Sumber : Pearce and Nash 1981 dimodifikasi Gambar 1. Hubungan Antara NPV dan IRR
3.3.2 .3. Payback Period
Payback period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan investasi
modal yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan
investasi capital yang ditanamkan Gittinger, 1986. Metode ini mempunyai dua kelemahan utama, yaitu 1 diabaikannya nilai waktu uang time value of money,
dan 2 diabaikannya cashflow setelah periode payback. Untuk mengatasi kelemahan yang pertama, maka kadang dipakai discounted payback period.
Metode payback period ini merupakan metode pelengkap penilaian investasi.
3.4. Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia sedang menggalakkan penggunaan bahan bakar nabati sebagai substitusi bahan bakar minyak fosil yang selama ini digunakan. Kebijakan ini
dilakukan karena kebutuhan bahan bakar minyak BBM Indonesia untuk
NPV
X IRR
i
berbagai sektor cukup besar dan semakin langkanya sumber bahan bakar fosil yang selama ini digunakan. Dalam upaya mendukung pengembangan bioenergi di
dalam negeri, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang antara lain menetapkan sasaran
penggunaan bahan bakar nabati BBN lebih dari 5 persen terhadap konsumsi energi nasional pada tahun 2025. Pada saat ini, melalui Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral, pemerintah sedang gencar memasyarakatkan penggunaan biofuel untuk penghematan energi dan penyelamatan lingkungan di seluruh
provinsi di Indonesia. Penjelasan mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat dalam bentuk bagan seperti pada Gambar 2.
Kelangkaan dan mahalnya harga bahan bakar minyak di Kabupaten Teluk Bintuni membuat pemerintah berupaya untuk mengkonversi penggunaan
bahan bakar minyak berbasis fosil ke bahan bakar nabati yang bersumber dari tumbuhan. Nipah merupakan salah satu tumbuhan yang ada di Teluk Bintuni
yang bisa digunakan sebagai penghasil bioetanol. Berdasarkan potensi sumberdaya alam dan lahan yang cukup melimpah, maka perlu adanya
pengembangan nipah dalam rangka mendukung desa mandiri energi di Teluk Bintuni. Dengan demikian sangat dimungkinkan bila hutan nipah dapat
dikembangkan dengan penerapan teknologi yang yang sesuai dengan budidaya tanaman nipah agar produktivitas meningkat.
Berdasarkan hal tersebut, maka perencanaan pengembangan nipah mulai dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan perlu dilakukan
dengan baik melalui analisis kelayakan investasi. Dalam penelitian ini, analisis
Bioetanol Bahan Baku Nipah
Analisis Kelayakan Investasi Subsistem Industri Pengolahan
Produksi Bioetanol
Alternatif Kebijakan Pengembangan Nipah Aspek Finansial
1. NPV
2. Net BC
3. IRR
4. Payback Period
Aspek Ekonomi
1. NPV
2. Net BC
3. IRR
4. Payback Period
Analisis Sensitivitas
LayakTidak layak
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Aspek Non Finansial
1. Aspek Pasar dan
Pemasaran 2.
Aspek Teknis 3.
Aspek Sosial, Ekonomi, dan
Budaya 4.
Aspek Lingkungan 5.
Aspek Pola Kemitraan
Subsistem Usahatani Produksi Nipah
1. Kebutuhan BBM di Indonesia cukup besar dan ketersediaan semakin
langka
2.
Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
3.
Inpres No. 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati.
4.
Potensi nipah sebagai penghasil bahan bakar nabati di Kabupaten Teluk Bintuni.
kelayakan investasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu analisis non finansial, analisis finansial, dan analisis ekonomi. Analisis finansial dan ekonomi
menggambarkan manfaat yang diperoleh secara finansial maupun sosial. Sementara analisis non finansial dijelaskan berdasarkan aspek-aspek yang terdiri
dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, aspek lingkungan, dan aspek pola kemitraan. Aspek pasar menggambarkan
karakteristik produk yang dihasilkan, potensi pasar yang dilihat dari permintaan dan penawaran, harga dan saluran pemasaran. Sementara dalam aspek teknis akan
dijelaskan mengenai lokasi produksi nipah dan pabrik bioetanol, luas produksi dan proses produksi, dan penggunaan teknologi dalam memproduksi baik nipah
maupun bioetanol. Aspek sosial, ekonomi, dan budaya menggambarkan dampak adanya pengembangan nipah terhadap kehidupan petani, masyarakat, dan daerah.
Berdasarkan aspek lingkungan dapat dilihat apakah dengan adanya pengembangan nipah akan membuat kualitas lingkungan menjadi meningkat, baik
yang terkena dampak langsung maupun tidak. Aspek pola kemitraan melihat hubungan kerjasama antara penyadap nipah, pihak perusahaan, dan pemerintah
didalam pengembangan nipah. Setelah ketiga analisis dilakukan, selanjutnya akan dibuat simulasi
alternatif kebijakan melalui analisis senstivitas untuk melihat dampak perubahan yang terjadi ketika ada goncangan perubahan-perubahan variabel tertentu
terhadap kelayakan investasi. Variabel-variabel yang akan diubah adalah harga bioetanol, harga pupuk, dan upah tenaga kerja. Dengan demikian dapat
dirumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengembangan nipah mendukung desa mandiri energi.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Teluk Bintuni. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive, dengan pertimbangan
merupakan daerah yang ada program pembuatan bioetanol dari nipah dan memiliki hutan nipah yang cukup luas. Pemilihan lokasi untuk tingkat distrik
dilakukan secara sengaja purposive, dengan pertimbangan merupakan daerah dimana sebagian penduduknya mengusahakan nipah. Selain itu merupakan daerah
yang menjadi pusat pengembangan nipah. Distrik tersebut adalah Distrik Bintuni. Pengambilan data dilakukan selama kurang lebih 1 satu bulan, yaitu dari bulan
April- Mei 2010.
4.2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan
para penyadap nipah yang tergabung dalam kelompok tani, pengusaha bioetanol, dan pihak Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Mengenah Kabupaten Teluk Bintuni. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Papua Barat dan Teluk Bintuni, Dinas Perindustrian
Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Teluk Bintuni, Dinas Kehutanan Kabupaten Teluk Bintuni, Dinas Pertanian dan
Perkebunan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA, literatur yang relevan buku, jurnal, tesis, skripsi dan browsing internet. Jenis data yang
digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif.