Perkembangan Luas Areal Perkebunan

Tingginya produktivitas pada perkebunan negara diduga karena, manajemen produksi yang relatif lebih baik, umumnya umur tanaman berada pada tahap produksi. Sedangkan pada perkebunan rakyat dimama umur tanaman relatif lebih muda dan manajemen produksi yang kurang baik. Produksi karet Indonesia memiliki peranan cukup besar dalam perkaretan dunia. Deptan 2005b menyatakan bahwa pada tahun 2002 diperoleh produksi karet Indonesia sebesar 1.63 juta ton yang menempati peringkat kedua di dunia, setelah Thailand dengan produksi sekitar 2.35 juta ton. Posisi selanjutnya ditempati India 0.63 juta ton, Malaysia 0.62 juta ton, China 0.45 juta ton, dan Vietnam 0.29 juta ton. Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor. Perkembangan produksi karet Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, mengalami peningkatan produksi dari 1.60 juta ton pada tahun 1999 menjadi 2.75 juta ton pada tahun 2008, dengan pangsa produksi perkebunan rakyat sebesar 79 persen, perkebunan besar negara sebesar 10.06 persen, dan perkebunan besar swasta sebesar 10.94 persen. Adapun laju pertumbuhan produksi selama 10 tahun terakhir adalah 7.09 persen per tahun. Kondisi di bawah ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan produktivitas karet antar bentuk pengusahaan perkebunan. Pada tahun 1999, produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perkebunan negara, yaitu 0.83 tonha, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta yaitu 0.75 tonha dan perkebunan rakyat sebesar 0.39 tonha. Namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan produktivitas menjadi 1.20 tonha untuk perkebunan negara, 1.14 tonha untuk perkebunan besar swasta dan 0.78 tonha untuk perkebunan rakyat. Sama seperti perkebunan kelapa sawit, produktivitas pada perkebunan karet yang diusahakan oleh perkebunan negara lebih tinggi diduga karena, manajemen produksi yang relatif lebih baik, umumnya umur tanaman yang relatif lebih tua dan berada pada tahap produksi. Sedangkan pada perkebunan rakyat disebabkan oleh umur tanaman relatif lebih muda dan manajemen produksi yang kurang baik.

5.3. Perkembangan Ekspor dan Impor

Ekspor komoditas perkebunan selama ini dari segi nilai ekspor mengalami peningkatan yang cukup besar walaupun tidak selalu signifikan dengan peningkatan volume ekspor sehubungan dengan adanya fluktuasi harga. Dalam hal impor komoditas primer perkebunan, yang memprihatinkan adalah masih relatif tingginya impor beberapa komoditas yang sesungguhnya masih memiliki potensipeluang pengembangannya. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit CPO dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit terbesar pula tetapi dalam keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO, dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia tahun 1999-2005 meningkat. Pada tahun 1999 volume ekspor minyak sawit atau CPO sebesar 3.29 juta ton senilai 1 114 juta US menjadi 10.37 juta ton senilai 3 756 juta US pada tahun 2005. Sedangkan minyak inti sawit atau PKO sebesar 597 843 ton senilai 347.9 juta US menjadi 1 042 613 ton senilai 602.6 juta US pada tahun 2005 seperti terlihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil Indonesia Tahun 1999-2008 Tahun Ekspor Impor Minyak Kelapa Sawit CPO Minyak Inti Sawit PKO Minyak Kelapa Sawit CPO Minyak Inti Sawit PKO Volume ton Nilai 000 US Volume ton Nilai 000 US Volume ton Nilai 000 US Volume ton Nilai 000 US 1999 3 298 987 1 114 242 597 843 347 975 1 648 543 1 209 1 004 2000 4 110 027 1 087 278 578 825 23 912 435 402 3 638 2 404 2001 4 903 218 1 080 906 581 926 146 259 141 60 4 974 2 464 2002 6 333 708 2 092 404 738 416 256 234 9 499 3 267 2 362 1 478 2003 6 386 409 2 454 626 659 894 264 678 4 014 2 201 1 592 1 066 2004 8 661 647 3 441 776 904 327 502 681 432 1 937 3 564 3 157 2005 10 375 792 3 756 557 1 042 613 602 606 1 081 5 374 3 257 2 992 2006 10 471 915 3 522 810 1 274 039 616 476 1 645 1 287 1 386 1 207 2007 11 875 418 7 868 640 1 335 324 997 805 1 067 1 023 3 594 6 013 2008 14 290 687 12 375 571 3 850 319 1 734 658 8 822 5 013 2 172 3 940 Sumber: Ditjenbun, 2009. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk fraksi cair olein dari Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana di Indonesia terjadi rush export. Dalam keadaan demikian biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri yang pernah mencapai 40 persen. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet. Adapun pertumbuhan ekspor karet dan barang karet pada periode 2005-2007 mencapai sekitar 65 persen. Negara Produsen utama dunia adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India, dan China. Indonesia merupakan produsen karet no 2 dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2.55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand produksi sebesar 2.97 juta ton dan Indonesia memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3.4 juta hektar di tahun 2007 Parhusip, 2008. Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Karet Alam Indonesia Tahun 1999-2008 Tahun Ekspor Impor Volume ton Nilai 000 US Volume ton Nilai 000 US 1999 1 494 543 849 200 17 962 10 727 2000 1 379 612 888 623 32 548 18 120 2001 1 453 382 786 197 9 298 6 557 2002 1 495 987 1 037 562 9 911 7 334 2003 1 662 210 1 494 811 17 840 15 555 2004 1 874 261 2 180 029 7 648 6 876 2005 2 024 593 2 582 875 6 687 6 441 2006 2 286 897 4 321 525 6 905 12 926 2007 2 407 972 4 868 700 9 915 13 327 2008 2 283 154 6 023 296 12 570 24 204 Sumber: Ditjenbun, 2009. Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar dunia dan kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri masih rendah. Volume ekspor karet alam Indonesia sejak tahun 1996 hingga 2000 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1996 ekspor karet alam Indonesia adalah sekitar 1.5 juta ton kemudian menurun pada tahun 1997 dan naik kembali pada tahun 1998 hampir mendekati 1.6 juta ton. Setelah itu terus menurun, hingga pada tahun 2000 ekspor karet alam Indonesia berada di bawah 1.4 juta ton. Penurunan volume ekspor yang terjadi sejak tahun 1998 ini sangat erat kaitannya dengan penurunan harga karet di pasaran dunia sejak periode tersebut. Volume ekspor karet pada tahun 2002 mencapai 1.49 juta ton dengan nilai US 1 037 juta. Penurunan volume ekspor karet alam Indonesia yang tejadi selama tahun 1996-2000 disertai dengan penurunan harga karet alam di pasar dunia berdampak secara langsung terhadap perolehan devisa negara yang diperoleh dari komoditas ini. Devisa yang dihasilkan dari karet alam mengalami penurunan yang sangat nyata dari US 1 894 juta pada tahun 1996 hingga menjadi US 849 juta pada tahun 1999 dan kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi US 4 868 juta Deptan, 2005b. Pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia selama periode 2000-2005 adalah sekitar 7.96 persen. Pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia cenderung stabil, sedangkan nilai ekspornya berfluktuatif karena terkait dengan harga ekspor karet. Harga ekspor karet Indonesia sangat bergantung pada harga karet alam dunia, penawaran dan permintaan serta daya saing ekspor karet alam Indonesia dibandingkan dengan ekspor dari negara-negara pengekspor lainnya. Sementara itu volume impor karet alam ke Indonesia relatif sangat kecil, dan terbatas dalam bentuk lateks pekat yang dibutuhkan oleh industri barang jadi lateks dalam negeri Deptan, 2007b.

