kegiatan pengembangan perkebunan nipah dan pabrik bioetanol layak untuk dilaksanakan ssecara bersama-sama pada tingkat discount rate 13 persen, dimana
nilai NPV lebih besar dari satu, dengan IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan, perusahaan mampu mengembalikan modal investasi setelah tanaman
mulai menghasilkan dan industri telah berjalan selama 10 tahun 4 bulan 2 hari. Kelayakan ini menggambarkan bahwa untuk pengembangan nipah, maka
pemerintah perlu merencanakan dengan baik, terutama menyangkut waktu pelaksanaan kegiatan. Bila dibandingkan dengan analisis finansial, hasil yang
diperoleh pada analisis ekonomi menunjukkan nilai yang dapat memberikan tambahan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan dan kebijakan
pemerintah justru memberikan pengurangan tambahan manfaat bagi pengusaha pelaksana kegiatan.
6.4. Perbandingan Kelayakan Finansial dan Ekonomi dan Pembahasan
Alternatif Terbaik dari Berbagai Skenario Berdasarkan hasil analisis finansial dan ekonomi menunjukkan kegiatan
investasi pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan
dibandingkan individu pengusaha yang menjalankan usaha tersebut. Artinya kebijakan pemerintah tidak berpihak bagi individu pengusaha untuk
melaksanakan usaha bioetanol. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 menggambarkan perbedaan hasil analisis finansial dan
ekonomi. Hasilnya menunjukkan nilai ekonomi lebih besar dari finansial. Artinya bahwa meskipun investasi pengembangan nipah tidak memberikan
tambahan manfaat yang lebih besar bagi pengusaha atau pengelola kegiatan,
namun pengembangan nipah memberikan tambahan manfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan. Tabel 22. Perbandingan Nilai Finansial dan Ekonomi Pengembangan Nipah
dalam Mendukung Desa Mandiri Energi di Kabupaten Teluk Bintuni
Skenario NPV Rp
IRR Net BC
PBP Tahun
1 Finansial
4 867 627 783 42.80
4.98 4.48
Ekonomi 7 196 577 909
47.97 6.86
4.47 2
Finansial 394 731 273
37.01 2.45
2.67 Ekonomi
597 032 438 47.70
5.35 2.05
3 Finansial
1 019 985 340 28.72
2.05 3.56
Ekonomi 1 100 613 531
37.36 2.40
2.86 4
Finansial 354 907 667
- -
- Ekonomi
453 008 169 -
- -
5 Finansial
1 431 262 937 17.98
1.54 8.91
Ekonomi 1 741 505 496
19.20 1.74
8.63 6
Finansial 419 941 024
14.27 1.12
10.82 Ekonomi
1 459 406 876 17.76
1.47 10.42
Keterangan Skenario : 1.
Penyadapan Nira Nipah dan Pabrik Bioetanol Kapasitas 1 000 Liter per Hari 2.
Penyadapan Nira Nipah dan Pabrik Bioetanol Kapasitas 100 Liter per Hari 3.
Pabrik Bioetanol Kapasitas 1 000 Liter per Hari 4.
Pabrik Bioetanol Kapasitas 100 Liter per Hari 5.
Pengembangan Perkebunan Nipah 23 Hektar 6.
Pengembangan Perkebunan Nipah dan Pabrik Bioetanol Kapasitas 1 000 Liter per Hari
Jadi, dengan adanya investasi pengembangan nipah, masyarakat dapat menikmati dampak yang dihasilkan, yaitu bioetanol tanpa melihat berapa besar
sumberdaya yang dicurahkan untuk menghasilkan bioetanol tersebut. Investasi juga dapat memberikan dampak bagi perekonomian Kabupaten Teluk Bintuni
secara khusus dan Indonesia secara umum. Pengembangan nipah dari subsistem
usahatani hingga subsistem industri pengolahan ini merupakan program pemerintah. Tujuan pemerintah melakukan program ini terutama untuk
memberdayakan masyarakat lokal sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Teluk Bintuni, dan bisa memenuhi kebutuhan bahan bakar sendiri dalam mendukung
desa mandiri energi. Jadi tanpa melihat keuntungan manfaat yang diperoleh, tetapi kesejahteraan penyadap nipah khususnya dan masyarakat umumnya.
Tingginya nilai ekonomi dibandingkan nilai finansial diduga disebabkan karena pembayaran pajak yang tidak diterapkan pada analisis ekonomi. Pajak
dalam analisis ekonomi merupakan transfer yang hanya di bayar oleh produsen kepada pemerintah jadi tidak diperhitungkan dalam cashflow. Selain pajak,
penggunaan input untuk proses produksi, menggunakan input yang bebas dari distorsi pemerintah seperti pupuk. Pupuk yang tersedia di Teluk Bintuni
merupakan pupuk non subsidi yang diterapkan bagi pertanian yang ada di kabupaten tersebut. Namun, pupuk tersebut hampir sebagian besar adalah
bantuan dari pemerintah baik bagi petani lokal maupun petani pendatang. Harga yang diterapkan pun tidak sesuai dengan harga pasar untuk berbagai jenis pupuk.
