ulayat dengan perusahaan pengelola yang kegiatan perusahaannya berada di atas tanah ulayat tersebut. Misalnya, konflik terutama sering timbul antara
perusahaaan penambangan dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan dengan penduduk pemilik hak ulayat. Hal ini disebabkan pengusaha kurang memiliki
kepedulian atau tidak memahami hak atas lahan yang dimiliki oleh masyarakat adat di Papua. Secara umum, konflik atas lahan terutama disebabkan oleh belum
adanya ganti rugi bagi masyarakat dari perusahaan yang mengambil tanah hak ulayat masyarakat adat Papua. Oleh karena itu, dalam pengoperasian kegiatan
perusahaan, pihak perusahaan selalu terbentur tuntutan masyarakat yang belum memperoleh ganti rugi. Tuntutan dimaksud bukan hanya menyangkut masalah
materi, tetapi juga menyangkut hilangnya mata pencaharian dan sumber penghidupan masyarakat adat Papua. Karena tanah adat mereka digunakan untuk
kegiatan operasional perusahaan, masyarakat adat tersebut tidak lagi memiliki tempat untuk mengumpulkan bahan makanan atau mencari kayu untuk bahan
bakar dan membuat rumah Tim Penyusun Agropolitan, 2007. Jadi dari aspek budaya dapat dilihat budaya masyarakat setempat tidak
akan mempengaruhi pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan di Kabupaten Teluk Bintuni. Berdasarkan aspek
budaya maka pengembangan nipah layak dilakukan karena dengan budaya yang sudah melekat dan diharapkan bisa digunakan untuk pengembangan nipah
terutama untuk proses pembuatan bioetanol.
6.1.4. Aspek Lingkungan
Dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang disebabkan oleh suatu kegiatan. Kegiatan dapat terjadi oleh proses alami atau dilakukan oleh
manusia, sedangkan dampak yang terjadi dapat bersifat positif maupun negatif terhadap lingkungan. Untuk pengembangan produksi nipah diharapkan tetap
menjadi penyangga ekosistem, karena sesuai dengan fungsinya nipah merupakan tumbuhan yang bisa mempertahankan ekosistem daerah, dan penyangga erosi
karena pasang surut air sungai atau laut. Oleh karena itu perencanaan tata guna lahan untuk wilayah Teluk Bintuni hendaknya tidak mengganggu ekosistem yang
sudah ada termasuk tidak mengganggu satwa yang terdapat didalamnya. Kerusakan atau hilangnya suatu habitat akan mempengaruhi keseimbangan
ekosistem sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi siklus kehidupan. Berdasarkan aspek lingkungan yang membawa pengaruh positif, maka
pengembangan nipah layak dilakukan. Berbeda dengan dampak lingkungan pengembangan nipah, dampak
lingkungan dari hasil pengolahan bioetanol belum bisa terlihat, hanya saja menurut penyadap adalah air sisa penyulingan yang belum tahu apakah bisa
dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. Pabrik bioetanol dapat mengeluarkan limbah cair, limbah padat, maupun limbah gas. Limbah tersebut
harus dikelola dengan seksama Prihandana et al., 2007 karena tujuan pabrik bioetanol memproduksi fuel grade etanol diantaranya untuk mengurangi
pemanasan global dan pencemaran udara. Limbah cair pabrik bioetanol disebut vinasse
atau stilage, berasal dari proses pencucian dan ekstraksi pati, khususnya di pabrik bioetanol berbahan baku ubi kayu. Limbah ini bisa dimanfaatkan menjadi
pupuk organik cair POC. POC memiliki nilai jual tinggi sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi industri bioetanol. Sementara limbah padat berasal
dari proses pembersihan ubi kayu sehingga dapat diolah menjadi pakan ternak,
dikomposkan untuk pupuk organik, dan bahan biogas. Berdasarkan limbah hasil pengolahan bioetanol yang dapat diolah, maka pengembangan nipah di subsistem
industri pengolahan layak dilakukan.
6.1.5. Aspek Pola Kemitraan