5.4. Perkembangan Konsumsi Domestik

Minyak sawit CPO memiliki pasar yang sangat prospektif dimasa-masa mendatang. Potensi pasar tersebut terlatak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit tersebut antara lain sebagai bahan baku industri pangan, dapat pula digunakan sebagai bahan baku non pangan seperti oleochemical, biodisel atau biofuel, dan lainnya. Di Indonesia CPO banyak terserap untuk industri minyak goreng sedangkan untuk industri lain masih kecil. Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1990-an produksi CPO Indonesia sebagain besar dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan industri domestik, yaitu industri minyak goreng. Namun sejak tahun 2000 sebagian besar produksi CPO Indonesia diekspor ke luar negeri. Kondisi tahun 2008, alokasi CPO untuk pemenuhan konsumsi domestik hanya 18.47 persen dari total produksi CPO Indonesia. Sumber: Ditjenbun 2009a Gambar 13. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun 1994-2008 Karet alam digunakan sebagai bahan baku industri memiliki potensi pengembangan yang cukup baik dalam jangka panjang karena pertumbuhan konsumsi karet alam China dan negara berkembang lainnya Parhusip, 2008. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 Produksi Ton EksporTon Konsumsi Domestik Ton Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa kondisi perkaretan Indonesia menunjukkan hampir 85 persen dari total produksi karet nasional ditujukan untuk ekspor dengan negara tujuan utama USA, China, Singapura, Jepang, dan Jerman sedangkan sisanya diserap oleh industri dalam negeri. Konsumsi karet alam domestik masih tergolong rendah dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi setiap tahunnya. Konsumsi karet dalam negeri hanya mencapai 414 ribu ton dari total produksi mencapai 2751 ribu ton. Karet alam dalam negeri digunakan untuk keperluan bahan baku oleh industri ban, sarung tangan, dan alat-alat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan industri dalam negeri menyerap produksi karet alam masih rendah dan relatif stagnan. Industri ban dominan menyerap pasokan karet dalam negeri yaitu mencapai 55 persen dari total konsumsi industri karet nasional. Sumber: Ditjenbun 2009a Gambar 14. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Domestik Karet Alam Tahun 1994-2008

5.5. Perkembangan Harga Crude Palm Oil dan Karet Alam

Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit CPO dunia, namun sampai saat ini belum mampu menjadi negara acuan referensi harga CPO dunia. 500 1000 1500 2000 2500 3000 Produksi Ton Ekspor ton Konsumsi Domestik ton Harga CPO domestik masih mengacu pada pasar fisik Rotterdam dan pasar berjangkaderivatif di Kuala Lumpur MDEX sebagai harga pasar CPO dunia Agustira dan Angga, 2010 Harga CPO di pasar domestik dan pasar dunia menunjukkan kecenderungan semakin menaik. Pergerakan harga CPO dunia di trasmisikan ke pasar domestik border price dan whole price melalui mekanisme pasar. Pergerakan harga CPO domestik searah dengan perkembangan CPO di pasar dunia seperti ditunjukkan dalam Gambar 15. Pergerakan harga CPO mempunyai siklus bisnis business cycle sekitar 5-6 tahun. Selain siklus bisnis harga CPO juga memiliki fluktuasi musiman dalam istilah teknis disebut sebagai seasonality cycle. Pola harga CPO biasanya pada bulan Januari biasanya paling tinggi kemudian turun melandai pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei, penurunan paling tajam terjadi pada Mei sampai Agustus dan naik sampai dengan bulan Januari Buana, 2001 Sumber: Bank Indonesia 2009 Gambar 15. Perkembangan Harga CPO di Pasar Domestik dan Pasar Dunia Tahun 1994-2008 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 HCPO RpKg WCPOP USTon