Kebijakan Menaikkan Harga Pupuk 20 persen

komoditi karet. Sedangkan skenario harga pupuk sebesar 20 persen S2 memberikan penurunan penerimaan devisa paling besar, yaitu untuk komoditi CPO sebesar 183.25 ribu US Dollar dan untuk komoditi karet alam sebesar 82.77 ribu US Dollar. Tabel 47. Dampak Berbagai Alternatif Kebijakan terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Industri Kelapa Sawit dan Karet Indonesia Perubahan Kesejahteraan Satuan S 1 S 2 S 3 S 4 S 5 S 6 Komoditi Minyak Sawit Kasar CPO Surplus Produsen Perkebunan Rakyat Miliar Rp. 53.66 34.32 19.44 1,401.26 30.48 69.74 Perkebunan Besar Negara Miliar Rp. 29.07 20.04 11.20 763.99 16.65 39.83 Perkebunan Besar Swasta Miliar Rp. 80.26 49.10 29.07 2,075.70 45.15 105.20 Surplus Konsumen Indutri MG Miliar Rp. 51.09 35.77 19.81 1,296.35 28.97 71.08 Surplus Total Miliar Rp. 111.90 67.70

39.90 2,944.60

122.75 143.69 Penerimaan Devisa Ribu USD

18.42 183.25 106.77

107.05 19.94

89.69 Komoditi Karet Alam

Surplus Produsen Perkebunan Rakyat Miliar Rp. 0.15 14.78 26.98 2,063.98 27.14 Perkebunan Besar Negara Miliar Rp. 0.02 2.10 3.87 294.54 3.87 Perkebunan Besar Swasta Miliar Rp. 0.02 2.20 4.09 313.90 4.10 Surplus Konsumen Indutri Ban Miliar Rp. 0.01 1.17 2.19 159.75 - 2.20 Surplus Total Miliar Rp. 0.18

17.91 32.74

2,512.68 -

32.90 Penerimaan Devisa

Ribu USD 0.93

82.77 149.48

60.44 -

150.95 Keterangan: S1 = Skenario penurunkan tingkat suku bunga sebesar 15 persen S2 = Skenario kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen S3 = Skenario kenaikan tingkat upah subektor perkebunan sebesar 20 persen S4 = Skenario depresiasi Rupiah sebesar 40 persen S5 = Skenario penurunan pajak ekspor CPO sebesar 40 persen S6 = Skenario kombinasi penurunan tingkat suku bunga 15 persen dan kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dampak kebijakan ekonomi terhadap industri kelapa sawit dan karet Indonesia dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Pada subblok produksi terdapat persaingan antara kelapa sawit dan karet dalam menggunakan sumberdaya lahan yang tersedia. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa harga domestik karet memiliki hubungan negatif terhadap areal tanaman menghasilkan kelapa sawit, demikian sebaliknya harga CPO memiliki hubungan negatif terhadap luas areal tanaman menghasilkan karet. Produksi merupakan hasil kali antara luas areal tanaman menghasilkan dengan produktivitas. Luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit dipengaruhi oleh lag 3 tahun harga domestik CPO, lag 3 tahun harga domestik karet, lag 3 tahun suku bunga, tingkat upah sektor perkebunan, harga pupuk, dan teknologi. Luas areal tanaman menghasilkan karet dipengaruhi oleh lag 4 tahun harga domestik CPO, lag 4 tahun harga domestik karet, lag 4 tahun suku bunga, tingkat upah sektor perkebunan, harga pupuk, dan teknologi. Produktivitas kelapa sawit dan karet alam dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, luas areal tanaman menghasilkan, upah riil, harga pupuk riil, dan teknologi. Produktivitas lebih responsif terhadap perubahan harga pupuk riil dari pada perubahan upah riil untuk perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara. 2. Pada subblok pasar domestik, tidak terdapat keterkaitan antara pasar domestik CPO dan pasar domestik karet alam Indonesia, karena kedua komoditi tersebut memiliki pasar yang berbeda. Harga domestik CPO dan karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor, permintaan domestik, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, dan lag harga domestik. Harga domestik lebih responsif terhadap perubahan harga ekspor dari pada perubahan permintaan. Permintaan CPO oleh industri minyak goreng dan permintaan karet alam oleh industi ban domestik dipengaruhi harga input, harga output, tingkat suku bunga, dan permintaan industri domestik tahun sebelumnya. Permintaan industri domestik lebih responsif terhadap perubahan harga input dibanding perubahan harga output industri itu sendiri. 3. Demikian halnya pada blok pasar dunia, tidak ada keterkaitan antara pasar CPO dunia dan pasar karet alam dunia karena kedua komoditi tersebut memiliki pasar yang berbeda. Volume ekspor CPO dan karet alam dipengaruhi oleh jumlah produksi, permintaan industri domestik, harga ekspor, dan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Dalam jangka panjang perubahan volume ekspor CPO dan karet alam sangat responsif terhadap perubahan jumlah produksi. Harga ekspor CPO dan karet alam dipengaruhi oleh harga di pasar dunia, pajak ekspor dan lag harga ekspor. Harga ekspor CPO dan karet alam lebih responsif terhadap perubahan harga dunia. Harga CPO dan karet alam dunia dipengaruhi oleh jumlah ekspor, impor dunia, dan harga dunia tahun sebelumnya, dimana harga dunia cenderung meningkat hal ini disebabkan permintaan impor yang semakin meningkat. Impor CPO dan karet alam dari negara importir dipengaruhi oleh harga dunia, nilai tukar mata uang negara tersebut, dan jumlah impor tahun sebelumnya Konsumsi negara-negara importir utama