pendugaan parameter dan elastisitas dari peubah-peubah yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia YWIT
Peubah Koefisien
t Value Pr |t|
E
SR
Perkebunan Rakyat PR Intersep
2.954708 3.61
0.0017 Areal Tanaman Menghasilkan PR
-0.0011 -1.73
0.0998 -0.3088
Harga pupuk -0.00101
-1.91 0.0712
-0.4572 Upah
t-1
-3.15E-06 -1.08
0.2941 -0.4024
Trend waktu 0.177912
2.33 0.0304
R
2
=0.38770 F =3.71
DW=2.25446 Perkebunan Besar Negara PBN
Intersep 1.491859
2.02 0.0559
Harga pupuk
t
-0.00035 -1.27
0.2189 -0.1100
Upah
t-1
-1.99E-07 -0.17
0.8664 -0.0179
Produktivitas PBN
t-1
0.711378 5.04 .0001
R
2
=0.64345 F =12.6
DW=2.181 Dh=0.642 Perkebunan Besar Swasta PBS
Intersep 7.648976
4.12 0.0006
Harga domestik CPO 0.000045
0.4 0.6953
0.0493 Areal tanaman menghasilkan PBS
-0.00049 -1.33
0.1992 -0.1188
Harga pupuk -0.00114
-2.27 0.0347
-0.3488 Upah
-5.75E-06 -2.19
0.0413 -0.5048
Suku bunga -0.0082
-0.97 0.3446
-0.1353 R
2
=0.55088 F =4.65
DW=2.18787
Keterangan: E
SR
= Elastisitas Jangka Pendek Hasil pendugaan pada Tabel 11 menunjukkan semua tanda koefisien dari
masing masing peubah sesuai dengan yang diharapkan. Pada perkebunan rakyat luas areal tanaman menghasilkan, harga pupuk riil, dan teknologi berbeda nyata
dengan nol pada taraf α =0.10, α = 0.10, dan α = 0.05. Pada perkebunan besar
negara peubah harga pupuk riil dan lag produktivitas berdeda nyata dengan nol pada taraf α =0.20 dan α = 0.01. Sedangkan pada perkebunan besar swasta peubah
luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.20, harga pupuk riil dan upah riil berbeda nyata dengan nol pada taraf
α = 0.05, sedangkan peubah harga domestik CPO, suku bunga riil pengaruhnya tidak berbeda nyata dengan nol.
Berdasarkan koefisien elastisitas, ternyata respon produktivitas untuk semua bentuk pengusahaan perkebunan kelapa sawit inelastis terhadap harga
semua input. Hal ini mencerminkan bahwa petani atau pengusaha sudah cukup mapan dalam upaya peningkatan produktivitas.
6.2.2.2 Produktivitas Karet
Hasil pendugaan terhadap respon produktivitas karet dipengaruhi oleh harga domestik riil karet HRETR, luas areal tanaman menghasilkan karet
LATMRET, tingkat upah riil UPAHR, harga pupuk riil HPUKR, teknologi TREND, dan lag produktivitas LYRET Berdasarkan hasil pendugaan pada
Tabel 12 menunjukkan semua tanda koefisien dari masing-masing peubah sesuai dengan yang diharapkan.
Pada persamaan produktivitas karet, peubah harga domestik riil karet memiliki pengaruh yang positip terhadap produktivitas karet alam dan secara
statistik berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.10 untuk perkebunan rakyat. Sedangkan untuk perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta
menunjukkan hubungan positif tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol.
Peningkatan luas areal tanaman karet ternyata menurunkan produktivitas pada semua bentuk pengusahaan perkebunan. Respon produktivitas yang negatif
terhadap perubahan luas areal mencerminkan skala usaha perkebunan sudah berada dalam kondisi perolehan yang menurun decreasing return to scale. Hal
ini juga dapat disebabkan karena areal perluasan perkebunan menggunakan areal yang memiliki agroekosistem dan tingkat kesuburan yang kurang baik.
Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produktivitas Karet Indonesia YRET.