Harga pasar pupuk non subsidi tahun 2010 mencapai Rp 4 500 per kg untuk urea, Rp 6 000 per kg untuk TSP, harga pupuk NPK mencapai Rp 8 000 per kg, dan
Rp 3 000 per kg untuk ZA. Secara umum, hasil analisis finansial dan ekonomi menunjukkan bahwa
pengembangan nipah dalam mendukung desa mandiri energi di Kabupaten Teluk Bintuni layak dikembangkan. Namun, dari enam skenario yang ditawarkan hanya
ada satu bagian yang tidak layak untuk dikembangkan, yaitu pabrik bioetanol dengan kadar 60 – 70 persen. Ketidaklayakan ini disebabkan tingginya biaya
operasional pabrik yang tidak diikuti dengan tingginya harga. Meskipun demikian pemerintah akan tetap melanjutkan kegiatan pabrik tersebut karena
pabrik tersebut dibangun untuk kepentingan penyadap nipah terutama yang tergabung dalam kelompok tani sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar
sendiri. Hasil kombinasi berbagai skenario pada analisis finansial dan ekonomi
menunjukkan skenario penyadapan nira nipah dan pabrik bioetanol kapasitas 1 000 liter per hari skenario 1 merupakan pilihan terbaik yang layak
dilaksanakan dibandingkan dengan skenario lainnya dengan pertimbangan memiliki nilai kelayakan investasi yang lebih tinggi. Skenario tersebut adalah
skenario yang saat ini akan dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, namun demikian pemerintah perlu mempertimbangkan skenario lainnya terutama
pengembangan perkebunan nipah sesuai dengan program yang sedang dijalankan, yaitu desa mandiri energi agar pengembangan nipah yang memiliki fungsi sebagai
bahan baku bioetanol dapat terus terlaksana dengan baik. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis menggambarkan pengembangan
nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan dalam mendukung desa mandiri energi layak untuk dilaksanakan. Hal ini bisa dilihat
dari berbagai aspek yang dapat menunjang program pengembangan ini, seperti aspek pasar dan pemasaran, dimana kebutuhan bioetanol saat ini menjadi prioritas
sesuai dengan harapan pemerintah bahwa di tahun 2025 penggunaan bioetanol bisa mencapai 25 persen, dan peluang pasar untuk bioetanol sudah terbuka, hanya
saja untuk aspek pasar pemasaran perlu adanya dukungan pemerintah dari pusat hingga daerah terutama masalah harga. Aspek berikutnya yang mendukung
adalah aspek teknis. Kabupaten Teluk Bintuni adalah salah satu wilayah dengan potensi nipah yang cukup besar meskipun data secara resmi belum ada, namun
luasnya adalah sekitar 20 – 40 persen dari luasan hutan mangrove. Hal ini yang menjadikan pemerintah berupaya untuk mengembangkan bieotanol dari nipah
agar nipah yang selama ini tidak tersentuh untuk pemanfaatan yang baik, bisa memiliki nilai tambah. Selain itu masih tersedianya lokasi untuk pengembangan
nipah tersebut, dan pabrik bioetanol dapat didirikan di Teluk Bintuni. Namun, dari aspek teknis juga perlu campur tangan pemerintah dan kerjasama dengan
penyadap, tokoh adat dan masyarakat karena masih banyaknya kendala teknis yang dihadapi untuk pengembangan nipah tersebut.
Aspek lain yang mendukung adalah aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Dari ketiga aspek ini mencerminkan pengembangan nipah layak dilakukan karena
dari segi sosial ketertiban dan keamanan daerah bisa terjamin, pengembangan daerah menjadi sangat cepat seperti yang diharapkan oleh masyarakat asal
pendampingan dari pemerintah terus dilakukan. Segi ekonomi menggambarkan dengan adanya pengembangan nipah, mampu memberikan kontribusi bagi petani
penyadap nipah setiap bulan kurang lebih Rp 2 000 000 , artinya kesejahteraan penyadap meningkat dengan adanya tambahan pendapatan dari yang sebelumnya.
Kehadiran pabrik di Teluk Bintuni juga diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi daerah untuk menambah pendapatan asli daerah. Segi budaya
memperlihatkan budaya mengolah dan memproduksi nipah bukan hal yang baru bagi penyadap sehingga untuk pengembangan nipah menjadi bioetanol mampu
dilakukan oleh para penyadap. Namun, pemerintah tetap berupaya untuk
melakukan pendampingan karena meskipun bukan hal yang bari bagi penyadap, penggunaan teknologi yang lebih baik merupakan hal baru bagi penyadap.
Aspek lingkungan menunjukkan limbah bioetanol tidak akan merusak lingkungan karena limbah dapat dimanfaatkan untuk menjadi pupuk, dan
pengembangan perkebunan nipah dapat menjadi penyangga ekosistem yang ada di sekitar tanaman nipah. Segi pola kemitraan juga menunjukkan adanya hubungan
kerjasama yang baik antara pemerintah, penyadap, dan pengusaha terutama dari segi permodalan dan pemasaran. Diharapkan hubungan ini bisa terus dilakukan
dengan baik tanpa ada yang merasa dirugikan dari adanya kegiatan ini. Analisis finansial dan ekonomi menunjukkan pengembangan nipah dari subsistem
usahatani hingga subsistem industri pengolahan layak dilakukan. Berdasarkan hasil ketiga analisis memberikan gambaran bahwa nipah memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol, dan Teluk Bintuni sebagai Kabupaten baru di Provinsi Papua Barat mampu menjadi daerah pengembangan
desa mandiri energi. Dengan demikian diharapkan penelitian ini mampu menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan nipah dari subsistem usahatani
hingga subsistem industri pengolahan untuk mendukung desa mandiri energi di Kabupaten Teluk Bintuni.
6.5. Arah Pengembangan Nipah dalam Mendukung Desa Mandiri