Analisis Sensitivitas HASIL DAN PEMBAHASAN

sebagai berikut : 1 tersedianya teknologi pembuatan bioetanol dan lahan sagu seluas 31 360 hektar dengan tingkat pemanfaatannya yang masih rendah 10 persen, memungkinkan dilakukannya pembangunan industri bioetanol di Maluku, 2 kehadiran industri bioetanol akan memberi manfaat peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat, serta menghemat dalam pemakaian bahan bakar minyak dengan harga relatif lebih murah. Bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau tidak perlu takut akan terlambatnya pasokan bahan bakar minyak dari Pertamina Ambon akibat buruknya kondisi laut, dan 3 kebutuhan bioetanol sangat tinggi, dengan pasar yang menjanjikan berapapun hasil produksinya akan ditampung oleh Pertamina. Saat ini Pertamina membeli Rp 5 000 per liter sedangkan harga penjualan langsung ke pemakai Rp 10 000 per liter dengan kadar kemurnian 100 persen.

6.6. Analisis Sensitivitas

McConell and Dillon 1997 mengemukakan sensitivitas dihitung dengan menguji efek variasi dalam variabel-variabel biaya dan manfaat yang dipilih terhadap hasil yang dianggarkan terhadap keputusan. Variasi ini mungkin melintasi rentang tertentu dari nilai yang dirasakan cukup relevan untuk setiap variabel atau mungkin beberapa perubahan persentase sewenang-wenang di atas dan di bawah nilai yang digunakan sebagai non parametrik anggaran dasar. Anggaran dasar ini umumnya akan didasarkan pada apa yang diharapkan atau kemungkinan besar nilai dari variabel-variabel yang masuk anggaran. Analisis sensitivitas dimulai dengan situasi dasar, yaitu dimana untuk setiap masukan ditetapkan suatu nilai yang diharapkan. Setiap variabel dinaikkan atau diturunkan beberapa persen terhadap nilai yang diharapkan, sementara variabel lain dianggap tetap. Setelah itu NPV baru dihitung untuk setiap nilai tersebut, dan akhirnya NPV yang dihasilkan digambarkan berpasangan dengan variabel yang diubah tersebut. Kelemahan analisis sensitivitas ini hanya mempertimbangkan faktor sensitivitas NPV terhadap perubahan variabel-variabel kunci Weston dan Brigham, 1990. Berdasarkan pengertian dan maksud dilaksanakannya analisis sensitivitas tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas sebanyak 6 skenario variasi perubahan pada harga output bioetanol, harga input pupuk, dan tenaga kerja. Hal ini dilakukan untuk mencari bentuk kebijakan yang kira- kira efektif dalam peningkatan tambahan manfaat bagi kelayakan pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan. Indikator kelayakan pengembangan nipah dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 23 dan 24 dapat dilihat bahwa skenario I, yaitu peningkatan harga jual bioetanol sebesar 10 persen merupakan skenario terbaik baik untuk nilai finansial maupun ekonomi meskipun tidak semua skenario menerima dampak dari adanya kenaikan harga output sebesar 10 persen. Kenaikan harga output sebesar 10 persen memberikan tambahan manfaat bersih NPV untuk skenario 1 penyadapan nira nipah dan pabrik bioetanol kapasitas 1 000 liter per hari sebesar 2.18 persen untuk nilai finansial, dan 2.19 persen untuk nilai ekonomi. Tambahan manfaat untuk skenario 2 penyadapan nira nipah dan pabrik bioetanol kapasitas 100 liter per hari adalah 2.37 persen finansial dan 2.40 persen ekonomi. Sementara skenario terakhir yang menerima dampak penambahan manfaat bersih dengan adanya kenaikan harga output adalah skenario 3 pabrik bioetanol kapasitas 1 000 liter per hari, yaitu masing-masing 3.43 persen dan 4.21 persen. Artinya perubahan harga bioetanol sensitif terhadap perubahan kelayakan dengan memberikan tambahan manfaat. Tabel 23. Indikator Kelayakan Finansial Pengembangan Nipah Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kabupaten Teluk Bintuni Indikator Kelayakan Finansial Indikator Perubahan 1 2 3 4 5 6 Skenario 1 NPV 5 759 842 184 3 727 070 290 4 738 392 803 4 562 316 742 8 231 559 584 5 545 525 231 Net BC 5.82 3.86 4.62 4.66 7.87 5.55 Skenario 2 NPV 541 820 813 247 641 734 386 501 656 377 209 935 539 335 834 521 601 269 Net BC 3.06 1.88 2.41 2.37 3.04 2.96 Skenario 3 NPV 2 479 212 645 447 543 194 994 232 753 1 019 985 340 2 548 973 075 2 417 060 106 Net BC 3.50 0.61 1.93 2.05 3.60 3.42 Skenario 4 NPV 158 566 458 561 324 756 401 844 964 378 173 644 200 456 703 176 785 383 Net BC - - - - - - Skenario 5 NPV - - 1 319 237 415 1 259 844 052 - - Net BC - - 1.50 1.48 - - Skenario 6 NPV 230 450 273 681 454 366 322 881 619 220 125 894 196 327 519 342 555 786 Net BC 1.07 0.81 0.91 1.06 0.94 0.90 Keterangan Indikator Perubahan: 1. Harga output bioetanol naik 10 persen 2. Harga output bioetanol turun 10 persen 3. Harga pupuk naik 20 persen 4. Upah tenaga kerja naik 10 persen 5. Harga output naik 10 persen, harga pupuk naik 20 persen 6. Harga output naik 10 persen, upah tenaga kerja naik 10 persen Pabrik bioetanol kapasitas 100 liter per hari juga tetap sensitif terhadap kenaikan harga karena menunjukkan hasil yang tidak layak. Namun, disatu sisi kenaikan harga bioetanol membuat harga menjadi tidak kompetitif dengan harga bahan bakar minyak yang berlaku di Teluk Bintuni. Sesuai dengan tujuan pengembangan desa mandiri energi bahwa program tersebut untuk membantu terpenuhinya kebutuhan bahan bakar di pedesaan dengan harga yang terjangkau, sehingga kebijakan kenaikan harga bioetanol perlu mendapat pertimbangan khusus dari pemerintah daerah setempat. Tabel 24. Indikator Kelayakan Ekonomi Pengembangan Nipah Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kabupaten Teluk Bintuni Indikator Kelayakan Ekonomi Indikator Perubahan 1 2 3 4 5 6 Skenario 1 NPV 8 575 555 842 5 830 285 545 7 128 445 658 6 832 038 120 9 711 917 468 8 204 673 269 Net BC 8.14 5.64 6.76 6.46 8.02 7.70 Skenario 2 NPV 838 628 024 435 869 726 626 321 052 615 802 297 827 700 201 817 181 447 Net BC 4.22 2.56 3.31 3.26 4.16 4.11 Skenario 3 NPV 3 536 905 888 490 677 095 4 696 643 737 1 451 714 822 3 469 784 669 3 465 506 313 Net BC 4.55 - 4.79 2.32 4.46 4.45 Skenario 4 NPV 251 629 020 654 387 318 471 979 278 474 454 747 270 600 129 273 075 597 Net BC - - - - - - Skenario 5 NPV - - 1 631 365 588 1 716 687 696 Net BC - - 1.69 1.73 Skenario 6 NPV 2 105 459 146 809 586 562 1 374 377 834 1 358 061 901 2 022 314 126 2 027 892 611 Net BC 1.68 1.26 1.44 1.44 1.65 1.66 Keterangan Indikator Perubahan: 1. Harga output bioetanol naik 10 persen 2. Harga output bioetanol turun 10 persen 3. Harga pupuk naik 20 persen 4. Upah tenaga kerja naik 10 persen 5. Harga output naik 10 persen, harga pupuk naik 20 persen 6. Harga output naik 10 persen, upah tenaga kerja naik 10 persen Alternatif kebijakan kedua yang mungkin dapat diambil oleh pemerintah, yaitu pada skenario V dimana harga output naik 20 persen dan harga pupuk naik 20 persen. Besarnya perubahan tambahan manfaat untuk masing-masng skenario pada nilai finansial adalah adalah 2.69 persen untuk skenario 1, skenario 2 sebesar 2.37 persen, dan skenario 3 3.50 persen. Tambahan manfaat bersih untuk nilai ekonomi adalah 2.35 persen skenario 1, 2.39 persen skenario 2, 4.14 persen skenario 3, dan 2.39 persen skenario 6. Pada proses produksi bioetanol maupun nipah, pupuk memegang peranan yang cukup penting untuk kegiatan fermentasi dan pertumbuhan tanaman, sehingga pada umumnya pupuk banyak menyerap biaya produksi. Namun kenaikan harga pupuk belum merupakan suatu solusi yang baik jika penggunaan pupuk bersubsidi tidak diterapkan dalam suatu usaha yang dapat menguntungkan individu pengusaha atau petani dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya pertimbangan khusus juga ketika pemerintah harus menerapkan kebijakan ini untuk meningkatkan tambahan manfaat bagi usaha pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan dalam mendukung desa mandiri energi di Kabupaten Teluk Bintuni. Penurunan harga output membuat pabrik bioetanol menjadi tidak sensitif artinya akan mengurangi tambahan manfaat bahkan menjadi tidak layak baik pada nilai finansial dan ekonomi. Pabrik bioetanol dengan kapasitas 100 liter per hari juga tetap sensitif terhadap semua skenario perubahan. Ini berarti, pengembangan pabrik bioetanol skala kecil tidak dapat dilakukan. Namun, semua keputusan pelaksanaan pengembangan nipah baik hasil tersebut layak atau tidak tergantung kepada para pengambil kebijakan di Kabupaten Teluk Bintuni.

