4.4.4. Analisis Sensitivitas
Setelah dilakukan analisis kelayakan finansial dan ekonomi, selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melakukan proyeksi dalam
menghadapi ketidaktentuan yang dapat terjadi dari hal-hal yang telah diperkirakan Gittinger, 1986. Menurut McConell and Dillon 1997, Sensitivitas dihitung
dengan menguji efek variasi dalam variabel-variabel biaya dan manfaat yang dipilih terhadap hasil yang dianggarkan terhadap keputusan. Variasi ini mungkin
melintasi rentang tertentu dari nilai yang dirasakan cukup relevan untuk setiap variabel atau mungkin beberapa perubahan persentase sewenang-wenang di atas
dan di bawah nilai yang digunakan sebagai non parametrik anggaran dasar. Anggaran dasar ini umumnya akan didasarkan pada apa yang diharapkan atau
kemungkinan besar nilai dari variabel-variabel yang masuk anggaran. Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat
empat masalah utama, yaitu harga, masalah keterlambatan, kenaikan biaya, dan hasil Gittinger, 1986. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap
perubahan harga bioetanol, harga pupuk, dan upah tenaga kerja dengan menggunakan 6 enam indikator perubahan, yaitu :
1. Analisis sensitivitas harga output naik 10 persen. Hal ini dilakukan karena
dengan pertimbangan perubahan harga bioetanol yang disesuaikan jika harus dilakukan penyesuaian terhadap harga bieotanol karena kebijakan pemerintah
Kabupaten Teluk Bintuni. Kenaikan harga sebesar 10 persen merupakan persentase minimal harga dapat dinaikkan Dinas Perindustrian Perdagangan
Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Teluk Bintuni, 2010.
2. Analisis sensitivitas harga output turun 10 persen. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan adanya subsidi bagi bahan bakar nabati sebesar 10 persen tahun 2009 dan 20 persen tahun 2010. Namun dalam penelitian ini, menggunakan
penerapan subsidi sebesar 10 persen karena penerapan subsidi pada tahun 2010, yaitu sebesar 20 persen belum mencapai suatu kesepakatan resmi dari
pemerintah Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2009. 3.
Analisis sensitivitas harga pupuk naik 20 persen. Nilai 20 persen merupakan nilai rata-rata kesanggupan petani untuk membayar jika harga eceran tertinggi
pupuk urea dan NPK naik Maulana dan Rahman, 2009. 4.
Analisis sensitivitas upah tenaga kerja naik 10 persen. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan persentase kenaikan upah minimum Provinsi Papua dan
Papua Barat antara 2 – 9 persen dari tahun 2009 – 2010, sehingga dalam penelitian ini mencoba menawarkan kebjiakan menaikkan upah tenaga kerja
dengan maksimal 10 persen Statistik Tenaga Kerja Papua Barat, 2010. 5.
Analisis sensitivitas dimana harga output naik 10 persen dan harga pupuk naik 20 persen.
6. Analisis sensitivitas dimana harga output naik 10 persen dan upah tenaga
kerja naik 10 persen.
V. KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN
5.1. Karakteristik Alam Teluk Bintuni 5.1.1. Letak dan Luas Geografis
Kawasan Teluk Bintuni merupakan salah satu dari 14 kabupaten pemekaran baru di Provinsi Papua yang baru disahkan dalam Rapat Dewan
Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 November 2002. Terletak antara Pantai Selatan Kepala Burung dan Pantai Semenanjung Onin, menghadap ke arah Laut
Seram di lepas pantai barat Papua. Berdekatan dengan leher pegunungan sempit menghubungkan Kepala Burung dengan wilayah lainnya di Provinsi Papua
Universitas Negeri Papua, 2003. Secara geografis Kabupaten Teluk Bintuni terletak antara 1057’50” - 3011’26” Lintang Selatan dan antara 132044’59”-
134014’49” Bujur Timur dan berbatasan langsung dengan lima Kabupaten dan satu Provinsi. Wilayah-wilayah tersebut antara lain : Kabupaten Sorong Selatan,
Manokwari, Fak fak, Kaimana, Teluk Wondama, dan Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi Kabupaten Teluk Bintuni yang
memiliki letak strategis sehingga menguntungkan untuk perkembangan wilayah Badan Pusat Statistik Teluk Bintuni, 2008
a
. Awal terbentuknya Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2006, kabupaten
ini terdiri dari 10 Distrik dan 95 Kampung serta 2 kelurahan dengan luas wilayah 18 637 km
2
. Dengan berkembangnya kabupaten ini, maka diterbitkan PERDA Kabupaten Teluk Bintuni Nomor 3 Tahun 2007, wilayah kabupaten ini
dikembangkan lebih lanjut menjadi 24 Distrik, 113 Kampung, dan 2 Kelurahan. Pusat administrasi pemerintahan Kabupaten Teluk Bintuni berada di kawasan