Analisis Perubahan Kesejahteraan Analisis Data

pangsa produksi perkebunan rakyat dari 23.98 persen pada tahun 1999 menjadi 39.47 persen pada tahun 2008. Hal ini karena perkembangan luas areal perkebunan rakyat. Sedangkan pangsa produksi perkebunan besar negara memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun dari 22.75 persen pada tahun 1999 menjadi 11.04 persen pada tahun 2008 dan pangsa produksi pada perkebunan besar swasta memperlihatkan kecenderungan yang menurun dari 53.27 persen pada tahun 1999 menjadi 49.47 persen pada tahun 2008. Kondisi di atas menunjukkan bahwa terjadi perbedaan produktivitas kelapa sawit antar bentuk pengusahaan perkebunan. Pada tahun 1999, produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perkebunan negara, yaitu 2.55 tonha, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta yaitu 1.55 tonha dan perkebunan rakyat sebesar 1.48 tonha. Tabel 6. Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun 1999-2008 Tahun PR PBN PBS Produksi Total Produksi ton Pangsa Produksi ton Pangsa Produksi ton Pangsa 1999 1 206 410 75.20 181 522 11.31 216 427 13.49 1 604 359 2000 1 125 161 74.94 169 866 11.31 206 401 13.75 1 501 428 2001 1 209 284 75.23 182 578 11.36 215 599 13.41 1 607 461 2002 1 226 647 75.24 186 535 11.44 217 177 13.32 1 630 359 2003 1 396 244 77.90 191 699 10.70 204 405 11.40 1 792 348 2004 1 662 016 80.45 196 088 9.49 207 713 10.05 2 065 817 2005 1 838 670 80.97 209 837 9.24 222 384 9.79 2 270 891 2006 2 082 597 78.97 265 813 10.08 288 821 10.95 2 637 231 2007 2 176 686 79.00 277 200 10.06 301 286 10.94 2 755 172 2008 2 173 616 79.00 276 809 10.06 300 861 10.94 2 751 286 Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Sumber: Ditjenbun, 2009 . Tingginya produktivitas pada perkebunan negara diduga karena, manajemen produksi yang relatif lebih baik, umumnya umur tanaman berada pada tahap produksi. Sedangkan pada perkebunan rakyat dimama umur tanaman relatif lebih muda dan manajemen produksi yang kurang baik. Produksi karet Indonesia memiliki peranan cukup besar dalam perkaretan dunia. Deptan 2005b menyatakan bahwa pada tahun 2002 diperoleh produksi karet Indonesia sebesar 1.63 juta ton yang menempati peringkat kedua di dunia, setelah Thailand dengan produksi sekitar 2.35 juta ton. Posisi selanjutnya ditempati India 0.63 juta ton, Malaysia 0.62 juta ton, China 0.45 juta ton, dan Vietnam 0.29 juta ton. Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor. Perkembangan produksi karet Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, mengalami peningkatan produksi dari 1.60 juta ton pada tahun 1999 menjadi 2.75 juta ton pada tahun 2008, dengan pangsa produksi perkebunan rakyat sebesar 79 persen, perkebunan besar negara sebesar 10.06 persen, dan perkebunan besar swasta sebesar 10.94 persen. Adapun laju pertumbuhan produksi selama 10 tahun terakhir adalah 7.09 persen per tahun. Kondisi di bawah ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan produktivitas karet antar bentuk pengusahaan perkebunan. Pada tahun 1999, produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perkebunan negara, yaitu 0.83 tonha, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta yaitu 0.75 tonha dan perkebunan rakyat sebesar 0.39 tonha. Namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan produktivitas