Peubah Koefisien
t Value Pr |t|
E
SR
E
LR
Perkebunan Rakyat Intersep
0.856935 4.17 0.0005
Harga domestik karet
t-1
8.31E-06 1.75 0.0958
0.1098 Areal menghasilkan karet
-0.00014 -0.87 0.3937 -0.3916
Harga pupuk -0.00021
-5.68 .0001 -0.3650
Upah
t-1
-3.71E-07 -1.86 0.0779 -0.1820
Trend waktu 0.024413
3.41 0.0029 R
2
=0.90060 F=34.43 DW=1.24750 Dh=0.784
Perkebunan Besar Negara Intersep
0.978684 2.04 0.0563
Harga domestik karet 2.93E-06
0.28 0.7853 0.0227
0.0489 Areal menghasilkan karet
-0.00122 -0.65 0.5244 -0.1979 -0.4267
Harga pupuk
t-1
-0.00018 -1.94 0.0681 -0.1807 -0.3897
Upah
t-1
-5.54E-07 -1.33
0.201 -0.1575 -0.3396 Trend waktu
0.009179 1.91 0.0724
Produktivitas PBN
t-1
0.53632 2.46 0.0242
R
2
=0.65190 F =5.62
DW=1.78110 Perkebunan Besar Swasta
Intersep 3.541727
4.85 0.0001 Harga domestik karet
3.59E-06 0.33 0.7438
0.0256 0.0378
Areal menghasilkan karet -0.0183
-4.42 0.0003 -2.3010 -3.3930 Harga pupuk
-0.00045 -3.17 0.0053 -0.4186 -0.6172
Upah -1.39E-06
-3.19 0.005 -0.3711 -0.5472
Trend waktu 0.074873
5.12 .0001 Produktivitas
t-1
0.321849 2.07 0.0529
R
2
=0.88717 F=23.59 DW=1.38608 Dh=2.436
Keterangan: E
SR
= Elastisitas Jangka Pendek; E
LR
= Elastisitas Jangka Panjang Respon produktivitas karet alam terhadap harga riil pupuk menunjukkan
hubungan yang negatif dan secara statistik berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.01 untuk perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta. Sedangkan untuk
perkebunan besar negara kenaikan harga riil pupuk memerlukan waktu penyesuaian satu tahun menurunkan produktivitas dan secara statistik berbeda
nyata dengan nol pada taraf α = 0.10.
Tingkat upah riil menunjukkan hubungan negatif terhadap produktivitas karet alam dan secara statistik berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.01 pada
perkebunan besar swasta. Akan tetapi memerlukan waktu penyesuaian satu tahun untuk menurunkan produktivitas pada perkebunan rakyat dan perkebunan besar
negara. Secara statistik berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.10 untuk perkebunan rakyat, sedangkan pada perkebunan besar negara pada taraf α =0.20.
Peubah trend waktu yang merupakan proksi dari perkembangan teknologi pada semua bentuk pengusahaan berpengaruh positif terhadap produktivitas karet.
Selain itu peubah lag produktivitas memiliki nilai positif dan secara statistik berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.05.
Berdasarkan koefisien elastisitas, ternyata respon produktivitas untuk semua bentuk pengusahaan perkebunan karet inelastis terhadap semua peubah
dalam model baik jangka pendek maupun jangka panjang kecuali respon produktivitas terhadap luas areal tanaman menghasilkan karet pada besar swasta.
Hal ini mencerminkan bahwa petani dan pengusaha sudah cukup mapan dalam usaha peningkatan produktivitas.
6.2.3 Ekspor Indonesia
Peningkatan produksi domestik tidak diikuti oleh peningkatan industri pengolahan sehingga sebagian besar dari jumlah produksi CPO dan karet alam
diekspor ke pasar internasional. Model ekspor Indonesia tidak didisagregrasi
berdasarkan negara tujuan melainkan diformulasikan sebagai total ekspor Indonesia ke pasar internasional.
Nilai tukar mempunyai peranan yang sangat penting dalam perdagangan internasional. Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar akan