Perkembangan Harga Crude Palm Oil dan Karet Alam

Bagi negara-negara importir seperti Amerika Serikat, dan Jepang, karet alam diperdagangkan tanpa adanya hambatan baik berupa tarif maupun non tarif. Tidak adanya pembatasan perdagangan karet alam di Amerika Serikat dan Jepang karena kedua negara tersebut merupakan kosumen absolut yang tidak dapat menghasilkan atau memproduksi karet alam sendiri sehingga jika dilakukan hambatan terhadap impor karet alam akan merugikan industri dalam negerinya. Kebijakan pajak ekspor untuk komoditas karet alam pernah diterapkan oleh pemerintah pada tahun 1969 -1975 sebesar 10 persen, dan pada tahun 1976- 1981 diturunkan menjadi sebesar 5 persen. Sejak tahun 1982 pemerintah menghapus pajak ekspor atau mengenakan tarif sebesar 0 persen untuk komoditas karet alam Limbong, 1994. Saat ini ekspor karet alam Indonesia tidak dibatasi tarif atau pajak ekspor. Sedangkan untuk komoditas karet alam yang di impor oleh Indonesia dikenakan bea masuk atau tarif impor sebesar 5 persen yang bertujuan melindungi produsen domestik. Hasil produksi karet alam Indonesia saat ini kurang bisa diserap oleh pasar domestik karena adanya pengenaan pajak pertambahan nilai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjulan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000, komoditas karet alam yang diperdagangkan di pasar domestik dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Hal ini menyebabkan bagi konsumen domestik karet alam impor menjadi lebih murah dari pada karet alam yang di produksi di dalam negeri. Berbagai upaya sedang dilakukan oleh masyarakat perkaretan Indonesia untuk mengubah keputusan yang merugikan ini. Selain kebijakan perdagangan dalam hal pajak baik ekspor maupun impor, pemerintah juga mengeluarkan keputusan yang terkait dengan upaya distorsi perdagangan karet alam melalui pembentukan International Tripartite Rubber Corporation ITRO. Kesepakatan ini direspon dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 58MPPKrpI2002 pada tanggal 31 Januari 2002 mengenai penugasan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Gapkindo sebagai National Tripartite Rubber Corporation NTRC.

VI. KERAGAAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

6.1 Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model Model ekonometrika industri kelapa sawit dan karet dalam penelitian ini merupakan model simultan yang dibangun dari 62 persamaan; terdiri atas 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu time series dengan periode pengamatan tahun 1983 sampai dengan tahun 2008. Secara umum, hasil pendugaan model yang dilakukan dengan metode Two-Stage Least Square 2SLS menunjukkan semua peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam persamaan memiliki tanda yang sesuai dengan harapan, khususnya dilihat dari teori ekonomi. Kriteria statistika yang umum digunakan dalam mengevaluasi hasil pendugaan model cukup menyakinkan. Sebagian besar 81 persamaan struktural memiliki koefisien determinasi R 2 diatas 0.75 dan hanya dua persamaan yang memiliki R 2 dibawah 0.55 dengan kisaran antara 0.38 sampai 0.54. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubah-peubah penjelas exogenous variable yang ada dalam persamaan struktural mampu menjelaskan dengan baik peubah endogen endogenous variable. Sedangkan dilihat dari nilai F umumnya tinggi yaitu berkisar antara 3.17 sampai 1437.5 yang berarti variasi peubah-peubah penjelas dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama mampu menjelaskan peubah endogennya di samping itu setiap persamaan struktural memiliki besaran dan tanda parameter sesuai dengan yang diharapkan. Hasil pendugaan model secara lengkap disajikan pada lampiran 3. Nilai statistik t digunakan untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Hasil statistik t yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa peubah penjelas yang tidak berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf α = 0.01. Dalam penelitian ini taraf α yang digunakan cukup fleksibel sebagai berikut: A Berbeda nyata dengan nol pada taraf α = 0.05 B Berbeda nya ta dengan nol pada taraf α = 0.10 C Berbeda nyat a dengan nol pada taraf α = 0.15 D Berbeda nya ta dengan nol pada taraf α = 0.20 Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, dengan mempertimbangkan model cukup besar dengan periode pengamatan cukup panjang, maka hasil pendugaan model cukup representatif untuk menangkap fenomena ekonomi dari industri kelapa sawit dan karet baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

6.2 Keragaan Blok Indonesia

Keragaan produksi kelapa sawit dan karet Indonesia dalam model ini disajikan dalam bentuk respon areal tanaman dan produktivitas yang masing- masing terdiri atas tiga persamaan didisagregasi berdasarkan bentuk pengusahaan perkebunan yaitu: Perkebunan Rakyat PR, Perkebunan Besar Negara PBN, dan Perkebunan Besar Swasta PBS. Hasil pendugaan parameter untuk luas areal tanaman menghasilkan disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

6.2.1 Luas Areal Tanaman Menghasilkan

Luas areal tanaman menghasilkan suatu komoditi saling terkait dengan luas areal tanaman menghasilkan komoditi lainnya dengan suatu asumsi