Penyiapan Wilayah Kerja dan Eksplorasi Migas Alokasi Gas Bumi untuk Domestik dan Infrastruktur Gas

RENSTRA KESDM 2015-2019 10 Sebaliknya, produksi gas bumi Indonesia relatif meningkat sejak tahun 1970-an, meskipun akhir-akhir ini produksinya cederung stagnan pada kisaran 8.000 mmscfd. Sejak tahun 2001, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, produksi gas bumi lebih besar dari minyak bumi. Pada tahun 2014 produksi gas bumi sebesar 8.147 mmscfd. Angka produksi gas tersebut berbeda dengan angka lifting gas yang pada tahun 2014 sebesar 6.838 mmscfd atau 1.221 ribu boepd. Produksi, merupakan volume gas yang tercatat di wellhead dikurangi pemakaian sendiri own use yaitu untuk gas re-injeksi dan gas lift. Sedangkan lifting gas bumi adalah produksi dikurangi losses flare dan merupakan sejumlah volume gas yang terjual terkontrak. Dalam penetapan APBN yang dipakai adalah lifting gas bumi karena dikaitkan dengan penerimaan negara. Namun, dari sisi teknis produksi gas juga penting karena terkait dengan perhitungan cadangan reservoir performance migas.

2. Penyiapan Wilayah Kerja dan Eksplorasi Migas

Dalam rangka peningkatan produksi migas dalam jangka panjang maka perlu dilakukan pembukaan wilayah kerja dan eksplorasi migas secara masif. Pada periode 2010-2014 telah ditandatangani Kontrak Kerja Sama KKS Wilayah Kerja WK Migas sebanyak 116 KKS yang terdiri dari 81 KKS Migas konvensional dan 35 KKS Migas non-konvensional 34 KKS Coal Bed MethaneCBM dan 1 KKS Shale Gas. dan batubara, maka produksi energi fosil Indonesia tahun 2014 mencapai 7,25 juta boepd, hampir mendekati produksi minyak negara di Timur Tengah, dimana mereka lebih dominan memiliki migas, tetapi tidak memiliki batubara sebagaimana Indonesia. Gambar I-3 Produksi Energi Fosil Indonesia Tahun 2010-2014 RENSTRA KESDM 2015-2019 11 Salah satu tantangan penemuan cadangan adalah menurunnya minat penandatanganan WK Migas sejak tahun 2011 hingga tahun 2014. Hal yang perlu menjadi catatan penting yaitu Kontrak Shale Gas Indonesia pertama kali ditandatangani pada 31 Januari 2013 yaitu Wilayah Kerja MNK Sumbagut yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi PHE. Gambar I-4 Penandatanganan KKS, Firm Commitment dan Bonus Tanda Tangan Meskipun eksplorasi telah dilakukan termasuk pemboran sumur wildcat, namun peluang kegagalan penemuan cadangan atau dry hole masih besar, ini adalah resiko tinggi kegiatan hulu migas. Selama periode 2010- 2014, dari 494 sumur eksplorasi yang dikerjakan, hanya 153 sumur yang disinyalir menemukan cadangan atau success ratio penemuan cadangan migas Indonesia sekitar 31. Gambar I-5 Pemboran Sumur Eksplorasi dan Penemuan Cadangan BAB SA TU RENSTRA KESDM 2015-2019 12