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengembangan nipah dalam mendukung desa mandiri energi dari berbagai aspek-aspek non finansial dikatakan layak. Namun dalam pengembangannya, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan perusahaan agar pelaksanaan investasi dapat berjalan dengan baik, seperti luasan hutan nipah, pemanfaatan lahan dan pemasaran bioetanol. 2. Berdasarkan analisis finansial dan ekonomi, pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga subsistem industri pengolahan layak dilakukan, karena nilai NPV 0, IRR DR yang ditetapkan, dan Net BC 1, kecuali pabrik bioetanol dengan kapasitas 100 liter per hari pada tingkat discount rate 13 persen. Hasil perbandingan nilai finansial dan ekonomi menunjukkan nilai ekonomi lebih besar dari nilai finansial. Artinya pengembangan nipah dalam mendukung desa mandiri energi lebih memberikan manfaat bagi masyarakat, dan bagi pemerintah dapat menjadi sumber pendapatan bagi daerah. 3. Berdasarkan analisis finansial dan ekonomi berbagai alternatif skenario yang dilakukan, semua alternatif adalah layak dan alternatif paling baik yang dapat dilakukan adalah penyadapan nipah dan pabrik bieotanol kapasitas 1 000 liter per hari skenario 1. Namun dalam mendukung desa mandiri energi maka perlu dipertimbangkan pengembangan produksi nipah untuk menjaga kontinuitas bahan baku Skenario 5 dan 6.