan nilai investasi yang besar
sehingga membuat harga jual keekonomian lebih tinggi dari poduk energi fosil. Pemberian subsidi energi BBM, LPG dan listrik juga
sangat memberatkan APBN dimana mencapai sekitar Rp. 300 triliun pada tahun 2013 dan 2014. Selain itu, subsidi energi belum
sepenuhnya tepat sasaran karena masih dinikmati oleh
RENSTRA KESDM 2015-2019
77
masyarakat menengah keatas. Namun, perubahan kebijakan harga BBM dan listrik dilakukan pada awal tahun 2015 secara bertahap
sehingga harga energi lebih berkeadilan, namun masyarakat kurang mampu tetap dilindungi.
f. Bauran energi masih didominasi minyak bumi, sedangkan EBT
masih rendah Energi Baru Terbarukan EBT kalah bersaing dengan minyak
bumi karena minyak bumi mudah diperoleh, lebih murah karena di subsidi, dan fleksibel dapat dipergunakan untuk berbagai
kebutuhan tanpa adanya kendala distribusi.
Tantangan pengembangan Panas Bumi meliputi antara lain:
• Tumpang Tindih Lahan. Sebagian besar potensi panas bumi berada pada kawasan hutan. Dari 312 titik potensi yang ada,
sekitar 58 titik potensi atau 8.000 MW 31 berada dalam wilayah hutan konservasi dan sekitar 95 titik potensi atau
10.000 MW 18 berada dalam wilayah hutan lindung. Solusi penyelesaiannya, antara lain penerbitan UU Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi, dan pengusahaan panas bumi saat ini tidak di kategorikan kegiatan pertambangan;
• Harga yang belum menarik dan proses negosiasi. Solusi penyelesaian antara lain Implementasi Permen ESDM Nomor 17
Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara
Persero, Penyelesaian PP Pemanfaatan Tidak Langsung;
• Isu Sosial. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pengusahaan panas bumi yang merupakan energi bersih dan
aman sehingga timbul penolakan terhadap beberapa proyek panas bumi. Solusi Penyelesaiannya antara lain melakukan
koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Akademisi untuk memberikan sosialisasi pada
masyarakat;
• Prosedur lelang panas bumi perlu diperbaiki, dengan melakukan revisi atas PP Nomor 592007 tentang Kegiatan Usaha Panas
Bumi dan disinkronisasi dengan Peraturan Menteri ESDM dalam rangka pengaturan proses lelang WKP Panas Bumi;
• Tidak ada pembebasan PPN atas Impor Barang Kegiatan Eksploitasi Panas Bumi untuk Pengembang setelah Berlakunya
UU No 272003. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap PMK 702013 agar dapat diberikan pembebasan PPN
atas impor barang untuk kegiatan eksploitasi panas bumi bagi pemegang IUP;
BAB SA TU
RENSTRA KESDM 2015-2019
78
• Perbankan nasional kurang tertarik untuk membiayai pengembangan Panas Bumi. Perlu mendorong regulator bidang
moneter untuk menyusun regulasi yang mendukung pembiayaan pengembangan panas bumi dan memberikan
insentif terhadap pendanaan proyek panas bumi.
Tantangan pengembangan bioenergi, antara lain: • Harga. Tidak ada jaminan kepastian harga bioenergi karena
sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku yang merupakan 60 komponen biaya produksi;
• Pendanaan dan Investasi. Perbankan kurang tertarik untuk mendanai. Biaya investasi awal untuk implementasi teknologi
bioenergi dinilai masih tinggi yang mengakibatkan biaya produksi energi dari sumber bioenergi relatif tinggi sehingga
tidak mampu bersaing dengen energi konvensional yang masih disubsidi;
• Lahan. Belum tersedianya lahan khusus untuk penanaman tanaman diversifikasi bahan baku BBN;
• Bahan Baku. Kurangnya jaminan ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan untuk beberapa komoditi bioenergi;
• Infrastruktur. Pengembangan infrastruktur pendukung yang masih kurang;
• Sosial Budaya. Masyarakat masih lebih tertarik untuk menggunakan energi konvensional karena masih disubsidi.
Tantangan pengembangan energi air, angin dan surya, antara lain: • Investasi energi terbarukan masih tinggi dan harganya belum
mencapai keekonomian, sehingga pangsa usahanya sulit bersaing dengan energi konvensional yang masih di-subsidi.
• Sebaran potensi energi terbarukan tidak dapat dipindahkan serta memiliki fluktuasi cukup signifikan.
• Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan energi terbarukan.
g. Pemanfaatan energi belum efisien