3. Alokasi Gas Bumi untuk Domestik dan Infrastruktur Gas

Sejak tahun 1970-an produksi gas Indonesia lebih dominan untuk ekspor, dimulai saat ditemukannya lapangan gas Badak Kaltim, 1971 dan lapangan Arun NAD, 1972, kemudian diekspor dalam bentuk LNG pertama kali tahun 1977. Sejak tahun 70-an kebutuhan gas domestik dapat dikatakan belum ada hingga tahun 2000-an dimana kebutuhan gas domestik mulai tumbuh dan menjadi sangat dibutuhkan seperti saat ini. Perkembangan 3 sumber LNG Indonesia di Kalimantan Timur, Aceh dan Papua dijelaskan pada gambar di bawah ini. Gambar I-6 Perkembangan Gas Bumi Indonesia Pada tahun 2013, porsi ekspor gas bumi Indonesia sebesar 72 dilakukan melalui LNG dan 28 melalui pipeline. Pangsa pasar ekspor LNG Indonesia mulai dari yang terbesar, yaitu Jepang, Korea, Tiongkok, Taiwan dan Amerika. Sedangkan pangsa ekspor gas melalui pipa, mayoritas atau sekitar 79 ke Singapore dan selebihnya ke Malaysia. Gambar I-7 Pangsa Ekspor Gas Bumi Indonesia Tahun 2014, Pemerintah berhasil melakukan renegosiasi harga gas LNG Tangguh ke Fujian, Tiongkok yaitu meningkat dari US 3,345mmbtu menjadi US 12,8mmbtu dengan asumsi harga minyak sebesar US 100 barel dan batasan maksimum harga minyak sebesar US 38bbl kini ditiadakan. Sehingga, penerimaan negara selama durasi kontrak 2009- 2034 dengan asumsi harga minyak sebesar US 100bbl adalah sebesar US 21,46 miliar. RENSTRA KESDM 2015-2019 13 Pemerintah sangat sadar dalam menetapkan Kebijakan Gas Bumi Nasional dengan melakukan prioritas untuk domestic. Namun, tetap memperhatikan keekonomian dan contract sanctity. Guna mendukung kebijakan tersebut, telah diterbitkan Permen ESDM No. 32010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Bukti kongkret Pemerintah dalam melakukan prioritas kebutuhan gas domestik yaitu meningkatnya persentase penyaluran gas bumi domestik dimana pada tahun 2003 hanya sebesar 25, dan meningkat menjadi 57 pada tahun 2014. Sebaliknya porsi ekspor relatif menurun. Pada tahun 2010, sempat terjadi lonjakan ekspor yang disebabkan karena beroperasinya LNG Tangguh Train 1 dan 2 yang melakukan ekspor utamanya ke Fujian, Tiongkok pada pertengahan 2009 dan mencapai puncak ekspor pada tahun 2010. Pada tahun 2011, porsi ekspor kembali menurun seiring dengan meningkatnya penyaluran untuk domestik. Poin menarik dari kebijakan Pemerintah ini adalah, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, mulai tahun 2013 penyaluran gas untuk domestik lebih besar daripada ekspor. Gambar I-8 Pemenuhan Gas Bumi Domestik dan Ekspor Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik, maka dilakukan pembangunan infrastruktur gas secara masif, antara lain: Floating Storage Regasification Unit FSRU, LNG Receiving Terminal, dan pipa transmisi gas. Beberapa infrastruktur gas bumi strategis yang telah dibangun pada periode 2010-2014, antara lain: BAB SA TU RENSTRA KESDM 2015-2019 14 • FSRU Jawa Barat 3 MTPA, dibangun oleh Nusantara Regas, merupakan FSRU pertama di Indonesia yang beroperasi pada Juli 2012. FSRU tersebut, pertama kali mendapatkan alokasi gas dari LNG Tangguh dan LNG Bontang untuk disalurkan ke PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok. • FSRU Lampung 3 MTPA, dibangun PT PGN, dan beroperasi pada Agustus 2014. Pada tahap awal, alokasi gas berasal dari Tangguh dan disalurkan bagi industri di Lampung. Selanjutnya gas juga dapat disalurkan ke pembangkit listrik, rumah tangga dan UMKM. • LNG Regasification Unit Arun 3 MTPA dan pipa transmisi gas Arun- Belawan, dibangun Pertamina dan beroperasi pada awal 2015. Pada tahap awal, alokasi gas berasal dari Bontang dan Tangguh, untuk kemudian disalurkan ke pembangkit listrik dan industri. • Pipa gas Kalija I Kepodang-Tambak Lorok dengan panjang sekitar 207 km, diameter 14 inchi dan kapasitas desain 150 MMSCFD, ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2015. • Infrastruktur gas lainnya yang masih dalam proses pembangunan antara lain: LNG Donggi-Senoro, LNG Masela, LNG Tangguh Train-3, Receiving Terminal Banten, FSRU Jawa Tengah, dan pipa Gresik- Semarang.

4. Penyediaan Bahan Bakar Minyak